Tak terasa. Hubungan mereka telah terjalin satu tahun lamanya. Banyak hal yang telah terjadi. Dalam satu tahun yang dilalui bersama itu, hampir setiap hari mereka bertemu, keduanya jadi lebih saling mengenal karakter masing-masing yang sangat berbeda. Keterbukaan, sesuatu yang mengeratkan benang merah di antara sepasang kekasih itu.Meski demikian, hubungan mereka tak seindah yang dibayangkan. Ada satu hal yang tidak diketahui salah satu dari keduanya, bahwa beberapa bulan terakhir hubungan mereka bukanlah sesuatu yang baik. Sebuah kebohongan, atau bukan hanya sebuah? Muncul dan kian merambat, ikut merangkai drama.
Langit malam indah bertabur bintang menjadi saksi bisu sepasang kekasih yang sedang kasmaran itu berciuman di pinggir pantai. Tak jauh dari keduanya berada, lilin-lilin cantik tersusun di atas pasir hingga membentuk tulisan 'I LOVE YOU' dengan banyak sekali kelopak mawar ikut merias memanjakan mata memandang.
"Aku mencintaimu."
"Aku juga mencintaimu."
Sepasang manik [Eye color] menatap pemandangan kedua sejoli itu dengan sorot datar dari jarak jauh, melirik sosok gagah yang kini sedang memangkunya duduk, "Seongeun, mereka sedang ngapain..?" bisiknya pada sang empu yang kini sedang menatap air laut asik menari-nari karna gerakan ombak.
"Hm..?"
"Lihat itu..!" [Name] menunjuk kearah dua sejoli yang sedang berciuman tadi kini berpelukan.
"Biarkan. Jangan dilihat, sayang."
[Name] mengangguk, kemudian menatap lurus kedepan. Merasa sepasang lengan kekar melingkar di pinggangnya erat, lalu hembusan nafas hangat menyapu telinga. Maniknya perlahan sayu, pandangannya memberat.
"Aku mengantuk.."
"Tidurlah."
Seongeun menyandarkan kepala [Name] perlahan ke dada bidangnya, membiarkan gadis itu tertidur dengan posisi duduk di atas pangkuannya, ia suka posisi ini ketika menghabiskan waktu bersama gadisnya.
Bahu mungil di dekapannya naik-turun teratur, alam mimpi menjemput, datang membawanya terbang menuju galaksi indah penuh kemerlap.
"Saranghae, Chagiya."
"Hei."
Sebuah suara mengintruksi, membuatnya menoleh, sepasang kelopak matanya menyipit tanda tanya. Bunyi benturan heels dengan lantai semen memasuki indra pendengar, semakin lama semakin jelas, bersamaan dengan langkah wanita bersurai blonde itu mendekat padanya lalu berhenti dan berkacak pinggang.
"Ada apa ya?"
"Kau kenal dengan seseorang bernama Seo Seongeun?"
Tanpa berpikir ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan barusan, membuat seutas senyum puas terukir.
"Jadi, kau orang yang bernama [Name]?"
"Eh? Anda tahu nama saya?"
Senyum miring muncul, "Tentu."
"Aku ingin memberitahu dirimu sesuatu."
[Name] memiringkan kepalanya sedikit tanda ingin tahu, "Kepadaku? Apa?"
"Seongeun, dia.."
Seongeun menatap bingung [Name], sedari tadi gadisnya itu tak membuka suara sama sekali. Tak seperti biasanya, gadis itu akan langsung bercerita hal-hal random tentang kesehariannya saat ia baru saja pulang kerja. Namun kali ini? [Name] diam, memandang televisi yang menyala dengan sorot dingin. Kelakuannya aneh.
"[Name], kau baik-baik saja?" tangan bertattonya terulur mengusap surai [Hair color] gadis itu lembut, tak ditepis ataupun direspon. Hanya diam.
[Name] bak boneka yang hanya akan bergerak ketika digerakkan, gadis itu menoleh saat dagunya ditarik lembut oleh kekasihnya.
"[Name], kau-"
"Minggir, Seongeun.."
Seongeun terhenyak mendengar suara serak keluar dari bibir [Name], "Kau habis menangis?" cemasnya lalu menangkup wajah gadis itu.
"Kau kenapa?"
"Siapa yang menyakitimu?" Seongeun membalas tatapan mata gadisnya yang begitu kosong.
"Katakan sesuatu, [Name]-!"
"Aku begitu polos dan naif ya?"
Satu kalimat panjang lolos dari bibir tipis [Name] dengan suara bergetar, "Kenapa aku tak berpikir jika hal ini akan terjadi..?"
"Ya.. mana ada orang sepertimu benar-benar mencintaiku?"
Tawa miris keluar bersamaan dengan bulir-bulir bening merembes membasahi pipi hingga dagu, turun ke leher. Denyut nyeri di relung hati kembali terasa, semakin sakit ditambah dengan sekuat tenaga ia menahan isakan lolos keluar dari mulut.
"A-apa yang sedang kau bicarakan?"
[Name] menepis tangan kekasihnya dari atas pundaknya, "Bertanggung jawablah, Seongeun."
"Apa?" Seongeun tak paham.
"Wanita itu."
Pupil matanya melebar.
"Dan bayi kalian."
"Aku hamil anak Seongeun."
"Kami melakukannya tiga bulan lalu."