Bulan memasuki musim penghujan, tanah basah oleh rintiknya yang tak henti semalam. Meski seperti telah menumpahkan semuanya tadi malam, pagi ini langit masih mendung dan tak henti bergemuruh. Beberapa kali kilat nampak, namun bunyi petir tak mengikuti.Jalan raya kota sepanjang Seoul sepi, hanya ada beberapa pengendara mobil melewati, itupun dapat dihitung dengan jari, tak seperti biasanya. Kota yang terkenal ramai itu nampak mati.
“..karna itu dimohon untuk seluruh penduduk Seoul dan sekitarnya berdiam diri di dalam rumah untuk sementara sampai pemberitahuan selanjutnya disiarkan!”
“Sekali lagi–!”
“Lima belas pasien covid-19 yang dirawat di rumah sakit Heart Seoul melarikan diri dari masa karantina–”
Klip!
“Manusia-manusia egois.”
Sepasang netra [Eyecolor] itu bergulir perlahan ke samping, menatap bingung sosok pemuda bergaya rambut undercut yang duduk santai di sebelahnya bergumam jijik.
“Siapa yang egois?” layar televisi yang sedang menayangkan berita panas akhir-akhir ini dimatikan tiba-tiba membuatnya heran hingga menekuk dahi.
“Mereka yang melarikan diri,” sebelah tangannya terulur mengusap pelipis sang gadis yang tertutup beberapa helai anak rambut.
“Kenapa ya mereka melarikan diri? Bukannya enak tiduran di atas ranjang rumah sakit sepanjang hari? Hanya makan, minum, dan tidur.”
Dengusan gemas menggelitik telinga, sepasang kelereng mata setajam elang itu menyipit, seutas senyum tipis terukir.
“Aku benar kan?”
“Iya, kau benar.”
“Tapi.. kalau terlalu lama memang akan jenuh.” Tangan mungil itu terulur meraih remot televisi dari tangan pemuda di sampingnya, lalu memencet tombol power, menghidupkan kembali televisi.
“Meski begitu, setidaknya kita tak menambah besar masalah yang sedang terjadi.”
“Wah~ gadisku sudah pintar sekali ya?”
Kekehan lembut mengalun, “Tentu saja.”
•••
“Tuan, anda langsung pulang..?”
Di dalam sebuah ruangan bernuansa mewah bercahayakan lampu temaram, dua orang berbeda gender baru saja menyelesaikan sebuah kegiatan intim, atmosfer di sekitar masih terasa begitu lekat sisa-sisa kenikmatan yang berhasil keduanya capai bersama. Jendela kaca yang mengubungkan pemandangan indah di luar tertutup tirai memperlihatkan bayangan seseorang dengan bahu lebar berdiri sambil mengenakan kembali pakaiannya yang berserakan.
Ting!
Sebuah ponsel mahal tergeletak di atas sofa menyala, menunjukkan sebuah notifikasi bahwa rekening bank baru saja ditransfer sejumlah uang. Dengan nafas sedikit terengah-engah wanita dengan make up telah luntur itu beranjak dari atas kasur lalu mendekati pemuda bersurai hitam itu, yang sedang mengenakan jas hitamnya.
“Seratus juta won, cukup?” ucapnya dengan nada datar saat merasakan sebuah lengan lembut memeluk pinggangnya.
“Kurasa tidak perlu.”
Jantung berdegup tak karuan, rasa geli sekaligus bahagia membuncah tiba-tiba di dalam hati, ia tahu bahwa sekarang ia telah melakukan kesalahan besar. Tak seharusnya ia begini, tak seharusnya ia menaruh hati, tak seharusnya ia jatuh cinta pada klien sendiri.
Namun mau bagaimana lagi? Perasaannya tak bisa dihentikan, sudah terlambat. Mau ditahanpun sepertinya tidak akan bisa.
“Ayo bermain lagi..” bisiknya seduktif pada telinga sebelah kiri pemuda yang kini sedang ia peluk erat dari belakang, “Kali ini aku yang domin–”