01

19 1 0
                                    

Beberapa orang berhenti di kios-kios kecil pinggir jalan sebelum mereka berangkat bekerja. Tentu saja, cuaca panas seperti ini, akan sangat nikmat jika dilalui dengan minuman dingin.
Selain bisa menyegarkan badan, pikiran dan otak, juga menambah semangat dalam melakukan pekerjaan.

Memang, belakangan ini, dawet benar-benar populer. Baik di kalangan anak muda, maupun orang tua. Es dawet yang awalnya hanya ditemui di pinggiran jalan, kini beralih ke kafe-kafe kekinian yang mudah ditemukan. Tidak hanya di kafe, tetapi es dawet mulai muncul sebagai hidangan pencuci mulut di restoran ternama. Es dawet kini tidak lagi dipandang sebelah mata.

Kepopuleran es dawet tidak perlu diragukan lagi. Entah apa yang terdapat dalam minuman menyegarkan itu, tetapi banyak orang meyakini jika segelas es dawet yang kini viral itu dapat meningkatkan stamina.

***

Sebuah universitas ternama yang menjadi primadona setiap lulusan sekolah menengah terletak tidak jauh dari alun-alun kota. Bagaimana tidak, terhitung setengah dari para petinggi negara yang menduduki kursi kabinet berasal dari universitas ini.

Menjadi salah satu mahasiswa di sana tentunya menjadi sebuah kebanggaan. Lihatlah mereka, para lulusan terbaik yang kini berhasil sukses. Bukan hanya menjabat di pemerintahan, namun juga melebarkan sayap di berbagai bidang sosial. Diantaranya membuka rumah sakit umum, pasar rakyat, dan kuliner.

Namun, berbeda dengan seorang gadis yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Ia menatap kosong layar laptop yang ada di hadapannya. Tidak ada apa pun dalam layar laptop tersebut. Hanya sebuah lembaran kosong yang seharusnya ia ketikkan sebuah tulisan.

Tawa dari beberapa mahasiswa yang melintas di dekatnya membuatnya menoleh. Ia tersenyum getir melihat mereka yang terlihat sangat senang dan hidup bebas tanpa beban. Ia mengembuskan napas berat lalu meletakkan kepalanya di atas meja.

Membandingkan dirinya dengan mereka tentu saja sangat berbeda.
Berkuliah di universitas terbaik dan ternama itu adalah hasil perjuangan keras bagi Nayyara Braylen. Tidak seperti mereka yang hanya mengandalkan harta orang tua agar dapat masuk ke universitas itu. Pada awalnya, Nayyara merasa bangga dengan statusnya yang merupakan mahasiswa di universitas itu.
Namun, seiring berjalannya waktu, Nayyara merasa lelah juga. Universitas itu terlihat sempurna di luarnya saja, tetapi tidak di dalamnya. Sebagai mahasiswa kurang mampu dan penerima beasiswa, Nayyara kerap kali menjadi objek perundungan. Belum lagi dengan orang tuanya yang juga melakukan tindak kekerasan padanya. Tugas-tugas kuliah yang berat juga membebani hidupnya.

"Nay!"

Merasa terpanggil, Nayyara mengangkat kepalanya. Senyuman lebar sontak merekah setelah melihat orang itu. Wajah kusutnya hilang seketika.

"Kenapa? Ada masalah lagi?" tanya pria itu seraya mendekat pada Nayyara. Nayyara mengangguk pelan.

"Gak apa-apa. Namanya juga hidup. Pasti ada aja masalahnya. Kalau mau tenang-tenang aja, ya, mati itu namanya." Pria itu terkekeh di akhir penuturannya sambil mengacak poni Nayyara gemas.

Nayyara menggerutu. Sebal karena dandanannya rusak. "Iya, ya, Kak. Apa aku mati aja?" celetuknya pada pria itu.

"Hush. Mending kita dinginin pikiran di cafe sana," tunjuk pria itu pada cafe bercat hijau di depan mereka.

"Walaupun menunya tradisional, tapi kualitasnya internasional," ujar pria itu sombong.

Gadis itu terkekeh, "Oke deh. Kita buktiin ucapan kakak bener atau enggak." Pria itu mengangkat alisnya, seolah menantang. "Silakan masuk," katanya sambil menahan pintu supaya tetap terbuka.

"Terimakasih." Nayyara terkekeh kecil.

"Selamat datang," sambut pelayan yang memakai kemeja putih dilengkapi celemek hijau berwarna senada di pinggangnya.

The Humans LifeWhere stories live. Discover now