Gadis itu memegang pipinya yang perih tatkala pria paruh baya di hadapannya baru saja melayangkan sebuah tamparan kepada putrinya.
"Mau jadi apa kamu, hah!? Kamu selalu kalah dari Yuna! Kamu selalu jadi nomor dua! Kurang baik apa papa sama kamu? Papa tempatkan kamu di sekolah terbaik, di tempat les terbaik, buku-buku pelajaran yang harganya selangit! Apa yang ga akan pernah Yuna dapatin semua papa kasih ke kamu! Hidup kamu udah papa fasilitasi semua Dera!"
"Persetan! Gue ga peduli! Apa tugas orang tua cuma ngasih materi? Gue ga butuh semua itu!"
Plak!
Zaveron kembali mendaratkan sebuah tamparan di pipi kiri Dera.
"Kurang ajar kamu! Percuma papa sekolahin kamu bagus-bagus hasilnya malah jadi anak kurang ajar begini!"
Dera tersenyum getir. Rasanya seperti ada beban berat yang menghimpit dadanya. Sesak.
"Pa! Apa papa tahu Dera lebih suka ngelukis daripada matematika? Apa papa tahu Dera lebih suka basket daripada balet? Apa papa tahu Dera lebih suka jadi temannya Yuna daripada rivalnya?"
"Apa papa tahu, Dera ga sepintar ekspektasi Papa buat jadi juara sekolah, yah walaupun bukan jadi yang pertama, tapi Dera bersumpah pa, Dera belajar mati-matian supaya bisa buat papa bangga" Dera memejam matanya sejenak, meraup sebanyak mungkin oksigen karena rongga dadanya terasa sangat sesak.
"Tapi apa? Papa ga pernah lihat semua usaha Dera! Semua rasanya percuma! Dera baru dianggap anak papa kalo Dera bisa jadi yang pertama"
"Apa papa tahu? Respon papa yang seperti ini yang buat Dera selalu takut pulang ke rumah kalau nilai Dera di bawah A"
"Papa bukan jadi orang yang Dera segani, tapi Papa malah jadi orang yang Dera takuti"
Gadis itu akhirnya pergi dari sana dengan langkah gusar. Zaveron hendak mengeluarkan protesnya, tapi sekali lagi dicegat oleh sang istri.
///
Dera membawa tubuhnya kemana saja, asal dirinya menjauh dari rumah. Dengan rambut yang berantakan, wajah sembab, dan seragam sekolah yang masih ia kenakan, Dera terlihat seperti anak yang tidak terurus. Netranya menangkap sebuah tempat di depan sana, yang ia yakini bisa menghilangkan rasa frustasinya.
Dera yang sedikit risih tetap maju melangkah masuk lebih dalam. Sesekali dirinya diberi tatapan nakal dari para pria yang ada di tempat haram itu. Dera tak mau ambil pusing, begitu menemukan meja bar utama, gadis itu mendudukkan dirinya di sana.
Seorang pria baruh baya yang sedang dalam keadaan mabuk, tiba-tiba duduk di samping Dera. Gadis itu memilih acuh, namun begitu tangan pria paruh baya itu hendak memegang pipi Dera, dengan cepat gadis itu menepisnya. Dera yang sangat sensitif hari ini spontan bangkit, hendak menamparnya.
"Dasar om-om hidung belang-"
Tangan Dera mengudara, gadis itu merasakan seseorang menahan tangannya dari belakang.
"Sayang, kamu dari mana aja? Aku cariin kamu dari tadi, ternyata kamu ada di sini" Dera yang merasa asing dengan perlakuan pria itu hendak protes "Ikutin permainan gue kalau lo mau selamat" Bisik pria itu tepat di samping Dera. Begitu Dera terdiam pria itu menyunggingkan senyumnya, lalu menarik pinggang Dera dan membawa Dera pergi dari sana.
"Lepasin!" Dera berontak begitu tangannya ditarik paksa oleh pria itu. Namun sayangnya tenaga pria itu lebih besar darinya.
"Anak kecil kayak lo seharusnya ga boleh ada tempat ini, untung gue datang di waktu yang tepat, kalau ga semua makin kacau karena ulah lo" Pria itu mendorong tubuh Dera untuk keluar dari kawasan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALVERA | EN- Lee Heeseung
Fanfiction[SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW DULU YA YEOROBUN ☺️] ga perlu deskripsi, karena cerita ini penuh dengan plot twist (aka dadakan) silahkan menilai sendiri, kalau suka vote and comment yang positif, kalau ga suka jangan ninggalin comment yang nyele...