Malvin mengangkat Dera yang masih terlihat linglung. Dera pun pasrah, lebih tepatnya tidak tahu harus melakukan apa, gadis itu hanya bisa menatap wajah Malvin yang entah mengapa saat itu ia merasa Malvin terlihat sangat tampan *Keknya lo aja yang baru nyadar Ra, wkwk -Cica.
Dera meneguk payah salivanya, menggeleng kuat kepalanya untuk kembali menemukan kewarasannya.
Malvin menunduk, menatap wajah Dera yang terlihat menggemaskan saat itu. Apa mungkin karena Dera saat itu sedang terlihat bingung, ekspresi wajah gadis itu pun tidak seperti waktu pertama kali bertemu yang meninggalkan kesan "strong girl" bagi dirinya.
Malvin tersenyum tipis, yang sialnya membuat jantung Dera berdetak kian kacau.
"Duh jantung gueeee!!!!" Berontak Dera dalam hatinya.
Malvin mendudukkan Dera di samping kursi kemudi. Setelah memasangkan sabuk pengaman pada Dera dan dirinya, Malvin melajukan kendaraan roda empat itu.
///
Sinar mentari pagi yang masuk di sela-sela gorden yang tersingkap menyapu wajah Dera hingga membuat gadis itu membuka pejaman matanya. Selang lima detik, gadis itu baru menyadari bahwa dia sedang berada di kamar asing entah milik siapa. Kamar bersuasana monokrom itu memiliki aroma Cutton Candy yang menyeruak masuk ke indra penciumannya. Gadis itu mengedarkan pandangannya, mencoba menemukan petunjuk ia sedang berada dimana. Hingga akhirnya pandangannya berakhir di sebuah objek yaitu frame foto berukuran kecil yang terpajang di meja sebrang sana.
Gadis itu perlahan turun dari kasur dan melangkahkan kakinya menuju meja itu.
"Bibi Diana?" Dera memeta foto itu dengan teliti, memastikan bahwa ia tidak salah lihat.
"Udah bangun ternyata" Dera tersentak ketika suara bariton itu datang dari belakang hingga membuat ia hampir saja merusak frame foto itu jika Malvin tidak cepat menangkapnya.
"Hampir aja, kalo sampe ini rusak, gue ga tau lo bisa pulang hidup-hidup atau ga" Dera membelalakkan matanya, spontan perlahan mendorong tubuhnya ke belakang. Suara bariton ditambah ekspresi dingin dan aura kuat Malvin saat ini membuat Dera sedikit bergetar.
"Ya... Maaf..." Ucap dera dengan suara bergetar menyembunyikan rasa takutnya. Dera sama sekali bukan tipe yang mudah takut, kecuali memang kalau menyangkut nyawa, bahkan hal itu sudah menjadi musuh lamanya.
"Hahaha, sorry sorry tadi itu gue bercanda" Ucap Malvin sambil terkekeh kecil.
Dera berdecih dan memalingkan wajahnya.
"Tapi, memang benda ini benar-benar berharga buat gue" Dera kembali melirik Malvin dengan ekor matanya. Sebenarnya Dera sangat penasaran, karena ia juga seperti mengenal orang yang ada di dalam frame foto itu.
"Emang itu siapa?"
"Ibu gue, beliau meninggal 3 tahun yang lalu" Sekarang Dera semakin yakin kalau orang yang ada di dalam frame itu adalah bibi Diana.
"Terus ibu lo meninggal karena apa?" Dera kembali bertanya untuk menguatkan dugaannya.
"Ibu gue meninggal karena...." Malvin menjeda kalimatnya, Ia sangat suka melihat ekspresi Dera saat ini.
Dera semakin memicingkan matanya, mulutnya pun ikut memberi respon dengan refleks menggigit bibir bawahnya.
"Kalau mau tau soal gue, untuk sekarang ini lo masih belum berhak" Ucap Malvin yang malah membuat Dera mendesah kecewa karena secara tidak langsung Malvin mengalihkan pembicaraan ini.
"Kenapa?" Tanya Dera dengan raut wajah sedikit kesal.
"Kalau mau tau soal gue, lo harus masuk dulu ke kehidupan gue, minimal jadi pacar gue" Ucap Malvin sambil menyunggingkan senyum nakalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MALVERA | EN- Lee Heeseung
Fanfiction[SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW DULU YA YEOROBUN ☺️] ga perlu deskripsi, karena cerita ini penuh dengan plot twist (aka dadakan) silahkan menilai sendiri, kalau suka vote and comment yang positif, kalau ga suka jangan ninggalin comment yang nyele...