I 13 : Look! Our Eyes Speak

191 11 0
                                    

   Warning! Physical violence, Nasty scene, nswf, cheating

   Boleh skip bagian ini ;)

.
.
.

   Malam yang memang kelam tak jauh berbeda ketika dalam fase mendung. Kilat dan guntur lah yang meng-alarm manusia lewat kedua indra mereka.

   "Johnny, dude, my friend. Selamat sudah bekerja keras, tapi waktu 12 taun ini jelas gak memperlihatkan kesetiaanmu. Tidak ramah dengan penumpang saja seharusnya gajimu dipotong 20%, apalagi sampai merokok saat mengantar penumpang? Ckckck."

   Bossnya itu menyelipkan kekehan meremehkan yang terdengar begitu berat karena berat badannya.

   "Orang gak ber-manner kayak kamu seharusnya sudah saya pecat sekali lihat. Baik hatinya saya ketika tahu kamu adalah kawan 'baik' saya."

   Senyum babi pendengkur itu tak luput dari pengelihatan Johnny walau sedang tertunduk. Disela parkir yang banyak mobil taxi berwarna sama itu mereka berdiri saling berhadapan. Penerimaan gaji perbulan dimulai pukul 9 setelah jam kerja, karena mereka bukan taxi online yang bekerja 24jam.

   "Gimana ini John? Saya mau kasih bonus lho, tapi setoran kamu bahkan cuma separuh dari supir yang lain."

   Johnny enggan menggetarkan pita suaranya bahkan untuk jawaban ya sekalipun.

   "Wah, untungnya saya hari ini mau main futsal."

   Itu kode, Johnny duduk bertumpu pada lututnya masih dengan kepala tertunduk. Pintar sekali bossnya ini merendahkan orang lain.

   "John... John, Kemana skill boxing lo?"

   Gaya bicaranya berubah, membuat kesempatan berbicara Johnny makin sempit.

   "This Tiddies..."

   Bugh

   Alas sepatu bertonjol itu memukul dada bidang sebelah kanannya.

   "Buat iri aja."

   Bugh

   Kali ini bagian kiri dadanya yang kena. Johnny menekan kedua bibirnya menahan sakit, berusaha tetap mempertahankan posisinya.

   Melihat itu, bossnya–atau bisa kita asumsikan sebagai teman sekolah Johnny– memandang geram.

   Kaki gemuk itu menekan dada kiri Johnny dengan gerakan seperti memadamkan puntung rokok.

   "AGrh!"

   Jari-jari tangan Johnny mengepal kuat, masih setia berada di samping kanan kiri tubuh remuknya.

   Bugh

   Kaki bossnya beralih sasaran menendang perut Johnny.

   Mereka berdua sama-sama pernah menjadi murid Muay Thai dan mantan pemain ring illegal di kota ini. Jelas kekuatan dan ketahanan mereka hampir sama, mungkin itu hanya berlaku untuk Johnny. Lihatlah temannya itu sekarang, berperut besar.

   Johnny memegangi perutnya, bahkan ia membungkuk dan dahinya hampir mengenai tanah.

   Bugh bugh

   Dua tekanan dari sepatu khusus futsal Johnny terima di punggungnya. Memaksanya untuk menggunakan kedua tangannya bertumpu kali ini.

   'Menjijikkan.'

   Johnny bak menyembah seorang tirani. Kilat dari awan di balik tubuhnya semakin mendukung gambaran itu.

   Bugh bugh bugh bugh

IRidescenT •|• NCT Family UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang