5

12 1 0
                                    



Hari yang luar biasa bagi Ara dan kawan-kawan.

"ini gue lagi ngampus apa numpang tidur aja dikelas?" Putri sedang bertanya kepada sahabatnya hanya memasang wajah manis nan kalem, seolah memang untuk memancing pertengkaran.

Dan para sahabat yang terlihat kehausan setibanya mereka di kantin langsung memborong minuman dingin tanpa mengucapkan apapun. Tahukan, prodi putri tuh jauh banget dari kelas mereka dan hanya jalan kaki saja pilihannya.

"emang jauh banget ya?"

"Lo nanya pake mikir gak?" tampaknya Zizah sudah mengeluarkan siaga 1 untuk kemarahannya.

"ya maap" sela Putri dengan senyuman merasa bersalah, pasalnya hanya dia yang kelasnya berakhir sangat lama diantara mereka berempat. Jadilah mereka kompak mengiyakan untuk menjemput sang putri tercinta yang takut lapar itu dikantin.

"Put, sumpah! Ini tujuan nya kumpul di kantin prodi lo guna nya buat gue apa?" Anya memasang wajah penuh lelahnya menatap perempuan cantik berambut coklat itu penuh heran.

"cuci mata, nohh liat!" Putri menjawab dengan penuh semangat menunjuk dengan dagu apa yang ia makhsud. Membuat Zizah dan Anya melupakan keluh-kesahnya 10 detik yang lalu.

"Alhamdulillah, seger banget!" bukan air yang dimakhsud Zizah.

"iya seger ya." dan Anya menjawab disertai anggukan polos Putri.

Ara melihat itu. Dan merasa jengah menghadapi mata keranjang sahabat liciknya.

"besok-besok kalo lo lo lo pada ngeiyain buat ngumpul disini, gue bakar nih prodi." Ucap Ara dengan wajah garang manis khasnya.

Telunjuk mungil Ara mungkin terlihat mengancam yang tertuju untuk para sahabatnya, namun ada yang aneh. Sahabatnya tidak bergeming dan membalas ucapannya, sama sekali tidak ada jawaban. Hanya tatapan memuja bukan tatapan menghina seperti biasa.

Tatapan memuja itu dirasa Ara tepat dibelakanngnya. Aneh ..

"Makhsud lo apa main bakar-bakar aja?"

Jleb. Detak jantung Ara terdengar tak beraturan. Terlihat menyamping dan memperbaiki posisi duduknya demi melihat manusia mana yang menjawabnya, walaupun rada takut dan mulai berkeringat dingin.

"makhsud lo apa nguping pembicaraan gue?" balas Ara spontan.

"wets ada juga yang galak sama Sadera." Fakhri tersenyum bangga melihat respon Ara. Para sahabat Sadera yang lain pun terlihat kaget seolah tak percaya, ada kaum hawa yang berani memutar balik pertanyaan sang idola kampus. Rio dan bagas pun terlihat memberi acuan jempol dari belakang Fakhri seolah mendapat jarum dibalik tumpukan jerami.

Sadera menatap perempuan dihadapannya dengan tajam, Ara pun mengangkat dagu seolah sudah hafal bentuk perlawanan apa yang akan ia lakukan kepada pria yang membuatnya kacau dan mendapat hukuman di hari ospek spesialnya.

"udah udah, gak usah ribut." seolah menengahi suasana, bagas duduk didepan Anya "boleh gabung kan?" tanyanya yang hanya dijawab anggukan bahagia dari ketika sahabatnya. tanpa katapun Ara paham, Sial sahabatnya memang genit dan mudah luluh jika menyangkut senyum pria tampan.

Seolah paham akan situasi, para sahabat Sadera dan Ara pun bergabung dan mulai membaur memesan makanan demi mencairkan suasana, melihat itu Ara mendesah frustasi. Mencoba bersabar dan mengingat kembali dosa terbesar apa yang ia lakukan sehingga ia dipertemukan oleh manusia itu.

Manusia yang dimakhsudnya adalah Sadera, yang sudah mulai risih dan merasa tak ingin bergabung jika para sahabatnya sudah beraksi dengan perempuan, ia paham dan yakin sekali bahwa berurusan dengan perempuan adalah hal yang merepotkan, terkecuali jika menyangkut tentang bundanya,

"Namanya Clara" ucap Zizah seolah memperkenalkan sahabatnya kepada semua orang. Dan tatapan mereka pun tertuju pada sang punya nama.

"Hai Clara, gue Fakhri. Anak fakultas disini, hobi basket, ganteng, berkecukupan, dan bisa diandelin. Panggil aja sayang, gapapa kok. Gue jomblo" mendengar itu seruan heboh disertai tawa dan hinaan tertuju ke fakhri.

"Gue Rio, dari fakultas teknik. Salam kenal ya." ucap pria dengan baju hitam disertai tampilan yang menurut Ara memang pantas disebut mahasiswa khas teknik.

"Gue Arjuna, panggil juna aja. Dan ini Kahfi," pria yang kelihatan rapih nan bersih itu bernama juna dan menepuk pundak seseorang yang sedang asik dengan makanannya, terlihat menatap Ara dan mengangguk seolah menyapa.

"Gue Bagaswara, lebih tepatnya sih dipanggil Bagas. Yang paling pojok itu namanya Daren," Daren terlihat melambaikan tangan sambil mengenggam ponsel miliknya, tersenyum hangat menyapa Ara. "Dan orang yang lo makhsud nguping tadi, nih. Namanya Sadera." tepuk bagas ke pundak Sadera seolah menyiratkan untuk menyapa Ara, yang hanya dibalas tatapan heran dan enggan.

"Clara, panggil Ara aja." responnya singkat disertai senyuman tulus, tanpa menatap wajah Sadera sama sekali. Merasa jika dirinya benar-benar disinggung, Sadera berdiri dan berjalan tepat di hadapan perempuan yang tak memperdulikannya.

Menarik paksa tangan perempuan itu, "ngapain lo?" ucapnya sengit terlihat penuh dendam sekali rupanya. Tak ada respon apapun dari Sadera, ia hanya menatap dengan tajam penuh sesuatu dibaliknya. Mata cantik milik Ara pun seolah paham dan mengikuti langkah besar sang pemilik mata tajam itu dengan penuh kesabaran.

Gedung tua

Gedung andalan menyeramkan nan sepi yang berdekatan dengan kantin yang penuh dengan keramaian, gedung yang selalu digunakan mahasiswa nakal untuk membolos disaat masa-masa sibuk perkuliahan. Ada beberapa ruangan kosong bekas pakai, yang belum terenovasi ulang dan terbengkalai.

Tapat sekali, sepi dan mampu mengundang keringat dingin Ara saat ini. "ngapain sih?!" sentak ara saat sedang berada di koridor gedung tua. "diem!" suara bass itu mulai menggema. Perasaan Ara mulai tidak enak, firasatnya mengatakan akan ada perang antara dirinya dan sang pemaksa itu.

Ara menatap Sadera lebih dekat. "atas dasar apa lo berani bentak gue?"  dan tatapan itu sungguh mengusik Sadera saat ini. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SADERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang