Chapter 1 : Sedekat Itu

8 11 1
                                    


Rintik hujan jatuh membasahi setiap bagian yang dilewati, namun bukan berarti semua basah ada bagian yang kering karena terlindungi. Untuk manusia, ada berbagai sudut pandang saat melihat peristiwa ini namun ada tiga yang pasti yaitu positif, netral, ataupun negatif. Novelis, gadis yang diam didepan jendela kamarnya termasuk tipe yang ketiga.

Kalau ditanya alasannya, Novelis punya banyak alasan mengapa Ia tidak menyukai salah satu nikmat yang Tuhan berikan itu.

"Kapan ya terakhir kali ?" Tanyanya pada ruang hampa. Ia langkahkan kakinya kembali ketempat tidur, berhubung hari Minggu tak ada yang bisa memaksanya keluar dari kamar.

Kruyuk

"Sial..." Novelis memeluk perutnya yang berbunyi minta diisi, baru berniat untuk malas-malasan dikasur empuk tapi, apa boleh buat tidurnya tidak akan nyenyak dengan perut kosong.

Novelis beranjak untuk mengisi perutnya, Ia lirik meja makan yang kosong melompong, diatas sofa Hera, ibu Novelis sedang tertidur dengan majalah yang menutupi wajahnya.

"Dasar, kenapa baca majalah anak muda sih, mamak-mamak ini gak sadar umur rupanya." Gumamnya mengambil majalah yang bahkan tidak minat Ia baca. "Mak, pindah kekamar sana." Dengan asal Novelis membangunkan ibunya.

"Hmm..." Hera hanya menggumam sebagai balasan, bergerak sempoyongan menuju kamarnya. Novelis menggelengkan kepalanya.

"Mak, nitip sarapan gak nih ?" Tanyanya mengingat Hera yang pasti tidak mau repot membuat sarapan.

"Lontong biasa Velis !" Seru Hera.

"Tentang makanan cepat nyahutnya." Gumam Novelis, mengambil dompet Ibunya yang ada diatas meja. "Dompetnya awak bawa ya Mak !"

Tidak memerlukan jawaban Novelis bergegas untuk membeli sarapan dengan payung yang akan melindunginya dari rintik hujan.

Berhubung Harnis, Kakaknya yang perawat masuk malam, jadilah tidak ada yang membuatkan sarapan. Novelis jangan ditanya Ia bahkan tidak pernah masuk area yang bernama Dapur itu, Ia cukup trauma saat rendang yang Ia jaga gosong.

"Buk lontong dua bungkus ya !" Serunya saat sudah sampai di warung lontong langganannya.

"Velis, teman sekolahmu ada yang baru pindah kesini loh." Bu Rasti, memberikan informasi yang menurut Velis tidak penting.

"Ibu tau dari mana ?" Tanyanya, tidak mungkin ia mengabaikan Bu Rasti yang terkenal biang gosip, bisa-bisa ia dighibahi saat emak-emak lingkungannya mengadakan acara wirid.

"Dia pindah ke kontrakan pak Gundul, disamping rumahmu. Kesempatantuh Velis, ganteng orangnya kan lumayan kalau pacaran dekat ngapelnya." Novelis tidak mengerti mengapa emak-emak suka sekali bicara, Novelis hanya mengangguk kan kepalanya tidak berminat. "Kata Gadis, dia juga penulis buku cerita apalah namanya, ibu kurang paham." Lanjut Bu Rasti.

Novelis yang awalnya tidak berminat mendadak kepo, ini bahaya impiannya bisa gagal jika adalah saingan baru di lingkungannya.

"Penulis Bu, satu sekolah sama awak ?" Tanyanya.

"Iya kak, gadis dapat tanda tangannya." Gadis yang baru datang menyahut sembari meletakkan piring yang baru Ia cuci.

"Penulis apa ?"

"Novel Gak Peka kak, katanya juga mau dijadikan film nanti. Padahal novel pertama yang dibuat, hebat deh gadis juga suka ceritanya tapi, gak sangka penulisnya secakep itu." Jelas Gadis, Novelis mencoba mencerna informasi yang baru Ia terima.

"Novel yang kau pinjami ke kakak waktu itu ?" Tanya Novelis memastikan.

"Iya, yang hampir kakak buang karena kecewa  sama endingnya. Satria Prayoga, satu sekolah juga sama kakak." Jawab Gadis. "Kak Velis ini keterlaluan, padahal kak Satria udah pindah sejak 2 bulan lalu. Bagi-bagi kue juga ke tetangga." Gadis menggeleng miris, tetangganya yang satu ini memang tidak tau diri. Tidak menyadari cowok seganteng Satria, tidak heran mengapa Novelis jomblo pikirnya.

My Sad Boy ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang