[07: Misi Baru]

1.3K 184 10
                                    


Pagi harinya, selepas membantu Aoi-san mengantar obat untuk pasien, aku kembali melatih teknik pernafasanku. Seperti yang kukatakan sebelumnya, fokusku saat ini yaitu menguasai tarian musim dingin yang kupadukan dengan pernafasan es.

Tarian ini kupelajari saat aku masih berusia 5 tahun. Keluargaku memintaku untuk mempelajari tarian ini sedini mungkin tanpa mempedulikan fisikku yang masih seorang anak-anak. Didikan dari keluarga kami sangat keras.

Tarian ini biasa ditampilkan pada minggu pertama setelah turunnya salju. Dilakukan oleh keluarga kami sebagai bentuk persembahan kepada para dewa juga untuk membuang sial selama setahun kedepan.

Penarinya merupakan para gadis dari anggota keluarga kami yang belum menikah. Kami diharuskan menari selama tiga jam berturut-turut hanya dengan mengenakan dua lapis kimono dalam suhu yang dapat mencapai 0°C.

Walaupun dilakukan di dalam sebuah ruangan, tetap saja suhu dinginnya merasuki kulit dan menembus hingga ke tulang. Aku sempat terkena demam hingga beberapa hari saat pertama kali mempelajari tarian ini. Meski begitu, aku berhasil menguasai tarian ini dengan baik setahun setelahnya dan mulai menarikannya di depan anggota keluarga yang lain.

Tarian ini memiliki tempo yang lembut mendayu-dayu pada bagian awal. Namun menjadi semakin cepat seiring berjalannya waktu, dan kembali melambat pada akhir tarian. Jika tempo yang dimainkan benar, kami dapat mengulang tarian hingga enam kali.

Aku menghunuskan nichirin yang baru selesai ditempa kemarin. Untuk sejenak aku memperhatikan warnanya yang indah. Nichirin dengan warna biru langit, hanya pengguna pernafasan es saja yang dapat memunculkan warna ini.

Oh iya, tentang tariannya, aku memakai gerakan pada tempo cepat. Setelah beberapa saat kupelajari, gerakannya jauh lebih efektif dibanding menggunakan tempo lambat.

Di depanku saat ini terdapat sebuah pohon. Untuk sebuah kekuatan besar, tentunya memerlukan sasaran yang besar pula. Oleh karenanya, aku meminta izin Shinobu-sama untuk memakai halaman belakang yang masih terdapat beberapa pohon liar.

Aku memejamkan mata dan mulai memantapkan niatku. Kuambil nafas sedalam-dalamnya dan melakukan kuda-kuda. Kulebarkan jarak pada kakiku. Tangan kiri berada di depan dada dan tangan kanan memegang nichirin secara horizontal di depan wajah.

Saat membuka mata, seluruh fokus kupusatkan pada target. Aku mulai mengatur pernafasan dan menyelaraskan kerangka, aliran darah, serta kontraksi otot.

Selanjutnya dengan gesit aku memutar seluruh tubuhku 360° dari menghadap pada pohon kemudian membelakanginya dan menghadap pohon lagi. Kaki kananku yang berada dibelakang turut berputar membuat gerakan melingkar seperti sebuah jangka dengan kaki kiri sebagai tumpuan.

Tangan kananku memegang nichirin dengan kuat. Kutingkatkan kekuatan pada lengan serta pernafasan. Hingga akhirnya dalam hitungan detik aku dapat menebas batang pohon itu. Hawa dingin sedikit terasa akibat dari tebasan cepatku.

Tak sampai disitu saja. Setelah satu kali tebasan, kubelokkan arah tebasan nichirin-ku untuk tebasan yang kedua. Aku membelokkannya ke arah bawah sehingga pohon tersebut tumbang dan terpotong menjadi tiga bagian.

Pada penari, gerakan ini biasa dilakukan menggunakan dua kipas yang digenggam menggunakan kedua tangan. Saat memutar tubuh, penari membuka kipas pada tangan kanan yang sebelumnya tertutup. Sedangkan tangan kiri memegang kipas yang terbuka untuk menutupi mulut dan hidung.

"Hahh hah" tepat sesaat setelah pohon itu tumbang, aku buru-buru mengambil nafasku kembali.

Kuda-kuda ini terlihat sangat mudah, namun membutuhkan teknik pernafasan yang kuat mengingat hanya menggunakan satu tangan dan melakukan dua kali tebasan dalam satu waktu.

By Your Side || T. MuichiroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang