1.

120 11 0
                                    

Hanya untuk menyelamatnya diri, hanya untuk berlindung, bagaimana pun manusia memang memerlukan pelindung. Meski, semua penuh kebohongan mendalam.

Mengawali hari dengan berjalan kaki santai menuju kampus, adalah kebiasaan favorit Utahime. Keadaan pagi ini di London, Inggris seperti biasa sejuk-jelas ini dikarenakan masih pagi. Utahime tersenyum kecil selintas melihat anak kecil bermain di salah satu taman, terdekat apartemen Utahime. Beruntunglah Utahime menyewa apartemen yang penghuninya lumayan sepi, meski rada menguras kantong.

Ketika sampai Utahime dikejutkan oleh sambutan selamat pagi Shoko, sahabat kampusnya. Tidak lupa dengan Geto yang selalu disampingnya, pemandangan yang selalu membuat Utahime tersenyum tiada lepas. Akibat memiliki sahabat yang berpacaran, kadang perasaan "itu" ingin Utahime rasakan juga. Benar-benar ingin ia rasakan.

"SELAMAT PAGIIIIII UTAHIME!" Kini Utahime serta kedua sahabatnya sedang menuju kantin kampus, sarapan.

"Pagi Shoko, pagi juga Geto. Kabar kalian?" Mulut Geto belum juga menyemburkan suara, namun Shoko sudah terlebih dahulu menjawab.

"Jelas baik, bukan begitu sayang?" Geto mengangguk sebagai jawaban.

"Tiada detik, menit, jam bahkan hari sekali pun kalian selalu bareng. Kadang gue iri, sialan."

"YA MAKANYA JANGAN SENDIRI TERUS, lo nya juga rada-rada. Laki-laki di kampus udah mati-matian kasih bukti mereka suka, tapi lo nya malah nolak." Mulai lagi.

"Masalahnya gue nggak ada rasa, sama aja bukan?" Geto menggangguk sekali lagi, namun diselingi oleh suara berat seraknya.

"Gue setuju, toh juga kalo Utahime ada "itu" apa lo nggak bakal marah?" Utahime paham, lantas tertawa kecil. Kalimat yang dimaksud Geto, adalah kecemburuan antar sahabat. Percaya atau tidak, setiap ada seorang laki-laki mendekati Utahime-Shoko yang paling pertama mengintropeksinya.

"Kalo gitu, gue langsung ke kelas dulu. Istirahat siang, lo info aja ke gue."

"Siap!" Balas Geto, Shoko masih termenung terhadap isi pikirannya. Entah apa yang dirinya pikirkan.

"Secepatnya, lagi beberapa hari gue pastiin Utahime nggak sendiri lagi." Geto tak menjawab, lebih memilih untuk menghabiskan roti isi yang dibelinya. Namun, mungkin itu akan terjadi.

Tak butuh waktu lama, mesin minuman itu mengeluarkan kaleng kopi pahit kesukaan Utahime. Suara desis saat membuka kaleng kopi, membuat Utahime rada menjauhkan diri. Takut kena, meski kemungkinannya kecil. Hari mulai sore, Utahime tak punya niat untuk balik ke apartemen. Membaca buku, mungkin hal terbaik. Keadaan sepi, kursi yang Utahime duduki pun juga hanya ia seorang.

Memandang langit di sore hari dapat meredakan kecemasan hati, Utahime percaya itu. Ia lupa pernah mendengarnya darimana, lupakan. Mungkin itu dari sebuah quotes internet. Kaleng kopi itu tiba-tiba saja jatuh, tumpah. Sedikit. Buru-buru Utahime membersihkannya dengan tisu kering. Pandangan Utahime pelan-pelan beralih ke tangan kekar di sebelahnya, tepat.

"Ah, maaf. Gue kira lo butuh bantuan, tapi di lihat dari pandangan mata lo. Kayaknya nggak." Sesinis itukah pandangan matanya?

"Maaf maaf, gue cuma kaget. Sebelumnya thanks udah bantuin gue." Laki-laki tersenyum manis, rambut putih seputih salju serta kedua manik mata biru laut-Utahime sedang melihat apa?

"Ahahaha, santai santai. Gue cuma bercanda kok, habis gue heran kok ada perempuan berani di tempat sepi begini. Untung ada gue." Tingkat kepedeannya membuat Utahime tertawa kaku.

"Gue udah sering kesini sendiri, sampai sekarang nggak terjadi apa-apa. Rahmat Tuhan." Laki-laki di depannya ini mengangguk, mereka masih berdiri saling berhadapan.

"Syukur, kalo gitu mau pulang bareng? Toh hari juga udah mulai malem." Kebingungan menyeliputi benak Utahime.

"Terima kasih, tapi rasanya nggak usah. Gue bisa sendiri. Gue duluan." Laki-laki itu tidak menu jukkan reaksi apapun, lantas Utahime dengan langkah cepat meninggalkannya. Namun, sebelum itu.

"IORI UTAHIME, LO MAU JADI PACAR GUE NGGAK?" Tanya laki-laki itu dengan nada teriak, Utahime membalikkan badan terkejut. Tubuhnya berdiri tak jauh dari tempat sebelum ia beranjak ingin pulang, laki-laki itu mendekat. Tangan kanan Utahime menjadi tempat sempurna untuk bibir Gojo, ciuman kecil itu mendarat tanpa lika-liku yang dibayangkan, Gojo. Gojo Satoru.

another side - Gojo x Utahime. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang