▶ DISCLAIMER ◀
Cerita ini murni dari hasil pikiran dan imajinasiku sendiri. Tempat berlatar belakangkan suasana pulau Jawa tempo lama yang hanya sebatas imajiner penulis. Visual yang digunakan di dalam cerita sama sekali tidak mencerminkan sifat dan sikap dari tokoh di dunia asli. Saya melarang keras plagiasi. Copyright berdasarkan hukum.
Seperti biasa, aku menyarankanmu
untuk memakai background warna putih.# Dikarenakan aku pakai beberapa
kata klasik (kl), kolom komentar
terbuka bebas bagimu yang mungkin
awam terhadap suatu kata tertentu.
Aku akan jawab sepengetahuanku!# tapi sebelum itu, aku udah paparin
beberapa kata serta artinya sesuai
perkiraan di kolom komentar !Selamat menikmati <3
Gurat oranye mengadunkan cakrawala terik. Gumpal mega megah jua setia menemani, membawa desir teduh bagi segenap yang berada dalam arik tudung angkasa.
Sang Puan, duduk, menilik senja dalam senyap. Setengah jam lamanya ia terus berdiam diri. Tak banyak yang ia lakukan. Hanya, sejenak, mengatup ain jelaganya, kalakian melepas napas ringan.
Hanya itu.
Punggung ia tegakkan, bahu ia lemaskan. Kakinya mengayun ringan seraya mengimbuhkan lengkung tipis.
"Dek Ayu."
Kepala ia tolehkan, "Mas? Ada apa?" tanya sang Puan diiringi senyuman yang kian melebar. Decit samar terdengar kala sang lawan tutur kata melungguh di atas alas berupa kayu tua. "Adek yang ada apa?"
"Ita nggak apa-apa kok, Mas." Ia menjawab, tetap pada intonasi yang sama.
Harita Pertiwi Sasmita, yang kerap kali memanggil dirinya dengan Ita, nama elok milik sang Puan yang telah hidup dua puluhan karsa lamanya. Kini tengah membalas tatap penuh afeksi sang tali jiwa, Yasa Raksaka. "Sungguhan?" Harita mengangguk guna meyakinkan.
"Lalu, kenapa Adek duduk diam begini saja sedari tadi? Sungguhan nggak ada yang lagi Adek pikirkan? Kalau ada apa-apa, beri tahu Mas."
Tergelitik hatinya mendengar lantun nada kalimat cemas yang Yasa beri. Semburat merah jambu melintas pada wajahnya. Lengkung tersipu mekar tanpa izin sang pemilik raga. Sang Puan melepas temu mata dan menatap asal objek yang ada di sekitar. Kunca berisikan buah-buahan, misalnya.
"Em, yah, memang ada, tetapi ... begitulah." Berdiri di antara rasa malu dan ragu. Malu, hatinya masih juga berdesir hangat oleh karena laku sang terkasih. Ragu, ia dibesarkan dengan lingkungan dimana pendapat seorang wanodya tidak lah penting. "Mungkin nanti baru akan Ita beri tahu." Mengimbuh lirih, "Mungkin ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menilik Senja
General Fiction一[ ᴏɴᴇsʜᴏᴏᴛ ][ ʟᴏᴄᴀʟ ][ ᴄʜᴏɪ ʏᴇᴏɴᴊᴜɴ ] ❛ Tatkala mentari melintasi ufuk akhir hari. ❜ #1 diksi 24/3/22 Published: 18/3/22 © tubinx | all rights reserved