EPOCH1

13 3 0
                                    

Malam yang dingin di sebuah pondok dekat hamparan sungai yang luas, dimana Ainun dan sang dayang nya di tahan oleh tentara Jepang.

Ainun menyimpan dendam kepada para tentara Jepang itu, karena mereka sudah membunuh bapaknya. Sekarang pun ia masih menangisi kepergian bapaknya, walaupun bukan sosok pahlawan bersenjata tapi menurut Ainun bapaknya itu sudah cukup melindunginya.

Gadis itu melihat sekelilingnya yang terlihat remang-remang cahaya, karena hanya ada satu lampu minyak yang bertengger di sisi meja. Ia pikir ini bukanlah penjara, melainkan tempat persinggahan. Di lihat dari perabotan rumah yang lengkap serta rapih, namun kenapa ia di bawa kemari? Bukankah seharusnya ia di jebloskan ke penjara dengan warga yang lain.

Dayang setianya yang akrab dipanggil bik Mumun itu terlihat diikat jauh darinya, lebih dekat dengan posisi dapur. Bik Mumun terlihat pingsan.

Ainun merintih karena pergelangan tangannya terasa perih dan nyeri akibat tali tambang yang mengikatnya dengan kuat.

Sampai terdengar suara gerbang besi yang terbuka, dan langkah kaki yang beradu menghampiri pondok. Ainun meringkuk takut di pojokan, ia takut akan di siksa atau terbunuh oleh tentara Jepang.

Pintu pondok terbuka, melihatkan suliet tubuh gagah terpancar dari sinar rembulan malam.

Ainun dapat melihat satu tentara Jepang yang membawanya, bukan yang membunuh bapaknya, yang satu ini terlihat seperti memiliki profesi sebagai atasan.

Nanar nya beralih menatap Ainun dengan datar, tentara Jepang itu kemudian melangkah menghampiri Ainun.

"Jangan mendekat!" Teriak Ainun ketakutan, bahkan pelupuk matanya sudah merintih kan air mata.

Namun seolah-olah tuli, tentara itu tetap menghampiri Ainun. Walaupun tak membawa senjata akan tetapi tentara itu tetap terlihat menakutkan.

Saat berdiri di hadapan Ainun, tentara itu kembali bersimpuh lutut seperti saat pertama kali ia melihatnya.

"konbanwa.. ogenki desuka??" (Selamat malam.. Apa kabar??) Tanya tentara itu sembari menyunggingkan senyuman tipis.

Ainun mengerti bahasa Jepang, bahkan lumayan fasih karena ia adalah gadis yang berpendidikan.
Tapi mulutnya terasa Kelu untuk menjawab semuanya.

"Anda sepertinya mengerti bahasa Jepang" ucapnya beralih bahasa Indonesia.

Ainun melotot tak percaya.

"Karena anda menjawab pertanyaan saya dengan tepat tadi siang?" Tebak tentara itu tetap.

Ainun kembali memutar otak nya, dan mengingat kejadian dimana ia menjawab pertanyaan tersebut.

Tentara itu tertawa kecil "saya rasa nona emang berpendidikan."

"Jangan terlalu takut, tidak semua orang Jepang itu jahat."

Tangan kekar itu terjulur ke hadapan Ainun "saya Nishimura Riki, cucu dari jenderal Hitoshi imamura."

Ternyata tentara dihadapannya ini bukan orang main-main.

Riki bergeming, menarik tangannya kembali karena melihat Ainun enggan untuk menyalaminya. Ia terkekeh kecil, "ternyata anda masih takut dengan saya."

Riki melepas topi tentara nya, kemudian menatap wajah Ainun yang terlihat cantik dengan linang di pelupuk matanya.

"Anda pasti bertanya-tanya kenapa saya membawa anda kesini, dan tidak menggabungkan anda dengan yang lain."

Ainun tertegun mendengarnya.

Riki terkekeh "saya pun sebenarnya tidak tahu persis kenapa, tapi" Riki menjeda ucapannya, lantas menyamakan tatapannya hingga terkunci dengan manik indah milik Ainun "saya kagum dengan anda."

EPOCH[NISHIMURA RIKI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang