Pov on
Gundah mengusik jiwaku, kala itu aku termenung menatap keramaian yang dipenuhi canda tawa. Hiruk pikuk keramaian, aroma parfum yang menguar diudara semakin terasa. Hilir mudik pengendara jalanan terus berlalu, mereka manusia yang dipenuhi kesibukan. Aku Aeera Myrandia Pyralis gadis berusia 19 tahun, yang jauh berbeda dari orang - orang. Hidupku kosong namun tak juga bahagia, aku bahagia. Iya aku bahagia, selalu. Aku suka menjalani hari - hariku seperti ini, tapi disisi lain aku tertekan. Keadaan serta kenyataan seolah menghantam kuat jiwaku, bahwa aku tidak bisa selamanya seperti ini.
Pagi, siang, malam, berlalu begitu cepat memutar orbitnya. Namun aku masih ditempat yang sama, waktu, serta perasaan yang sama. Tidak ada yang berubah, dan aku rasa tidak akan pernah. Tujuan, serta mimpi yang coba aku raih menguap begitu saja. Seolah takdir telah memutuskannya. Apapun yang coba aku raih selalu gagal, seolah ada tembok besar yang menghalanginya. Mataku masih terpaku ke depan, namun aku tidak melihat siapapun. Pikiranku kosong, memikirkan masa yang akan datang. Meski tidak terpejam aku tidak bisa melihat siapapun.
"Hei."
Aku tersentak kaget, seseorang tiba - tiba menepuk pundakku. Sejenak aku menarik nafas kemudian menghembuskannya perlahan, ini adalah kelemahan terbesarku yaitu aku tidak bisa bertegur sapa dengan orang tidak dikenal. Aku bukannya pemalu, ataupun takut dengan orang lain tapi saat bertegur sapa dengan orang lain, apalagi orang yang baru saja tidak aku kenali aku menjadi takut, panik, dan gugup menjadi satu.
"Hm, iya?" jawabku setelah menghela nafas berkali-kali, karena ini sungguh menguji adrenalinku.
Didepanku kini ada seorang gadis yang mungkin sebaya denganku, dan ia tengah tersenyum hangat.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya sembari mendudukkan dirinya disampingku, di sebuah bangku taman yang berada di tengah - tengah keramaian. Entah apa yang kulakukan disini.
"Hei!"
Aku tersentak, setelah gadis itu menepuk pundakku berkali - kali. "Apa yang kau lamunkan?" tanyanya sambil tertawa.
"T-tidak ada." jawabku sambil tersenyum kikuk. Sial, aku terbata. Entah apa yang gadis ini pikirkan tentang diriku.
"Santai, kenapa kau gugup? Apa yang kau pikirkan?"
"Tidak ada, memang apa yang bisa aku pikirkan ditengah keramaian seperti ini." jawabku sambil menatap lurus ke depan. Pasti wajahku terlihat bodoh sekarang.
"Nah itu yang coba aku tanyakan sejak tadi. Apa yang kau lakukan disini, dan dari kejauhan aku lihat kau melamun. So?"
Aku menghela nafas panjang dan memejamkan mata sejenak. Siapa gadis ini? Kenapa dia suka sekali bicara? Dan kenapa dia suka sekali bertanya - tanya tentang diriku? Ini sedikit menyebalkan.
"Aku disini hanya untuk mencari angin, dan aku tidak melamun sama sekali." ujarku sambil menatap matanya yang terlihat semakin bertanya - tanya itu. "Kau sendiri, apa yang kau lakukan disini?" tanyaku padanya, berharap ini dapat mengalihkan pembicaraan. Karna aku benar-benar tidak suka orang lain penasaran dengan apa yang aku lakukan.
"Aku?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri, kemudian seutas senyuman terbit di sudut bibirnya. "Hanya jalan - jalan biasa." lanjutnya lagi lalu gadis itu terlihat merogoh saku celananya. Entah apa yang ia cari, aku tidak tau dan tidak mau mengetahuinya. Toh, bukan urusanku juga, lagipula aku tidak suka ikut campur urusan orang lain. Buat apa bertanya, jika hanya dikira penasaran bukan peduli.
Aku mengalihkan pandanganku, menatap jalanan yang masih dipenuhi oleh kesibukan orang -orang. Meski kini matahari telah jatuh perlahan ke peraduan, tak membuat para pekerja keras itu berhenti dari aktivitasnya untuk sekedar melepas penat.
"Kau mau?" tanya gadis itu sambil menyodorkan sebatang nikotin.
"Tidak, terimakasih."
"Yakin?"
Aku memutar bola mata malas, kemudian menatapnya dan berkata "Sungguh, tidak terimakasih."
"Kenapa tidak? Ini bisa membuat pikiran lebih tenang." ujar gadis itu sambil terlihat menghisap sebatang nikotin yang berada di sela jarinya. "Lagipula udara juga mulai dingin, dan langit sudah mulai gelap. Ini bisa membantu menghangatkan tubuhmu." Asap nikotin itu mengepul di udara, aku masih menatap ke depan, menatap langit senja yang terlihat semakin pekat ditelan oleh gelapnya malam.
"Siapa namamu?"
"Aku?" Lagi - lagi gadis itu menunjuk dirinya sendiri sambil tersenyum, "Jasmine, Jasmine Glaryna itu namaku." lanjutnya sambil mengulurkan tangannya. "Aeera." jawabku sambil menyambut uluran tangannya, meski tanganku terasa gemetar dan kebas.
Pov off
Langit semakin gelap begitu pula basa-basi singkat yang cukup menguras tenaganya telah usai. Jasmine, gadis itu pergi setelah memaksa untuk bertukar nomor dengannya. Entah apa tujuannya, namun ia tak peduli. Lagipula untuk apa seorang Jasmine menyapa gadis sepertinya?
Aeera melangkahkan kakinya, hari sudah gelap dan ia akan kembali pulang. Keramaian yang semakin menyapa membuatnya tersenyum canggung. Udara malam yang menyentuh kulitnya terasa cukup dingin, namun terasa begitu bebas. Apa yang kita kejar dalam hidup? Pertanyaan itu seringkali muncul dalam benaknya.
Kalut dengan pikiran apa yang hilang dan kembali dalam hidupnya, tidak terasa ia telah sampai. Gadis itu menatap bangunan yang menjulang di hadapannya. Menghela nafas pelan Aeera berjalan dan membuka pintu perlahan. Suara decitan yang begitu nyaring membuatnya tersadar jika bangunan sepi ini tidak pantas untuk di sebut rumah.
Tapi tidak apa-apa karena hal ini sudah biasa baginya, dan ia sudah sangat terbiasa. Seperti biasa Aeera akan pergi ke meja makan dan membaca surat dari bundanya. Sudut bibirnya terangkat, dan Aeera tersenyum getir. Seperti biasa bundanya akan lembur hari ini. Matanya menerawang melihat deretan kursi yang kosong di depan matanya. Untuk apa semua ini?
"Hufftt...bunda Aeera kangen..." gumamnya pelan, rasanya ia tak nafsu makan dan gadis itu beranjak dari duduknya dan langsung pergi ke kamarnya.
Mandi dan langsung pergi tidur, hanya itulah roda dalam hidupnya. Ah tidak, belakangan ini ia suka menulis.
"Apakah yang manusia kejar itu uang?" gumamnya sembari menyangga dagunya seperti tengah berpikir, namun setelahnya Aeera terkekeh. "Tidak, bukan uang..."
"Tapi ketenangan..." lirihnya pelan dan menutup dirinya dengan selimut tebal, sepertinya akhir-akhir ini tidurnya bagus.
***
"T-tidak, jangan..."
Dibawah kegelapan yang diterpa sinar bulan, ia bisa melihat senyum mengerikan dari pria itu. Senyuman yang membawanya ke lorong waktu yang mengerikan. Gadis itu memundurkan tubuhnya, keringat dingin terus mengucur. Ia takut, sangat takut.
"Mau kemana sayang?" bisik pria itu sembari menempelkan benda tajam ke wajah gadis itu. "Ini rumahmu, jadi jangan takut..."
"L-lepaskan aku..." lirihnya terisak, nafasnya semakin sesak ketika pria itu menghembuskan asap nikotin di wajahnya.
"Uhuk...uhuk..."
"Kau terbatuk? Maafkan aku..." pria tersebut segera membuang puntung rokoknya asal dan memberikan segelas air pada Aeera.
Hal yang tidak ia mengerti sama sekali, sampai hari ini adalah perubahan sifat pria itu begitu cepat.
"Bipolar!" desis gadis itu tajam.
PLAK!
Wajahnya panas, dan sudut bibirnya mengeluarkan darah.
Nyatanya ketenangan tidak pernah ada dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kegilaan Sang Mantan
RomanceDitinggalkan oleh segalanya kecuali bundanya yang gila kerja, membuat Aeera merasa kesepian setiap saat. Namun sejak kembalinya sosok lelaki itu dalam hidupnya, membuat rasa sepi itu sirna dan tergantikan oleh mentari yang baru. Meskipun sedikit tox...