7. Blood

866 35 0
                                    

Iris mata amber itu menatap Gandi tajam, semudah itu bundanya mengatakan agar lelaki ini senantiasa menjaganya. Tidakkah bundanya sadar, bahwa putrinya tengah ditemani oleh seekor harimau lapar yang kapan saja bisa menerkamnya.

"Oke sayang, gue tau lo pasti bosen dirumah kan?" kekeh lelaki itu tanpa dosa.

Aeera menatap Gandi malas, lalu menutup dirinya dengan selimut. Persetan dengan keberadaannya, ada atau tidak ia tidak peduli lagi dengan itu.

"Aeera!" teriak lelaki itu keras, sungguh ia tidak suka diabaikan. Melihat jika gadisnya tidak bergeming ia bersedekap dada, mari kita lihat sampai mana dia akan bertahan. Gandi terkekeh, gadisnya memang imut dan ia semakin tergila-gila karena itu.

Keheningan terjadi beberapa saat, hingga lelaki itu sadar apa yang harus ia lakukan sekarang. Tanpa menoleh pada seorang gadis yang tengah berbaring dengan nyaman, Gandi melangkahkan kakinya keluar kamar gadisnya dan tak lupa mengunci pintu.

"Tunggu aku sayang..." gumamnya seraya terkekeh kecil. Ini akan jadi hal yang menarik.

Blam!

Pintu tertutup sempurna dan Aeera mengumpat di balik selimutnya, "Brengsek!" Entah apa yang lelaki itu akan lakukan, tapi yang pasti ia harus keluar dari kamarnya. Dari sekian banyaknya manusia, sepertinya cuma dirinya yang menjadi tawanan di rumahnya sendiri. "Gandi, beraninya lo ngunciin gue!" desis Aeera kesal ketika ia tidak bisa membuka pintu kamarnya sendiri. Begitu juga dengan jendela dan balkonnya.

Aeera mengacak rambutnya kesal, ia merasa bingung dengan dirinya sendiri karena pernah mencintai seorang lelaki seperti Gandi. Namun terkadang hati tidak bisa memilih siapa yang kita cintai, karena rasa itu datang tak diundang.

Gadis itu berlari kesana kemarin sembari menggigit kukunya cemas, seketika ia lupa dimana menaruh seutas tali. "Fuck! Tali, tali, ayolah..." gumamnya cemas sambil mengacak isi kamarnya. Dari sekian yang ia geledah, ia melupakan satu hal yaitu di bawah kasur. Aeera berbinar, ternyata ia menyimpannya di bawah kasur. Dengan cepat gadis itu mengambil kursi, untuk memecahkan jendela balkon kamarnya. Namun sebelum itu terjadi, sebuah pisau tiba-tiba menancap sempurna di bahunya.

"Arghh!" pekiknya kesakitan dan terduduk lemas di lantai, bahunya yang terasa panas ketika pisau itu menancap dan darah segar yang mengalir membuatnya ambruk.

"Mau kabur lo heh!" sinis Gandi dan menghampiri Aeera yang merintih kesakitan. Tanpa dosa lelaki itu mencabut kasar pisau itu dari bahu Aeera.

"G-Gandi, sakit...." lirih Aeera lemas sembari menutupi bahunya yang terus mengeluarkan darah segar dengan tangannya. Lelaki itu lebih nekat dari yang ia pikirkan.

"Jangan salahin gue berbuat kasar, karena lo yang memulainya!" desis Gandi sembari merobek paksa baju Aeera lalu mengobati lukanya.

Aeera memekik kaget kala lelaki itu mengobati lukanya dengan kasar. "Bisa nggak sih lo lembut sedikit?!" teriaknya marah.

Gandi menghela nafas lelah, ia tidak ingin menyakiti gadisnya namun karena panik Aeera akan meninggalkan dirinya, tangannya melempar pisau itu begitu saja.

Setelah sentuhan terakhir dengan balutan perban, Gandi bangkit dan mengambil paper bag yang ia bawa tadi. "Nih pakai!" ujarnya sambil melemparnya pada Aeera.

Aeera mengernyit heran sambil mengamati apa yang lelaki itu lempar padanya. Dress hitam yang cukup terbuka. "Lo gila?" sinisnya dan kembali melemparnya pada Gandi yang tepat mengenai wajah lelaki itu.

"Pakai! Atau gue patahin leher lo!"

Kegilaan Sang MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang