- 20 -

84 24 4
                                    

Hari itu bahkan bukan minggu, atau waktu-waktu dimana orang sudah pulang bekerja; matahari masih cukup tinggi dengan jam tangan yang menunjukkan pukul setengah dua siang saat beberapa saat lalu, Bae Seokwang melihatnya.

Berjalan masuk ke sebuah gedung apartemen yang sudah sangat familiar baginya, pria pensiunan detektif kepolisian itu berhenti di depan sebuah lift. Berdiri di sana, matanya mengamati sekitar; kebiasaan itu ternyata masih tak bisa hilang walau sudah lima atau enam tahun berlalu sejak harinya hanya diisi dengan bersantai di rumah sembari menjaga si Ayah mertua rentanya.

"Oh, Bae Seokwang-ssi?"

Teguran itu sedikit mengejutkannya yang sejenak memandang ke arah lain. Menolehkan kepala pada sumber suara, ada Kim Suho yang berjalan menghampirinya. Dengan dua plastik besar ditangan, dibelakang lelaki itu mengikuti seorang perempuan dengan perut besarnya, yang kemudian tersenyum singkat dengan anggukkan kepala saat sadar orang tua itu menatapnya.

"Kim Seonsaengnim," Ayah Yoobin itu lebih dulu menyapa dokter yang sudah membantunya kala itu. "Dan..."

"Bae Irene, dia istriku," Suho menyahut, saat ucapan si Bapak mengambang. Memperkenalkan perempuan cantik yang kemudian dimintanya berdiri sejajar tanpa kata, pria itu melanjutkan. "Irin-ah, beliau adalah Bae Seokwang-ssi yang aku ceritakan waktu itu..." dilihatnya ada ekspresi terkejut di wajah Seokwang. "Kau ingat malam dimana ada seseorang yang meminta bantuanku? Beliau adalah Ayah dari lelaki itu, yang kubilang pingsan karena shock."

Nafas si paruh baya terhembus; ucapan yang secara tak langsung menjelaskan jika rahasia mereka masih tersimpan itu membuatnya lega.

"Anyeonghaseyo Bae Seokwang-ssi. Aku Bae Irene, istrinya Kim Suho," setelah mengerti, ia menyebutkan lagi namanya. "Terimakasih sudah menjaga suamiku--"

"Tidak, tidak," potong Seokwang. "Justru aku yang harus berterimakasih, karena Kim Seonsaengnim sudah membantuku...." ada satu kejadian lagi yang masuk ke ingatannya. "Juga adik serta menantuku."

Alis Irene berkerut, dia beralih menatap suaminya. Namun saat ia hendak bertanya, bunyi pintu lift menelan suaranya. Menggerakkan kepala pada ruang yang terbuka itu, Bae Seokwang yang mempersilahkan dirinya masuk membuat niat Irene untuk bertanya lebih jauh hilang.

"Ngomong-ngomong, aku baru sadar kalau nama keluarga Anda dan istriku sama, Bae-ssi."

Celetukkan Suho, membuat si dokter jadi pusat perhatian.

"Maksudku, pertemuanku dan keluargamu seperti sudah ditakdirkan. Jadi kalau perlu bantuanku atau Irene, baik Anda maupun Sicheng-ssi serta Bae Yoobin-ssi bisa menghubungiku, begitulah."

Bae Seokwang terkekeh. "Ya, ya. Terimakasih atas tawaranmu, Kim Seonsaengnim. Aku sangat menghargainya dan begitu juga dengan dirimu serta istri, silahkan saja datangi anakku jika perlu bantuan."

"Dan Anda bisa memanggilku Suho saja, Bae Seokwang-ssi."

Kali ini kepalanya mengangguk. "Baiklah, baik. Suho, Suho-ya..."

"Itu lebih baik."

Pintu lift terbuka, saatnya ketiga orang itu keluar dari sana.

Masih berjalan beriringan, kali ini perut besar Irene jadi perhatiannya. "Hamil istrimu sudah berapa bulan?"

"Ah, dokter memperkirakan jika Irene akan melahirkan satu sampai dua bulan kedepan..." wajahnya sesaat berpikir. "Jadi berarti sekitar tujuh atau delapan bulan? Pokoknya gara-gara itu aku sengaja mengambil cuti untuk menemaninya."

Mulut Seongkwang terbuka tanda mengerti. "Satu atau dua bulan... itu sebentar lagi," tanggapnya. "Kalian pasti begitu menantikannya..." sekarang matanya mengarah pada apa yang dipegang Suho. "Sampai sudah mempersiapkan semuanya begitu."

Unknown MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang