Save Me Again

23 2 0
                                    

Alinta membuka matanya perlahan-lahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alinta membuka matanya perlahan-lahan. Netranya tidak mampu menatap apa pun selain kegelapan. Sekelilingnya pun sunyi tanpa bising sedikit pun. Tubuhnya berada di atas lantai dingin tanpa alas membuat badannya sakit. Alinta bertanya-tanya dalam hati sambil berusaha mencari ponsel dalam ransel yang ia genggam sejak awal. Jam yang menunjukkan pukul 23.30 memacu detakan jantungnya karena ia tidak ingat sama sekali mengapa berada di tempat asing ini. Memori kejadian beberapa jam lalu seakan hilang tanpa bekas.

Akhirnya Alinta berdiri mencari cahaya, kebisingan, atau jalan keluar melalui pintu di kanannya. Dari cahaya bulan yang menembus bening jendela, lensanya dapat melihat bahwa ternyata ia berada di tempat penuh mesin permainan yang masih berfungsi, timezone. Sejak tadi Alinta ada di salah-satu bilik karaoke yang tak terpakai. Dari jendela timezone, Alinta juga menyadari tempat bermain ini ada di lantai 3 sebuah mal besar di kotanya. Luar mal sepi dan gelap, hanya ada megatron besar bertuliskan Apakah hilanngnya Robert Winston berhubungan dengan kecelakaan Bus Sanjaya? satu-satunya benda bercahaya. Dengan puluhan tanya di kepala, Alinta berusaha mencari tangga darurat untuk keluar dari sini dibantu cahaya senter ponselnya. Ia tidak bisa menemukan saklar lampu atau sirkuit listrik untuk penerangan.

Akan tetapi, langkahnya justru membawa Alinta ke balkon luar mal. Angin malam yang dingin langsung menyambutnya, membuat Alinta semakin menggigil. Ia mendongak ke bawah, memandang kolam keruh tanpa ikan yang beriak-riak. Tetapi, air kolam itu berbuih dan bergoyang. Seperti ada sesuatu yang baru saja masuk ke sana. Alinta yang penasaran lebih mencondongkan tubuhnya ke bawah. Berharap masih ada petugas yang mungkin sedang membersihkan kolam ikan tertangkap matanya.

Alinta tidak menyadari pembatas balkon hanya sampai bawah perutnya. Ia yang terlalu menukik ke bawah itu jatuh terpeleset ke arah kolam dari lantai tiga. Alinta tenggelam dalam kolam yang ternyata tidak sedangkal yang terlihat. Kolam ini dalam, gelap, dan dingin bagaikan es. Alinta yang panik berusaha menggerakkan tubuhnya untuk naik ke permukaan kolam karena tidak bisa bernapas sama sekali. Dalam sisa kesadarannya yang mulai menghilang itu, memori tentang alasan keberadaannya dalam mal muncul.

Alinta mendayung perahunya sendirian, berniat mencari sepatu sekolah yang tidak sengaja ia hanyutkan. Rintik hujan yang perlahan turun membuatnya semakin cemas karena hujan akan membuat arus sungai semakin kuat, seragamnya basah, dan sepatunya juga semakin menjauh.

Dengan terburu-buru, akhirnya ia berhasil meraih sepatu hitamnya. Tapi sepatunya tidak sendirian, ada botol isi surat dengan pita merah di tutupnya tersangkut di tempat yang sama. Ia meraih botol itu lalu membaca suratnya di bawah pohon sambil berteduh.

Surat yang pengirimnya bernama Rakadinata Putra Latief, Menteri Riset dan Teknologi Indonesia yang menghebohkan negara karena umurnya yang terlalu muda untuk seseorang yang jabatannya di Pemerintahan. Menteri Raka baru berumur 23 tahun berbeda lima tahun dengan Alinta. Sayangnya, pemuda itu meninggal satu bulan yang lalu karena kecelakaan Bus Sanjaya bersama tiga orang politikus. Mereka awalnya akan pergi bersama keluar Bandung untuk melihat keadaan kota tersebut.

Sweet CornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang