"Sudahi galaumu bestie, mending cari duda kaya raya."
"Stop mikirin cowok! Lo gak bakal mati cuman gara-gara jomblo."
"Kalo lo gak ada duit baru lo bakal mati karna gak bisa makan nasi. Lah ini muka cowok pas-pas'an, dompet kosong, hobi ngerayu betina doang lo sampe nangisin dia ampe pagi? Halah bestie! Come om nyari duda ganteng, kaya!"
Sasya membenarkan tantanan rambutnya yang tergerai terbawa angin melampau jauh hingga menutupi wajah cantiknya.
Vanershin menggeleng lirih. "Gak segampang itu Maemunah!"
Ia mengelap air matanya dengan tersendu, menatap Sasya. "Gue berdiri ditengah jalan pun cowok-cowok kaya gak ada yang mau sama gue! Huaaaaaa!!!" Katanya, histeris.
"Lo godain cowok-cowok mana?" Tanya Sasya.
Vaneshin menjawab. "Cowok yang beristri."
"Begonya natural bun!" Sasya menggeleng-geleng tak kuasa.
"Nih otak manusia apa otak udang? Ga mikir lo suami orang digodain? Ya jelas kalah bahenol lah lo sama istri-istrinya, bege!"
"Ya terus gimana Sya supaya gue gak berlarut-larut keinget mantan gue!!" Tangisan Vanershin semakin menjadi dibarengin tangannya yang mengguncang-guncangan tubuh Sasya.
Gadis berambut sebahu itu tak habis pikir atas sikap sahabatnya yang selalu mau dikibuli oleh sang mantan biadab. Janji palsu, rayuan manis sampai harapan-harapan indah yang dikeluarkan sang mantan selalu dimasukan ke hati oleh Vanershin, walau gadis itu jelas-jelas mengetahui akhirnya akan sama. Ya, gadis itu selalu diduakan, ditigakan, diempatkan, dilimakan dan seterusnya.
"Oke-oke tenang-"
"GAK BISA!" Sentak Vanershin yang langsung dibalas oleh tabokan ringan pada bahunya dari Sasya.
"Kalo lo gak bisa tenang terus gimana caranya gue kasih solusi buat lo?"
"Solusinya satu..." mimik Vanershin berubah memelas. "Kasih si om Heavard buat gue."
"Sebenernya sih gue bisa aja ngasih dia buat lo, tapi emang dianya mau sama lo?" Pikir Sasya membayangkan beberapa tahun saat pertemuannya dengan lelaki kaya raya itu.
Berkharisma, gentle, cool, beraroma khas dan yang pasti berduit adalah definisi bahagia tak'kala seluruh hawa menatap Heavard. Bagaimana tidak? Sesosok duda kaya yang menjadi ketua paling ditakuti seantero negara itu ternyata menjadi satu-satunya jelmaan paling tampang disana. Selain karena ketangkasannya menangkap para pelaku gelap, ia juga begitu mahir dalam penyelidik dalam ilmu teknologi atau yang bisa kenal sebagai stalker abadi.
"Lo gak tau aja... betapa susahnya gue kabur dari dia disaat dianya aja seorang penguntit handal." Cecer Sasya.
"Maksudnya gimana tuh?" Tanya Vanershin.
Drrtt... drrtttt....
"Tuh kan," Sasya berfirasat buruk sebelumnya. Vanershin yang fak paham akan kode itu pun langsung menekan tombol hijau.
"Sayang..." suara berat lelaki itu membuat keduanya merinding.
*****
NAFAS Sasya hampir saja habis direngut oleh malaikat yang baru saja melewatinya tepat saat lelaki jangkung dengan kemeja abu-abu yang dibalut dengan jas hitam dove itu kini tengah menatapnya fokus dan serius kearahnya.
Tak ada pilihan lain selain mengikuti langkahan kakinya yang berjalan menuju lelaki panas yang sudah bersandar apik pada mobil Rangover miliknya.
"Ngapain kesini?" Nada Sasya ketus.
Jauh dari perkiraan Heavard namun lelaki itu telah menduganya. "Gak mikir ini jam berapa?"
"Gak ada kerjaan dirumah?"
"Capek rebahannya?"
"Gak bisa habisin uang? Perlu aku yang habisin?" Tantang Sasya yang dijawab dengan anggukan kepala Heavard.
"Sangat." Bahkan suara berat yang singkat itu membuat Sasya ingin melayang saja setiap mendengarnya.
"Saya butuh kamu setiap saat."
Lelaki berusia 30 tahun itu merentangkan kedua tangannya sambil tersenyum. "Hug me, baby! Hug me!!"
"Please, please, please.. come here!"
Sasya mengangkat semilik senyuman demi membalas kehangatan yang diberi lelaki wangi tersebut. "Kamu udah makan?"
Heavard menggeleng kepala. "Aku mau ajak kamu makan siang." Dan tak lama kepala Sasya mendongak disela-sela pelukan keduanya.
"Restoran? Cafe?" Tanyanya. "Aku muak makanan sana."
"Baby, kenapa? Makanan disana yang paling baik dikonsumsi. Porsi gula, garam, dan asamnya pas. Makanan disana gak akan bikin tubuhmu melebar, honey." Kata Heavard mengundang amarah Sasya.
"Heih Jamaludin kampret congormu seenak jidat aja kalo ngomong!" Cerocos gadis kecilnya.
"Pokoknya aku mau seblak!"
Tak heran apabila alis lelaki itu berkutat tak mengerti. Lelaki putih, mancung dan perawakan sispack itu telah menghabiskan 20 tahunnya di Australia, wajar bila ia tak mengetahui makanan itu.
Heavard bergirang senang. "Seblak? Oh makanan sejenis Sushi!"
"Sushi palalu dugong! Ih bukan makanan Korea, jelas-jelas ini mie yang dikasih kuas panas-panas pake banyak toping."
"Toping?" Heavard kembali menduga. "Oh, makanan sejenis pizza?! Pasti benar sih"
"Lelaki tampan dan perkasa tak pernah salah." Heavard mengangguk-angguk bangga.
Sasya menepuk dahinya begitu frustasi. "Dahlah cape gua. Yok yok mending ikut ke emperan."
"W-what? Emperan itu didanau? Ditepi pantai? Dekat pulau Dewata? Pasti sih," Lelaki itu kembali terkekeh. "Dugaan pria perkasa tak pernah salah."
"Emper itu dipinggir jalanan."
Tatapan Heavard membulat. Badannya tak bergeming ditempang, deru nafasnya masih normal taoi Sasya bisa merasakan ada hal lain dalam tubuh kekasihnya.
"Heav?" Sasya berusaha menyadarkan lelakinya. "Kamu kenapa syok gitu denger dipinggir jalan? Gak lefel juga? Atau kamu malu makan diemperan, hah?"
Dan tak lama ketua lelaki yang paling ditakutkan itu menggeleng dan mengeluarkan ponselnya. Heavard menyuruh anak buahnya untuk,
"Sediakan tenda, kasur, AC, sofa, tv, kulkas didekat emperan seblak. Untuk ku dan gadisku."
_My Sweety Is A Dangerous_
Timakasii bnyk2 atas support kalian yg diberikan buat BOBA-!<3
Untuk info grup GEN 1 langsung aja dm ke instagram @hai_syahh
Besok lanjut? SPAM 'LANJUT!'
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweety Is A Dangerous
Teen FictionHeavardelardo | Series 1 -Siapa tersangka, kematian mendatanginya.