HUTAN TERLARANG [07]

74 9 7
                                    

***

Luka ada dimana-mana, badan sakit semua. Bibir yang sulit bergerak ternyata pecah dan terluka parah akibat terbentur, saat terjatuh dari atas jurang.

Aku bisa mengingat kejadian sebelumya, perlahan aku ingat semuanya.
Dari awal aku kemari bersama lima orang teman, lalu kami berpisah hingga pada akhirnya seperti ini.

Deta sudah ada di antara orang banyak dengan luka lebam di wajah. Sementara Sisil belum sadarkan diri, Deta lah yang mencari pertolongan untuk kami, memanggil warga.

Ternyata benar, di bawah jurang terdapat perkampungan warga, mereka yang menolong kami. Silih berganti warga berdatangan untuk melihat, karena kampung mereka di gemparkan oleh ditemuan nya kami, tiga orang yang selamat jatuh dari atas jurang terjal.

***

"Bagaimana awal mula kalian bisa jatuh dari atas sana?"

Setelah semuanya membaik dan mulai tenang, kami menjawab. Menceritakan dari awal kami kemari sampai saat ini. Mereka masih bingung dengan apa yang kami ceritakan.

Bahkan di antara mereka ada yang bilang kalau kami berbicara ngawur.

Karena warga kampung mengaku tidak pernah mendengar, ada kampung Tuban di daerah ini.

"Hutan Tuban memang ada, tetapi tidak ada perkampungan!" jelas warga.

"Misalkan ada, itu bukan manusia, apalagi sampai ada perkampungan disana, sangat mustahil kami rasa." sambung yang lain.

"Lalu bagaimana dengan 2 teman kami, mereka masih ada di sana." Sisil menangis, aku hanya diam dengan trauma yang hebat.

"Tolong mereka, kami mohon!" pinta Deta.

Biar bagaimanapun mereka adalah teman kami, mereka adalah sahabat kami dari kecil, kami tidak mungkin membiarkan mereka begitu saja.

Warga kampung beserta tim sar terpaksa menuju ke TKP, mencari keberadaan Wisnu dan Ratna. Meskipun sesuatu hal yang tidak memungkinkan, tetapi mereka yakin bisa menolong dua teman kami.

Kami sudah bisa memberi kabar kepada keluarga, tidak lupa share lokasi agar mereka bisa menjemput kemari.

Suasana haru ketika kami bertemu dengan kedua orang tua dan keluarga. Mereka menangis, ketika mengingat hilangnya kami selama dua bulan ini. Bahkan kami sudah di nyatakan meninggal dunia.

Baru saja beberapa hari di dalam hutan, tapi ternyata kami telah melewati waktu enam puluh hari disini, menahan lapar dan ketakutan hebat.

"Ya Allah, terimakasih engkau telah mengembalikan kami kepada keluarga kami,"

***

Seluruh tim sar dan polisi di kerahkan ke hutan Tuban untuk mencari Wisnu dan Ratna. Tidak sedikit dari warga kampung yang ikut mencari.
Deta di larang keras ikut, meskipun dia terus memaksa. Sementara aku dan Sisil masih dalam pengawasan dan pengobatan.

Selama 2 hari, tim sar hanya menemukan mobil yang terparkir ditengah hutan. Itu adalah mobil Wisnu, jadi benar, dia belum kembali ke mobil!

Tenda kami juga di temukan oleh tim sar, tidak ada mereka disana, hanya ada tas ransel kami berlima yang tertinggal dan dua buah laptop deta dan Wisnu.
Barang bukti sebuah kamera di temukan kembali, tergeletak di atas tanah dengan diselimuti lumpur yang tebal.

Ya, itu kamera yang dibawa Wisnu ketika kami berpisah mencari jalan berbeda. Lalu kenapa kamera itu ditemukan di atas tanah? kemana perginya Wisnu dan juga Ratna? dimana mereka berdua?

***

Pencarian di hentikan sețelah 4 hari, karena itu Wisnu dan Ratna dinyatakan hilang dan meninggal. Hanya ada jejak yang tertinggal dan tidak ada tanda kehidupan lagi setelah tim sar menemukan baju yang dipakai Wisnu dan  Ratna tergeletak di hari ke 4 pencarian.

Baju mereka di temukan di tempat yang sama, bahkan dipastikan mereka meninggal karena binatang buas atau semacamnya.

Keluarganya sangat terpukul menerima kenyataan, kami hanya bisa menangis histeris seperti yang lain. Berteriak karena syok berat, kemudian kami di tenangkan kembali.
Berangkat dengan kebahagiaan, pulang membawa kesedihan mendalam.

Kabar meninggalnya Wisnu dan Ratna menambah rasa trauma berat. Kami harus merelakan dua teman kami hidup abadi di tengah hutan Tuban, andai waktu bisa diputar kembali.

***

"Tolong satu hari lagi pencarian di perpanjang, tolong satu hari saja. Kami akan ikut mencari mereka!" usul Deta melawan rasa takutnya selama di hutan.

"Kami adalah teman mereka, izinkan kami ikut. Usaha maksimal untuk hari ini, semoga mereka bisa di temukan dalam keadaan apapun!" tegas Deta lagi.

Untuk saat ini trauma kami lupakan, yang terpenting Wisnu dan Ratna harus di temukan. Lalu kami pun di izinkan untuk ikut.

Kami berjalan dengan pangawasan penuh keluarga, polisi, dan petugas kesehatan. Mereka berjalan di belakang kami.

Ternyata benar, kampung Tuban bagaikan lenyap di telan bumi. Tidak ada perkampungan warga seperti yang sebelumnya kami lihat disini. Tidak ada satu-pun rumah, entah dimana bapak Gani dan warga kampung Tuban. Lalu bekal apa yang mereka berikan untuk kami sebelum berangkat ke hutan Tuban?

Kami ingat dengan sesuatu yang ada di dalam kantong hitam! sesuatu itu kami tinggal di dalam ransel.

Setelah melewati kampung Tuban, kami berjalan ke arah hutan Ranting. Tidak membutuhkan waktu lama, hanya beberapa menit kami sampai. Lain ketika kami berangkat berlima menggunakan mobil, membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai. Ini sangat aneh. Benar-benar aneh.

"Lihat, ada peralatan makan disana!" teriak tim sar.

Kami menghampiri, ternyata itu adalah bekas makan kami.

Tapi dimana kakek tua misterius itu?

Gubuknya pun hilang tanpa jejak, hanya ada bakul nasi berkarat, mangkuk, beberapa piring plastik dan gelas bambu. Semua tertutup dengan daun pisang yang sudah mengering.

Setelah di buka, ternyata ada apa di dalamnya? semuanya terkejut terlebih lagi kami.

Kami langsung mual, ingin sekali memuntahkan semua isi perut. Sungguh, kami tidak percaya dengan apa yang telah kami lihat. Kami menyantap daging itu! daging yang tertutup daun pisang kering adalah daging manusia.

Disana terlihat jelas sekali, daging manusia mentah berlumur darah. Banyak sekali daging manusia di dalam piring tersebut, hingga jari-jari tangan manusia yang terpotong.

Sop iga di dalam mangkok waktu itu ternyata adalah tangan dan kaki manusia!
Kemudian sesuatu yang kami lihat adalah nasi, di dalam bakul ternyata daging yang sudah membusuk dengan banyak belatung di dalamnya.

Minuman di dalam gelas bambu adalah darah segar dengan aroma bau anyir yang sangat menyengat. Kami semua begitu terkejut, kemudian kami tidak bisa menahannya lagi untuk memuntahkan isi perut.

Tak butuh waktu lama semuanya mencari ke sekitar, berharap ada titik terang pelaku dan korban pembunuhan manusia tragis ini.

"Deta, Sisil, kantong keresek besar itu yang pernah aku ceritakan!" isak Jihan menggenggam erat tangan siapapun yang ada di dekatnya karena takut yang luar biasa.

Deta memberitahukan kepada semuanya, lalu kantong keresek besar itu di buka dengan cepat oleh tim SAR dan beberapa polisi.

Bau busuk menjalar kemana-mana, sampai kami muntah masal tanpa terkecuali. Terlebih lagi kami yang suđah pernah memakan daging manusia tanpa sadar, karena kami seperti terhipnotis oleh kakek tua itu. Astaghfirullah.

"Wisnu!"

"Ratna!"

Kami menjerit, semuanya ikut histeris. Di dalam kantong keresek besar itu terdapat organ tubuh manusia. Ya, di antaranya adalah Wisnu dan Ratna.

Kepala, paha, dan lengan mereka ada disana. Tangis duka menyelimuti keluarganya, kami pun begitu syok  melihat nasib kedua teman yang saat ini menjadi korban pembunuhan tak wajar.

"Kami pernah menyantap daging teman kami sendiri! Ya Tuhan,"

Kami bertiga mendadak tak sadarkan diri di tempat, mereka sibuk mengevakuasi potongan badan manusia termasuk Wisnu dan Ratna, sementara yang lain sibuk mengurus kami dan membawa kami kembali ke kampung warga.

***

Bersambung.

HUTAN TERLARANG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang