"Felix! Selamat pagi~"
"Selamat pagi, mas abin~"
Chan terpaksa menaikkan volume musik di hpnya. Airpod ditelinga pun dia cucuk makin dalam. Biar apa? Biar dia gak denger percakapan manusia alay macam Felix dan Changbin.
Padahal ruang studio mereka udah luas dan terpisah, tapi suara Changlix masih aja kedengaran kenceng. Mending pembicaraan berfaedah. Lah mereka kebanyakan lovey dovey.
Changbin emang suka godain Felix. Tapi bukan dalam artian romantis. Changbin mah udah nikah. Felix juga udah punya pacar. Jadi hubungan mereka tuh kek semacam pencair suasana kantor aja. Jarang-jarang soalnya biro arsitektur punya pekerja macam Felix.
Abis dari Felix, Changbin datang ke kubikelnya Chan. Santai banget neplokin kepalanya di bahu Chan.
"Eh, tolong bantuin Felix. Dia masih banyak salah tuh! Makluminlah anak baru."
"Ngape harus gue?"
Tiba-tiba Changbin nabok bisepnya kanan-kiri, "Kan proyeknya bareng elu. Gimana sih! Pokoknya gue gak mau tau. Lo tanggung jawab mengkoordinir Felix biar dia betah di biro kita."
Chan sibuk ngusap-ngusap bisepnya yang terasa pedes banget. Tangan Changbin tebel bos! Tapi mana tega dia memaki Changbin.
"Nyadar gak sih ini namanya pilih kasih. Felix udah setahun disini. Kasian anak-anak estimator lain merasa dianak tiri-kan. Belum lagi anak-anak desainer fresh graduate yang butuh perhatian dari lo. Gue sebagai koor staf arsi juga cemburu bin. Kami juga haus akan perhatian. Mana wibawa lo sebagai owner!"
"Bener-bener ni mulut. Untung kita temen Chan." Changbin gemes sendiri, "udah ah, pokoknya ntar lu berdua jangan berantem!"
Chan balas mencibir. Tak lama Changbin pergi, punggung Chan di colek dari belakang.
Siapa lagi kalau bukan Felix pelakunya.
Chan menghela nafas duluan pas anak itu meletakkan iPad dan kertas di meja.
"Apa?"
"Ajarin."
Chan melirik sebentar, itu kertas RAB yang udah dicoret-coret Changbin. Ternyata banyak banget salahnya.
"Gue sibuk."
Chan balik sama komputer ngerjain proyek residensial. Udah mumet banget pengennya jangan diganggu. Tapi dia yakin Felix mana mungkin menyerah secepat itu. Lihat saja sekarang kursi kerja mereka udah nempel sebelahan.
"Chaaann? Bangchaaaaann? Liat gue ege! Gue disini." Felix sengaja mendekatkan wajahnya ke wajah Chan. Dia tau cowo itu paling alergi sama keberadaannya.
"Apaan sih? Gak sopan banget nempel-nempel!"
Tuh kan.
"Gue tau lo gak suka. Tapi pliss gue butuh bantuan lo. Bangchan yang baik hati dan tidak sombong. Tolong kasihani Felix yang bodoh ini."
Chan tersenyum angkuh, "Itu tau cara minta yang bener."
Chris emang keliatan brengsek. Tapi sebenarnya Felix lebih parah. Mulutnya sama sekali tak berfilter.
"Jingan! Kalau bukan karna kak Changbin, gue mana mau kerjasama sama lo!"
"Apalagi gue!"
"Heh! Heh! Jangan berantem!"
Itu Sana, kebetulan numpang lewat sambil bawa alat pumping ASI.
"maaf kak Sana.." Felix meringis, mereka emang hampir nimpuk kepala satu sama lain. Chan pake botol tumblr, Felix pake iPad. Untung gak jadi. Sayang iPad mahal.