Hai! Apa kabar? Rasanya sangat canggung ya?! Mungkin akibat lama tak jumpa, tubuh kita menjadi saling waspada. Semua itu tampak jelas ketika kamu mengulurkan tangan kananmu sambil tersenyum paksa. Otakku seolah berhenti menjalankan tugasnya. Ia hanya mampu mengoperasikan kedua mataku, sementara tubuhku membeku. Butuh beberapa detik untuk menyadari kehadiranmu di hadapanku. Sepertinya bukan hanya aku yang membeku, kamu juga.
Tangan kananmu terus terulur, sementara senyum terpaksa di bibir mungilmu perlahan berlalu bersamaan dengan kedua netramu yang menatap tajam kedua netraku. Mata kita beradu walau hanya dalam hitungan detik. Tapi, aku masih bisa merasakan pancaran pesonamu, juga keteduhan dan kenyamanan di dalamnya. Mengapa mata itu tak berubah? Mengapa jiwaku masih saja melayang saat menatap manik hitam itu?
“Hai! Apa kabar?” Suara cempreng menerobos masuk indera pendengaranku, mengembalikan jiwaku yang melayang jauh karenamu.
Kehadiran Meta ibarat air mendidih yang mencairkan kebekuan kita. Netraku beralih memandang tangan kananmu yang masih terulur. Aku bergegas merapatkan kedua tanganku di depan dadaku. Sementara aku tak mampu lagi menangkap ekspresi wajahmu, yang tampak jelas hanyalah tangan kananmu yang cepat-cepat kau tarik ke belakang.
“Hai, Meta! Kabar baik dariku,” ucapmu mengalihkan pandanganmu dariku.
“Kamu gimana?”
Suara itu, senyuman itu, semuanya kini kembali terasa nyata juga dekat. Masih sama seperti dulu, kamu nyata sementara aku tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Mereguk Senja
DiversosHimpunan kisah perjalanan menuju senja. Siapa di sini yang tidak suka senja? Langit sore berwarna jingga yang setia mengantarkan mentari tenggelam dalam peraduannya. Tidak sedikit pula orang-orang pergi ke suatu tempat hanya untuk menikmati keindaha...