Hai, guys..
Aku kembali membawa cerita baru nih. Dan cerita baru ini dari anaknya Azzam dan Alifah di cerita "Takdir Sang Ilahi"Buat kalian yg pembaca baru, bisa baca kisah bapak dan ibunya dulu, atau langsung baca cerita anaknya juga gapapa.
Cerita baru ini sesuai ending di cerita "Takdir Sang Ilahi" ya. Jadi ga ada Alifah, tapi nanti tetap ada nama Alifah yg akan terkenang selamanya.
Penasaran sama ceritanya? Ikuti terus untuk kelanjutan kisah ini.
°°°
"Ketika raganya sudah tidak ada, namun namanya tetap terkenang indah untuk selamanya. Dan ketika merindukan sosok jiwanya, maka doa adalah obat yang paling ampuh saat merindukan sosok wanita berhati mulia yaitu ibu."
-Abidzar Faheem Ghaziy Al-Mirza-
•••
Rintik hujan yang tersisa akibat hujan deras tadi membasahi jalanan aspal, hingga membuat pengguna pengendara waspada untuk berhati-hati. Genangan air dengan bau tanah khas hujan membuat suasana menjadi sejuk.
Seorang laki-laki tinggi dengan pakaian jubah putih dibalut jas hitam serta peci hitam di atas kepalanya itu menghirup udara segar. Tatapan mata yang tertuju pada bunga yang dia pegang, sedikit mengukir senyum di bibir laki-laki berusia 24 tahun itu.
Melangkahkan kaki secara perlahan pada tempat yang asri dan nyaman adalah sesuatu hal yang begitu amat dia rindukan. Sebuah tempat rumah yang di mana semua manusia akan kembali kepada sang maha pencipta.
Ya, rumah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir manusia adalah tanah dan makam.
Berhenti sejenak, dengan pandangan yang tertuju pada sebuah batu nisan di bawah, laki-laki dengan jubah putih dibalut jas hitam serta peci hitam itu mensejajarkan diri pada sebuah makam yang paling ia cintai dan rindukan. Sebuah makam yang selalu ia sebut sebagai rumah ternyaman jika sedang merindukan sosok ibunya.
Sudah 24 tahun berlalu, dan selama itu pula, laki-laki yang tak lain adalah Abidzar tersebut masih belum pernah merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu. Abidzar kecil, kini sudah menjelma menjadi dewasa yang tahu dengan semua hal.
Menarik kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan senyum, Abidzar mengangkat tangannya untuk mengusap batu nisan yang bertuliskan nama ibunya di sana. Sudah bertahun-tahun pula, tulisan itu masih terlihat jelas dan bahkan makam sang ibu pun selalu terawat hingga sekarang.
Abidzar tahu itu, karena selama ini sang ayah pasti tak pernah absen datang ke tempat ini. Tempat ternyaman dan sejuk antara ayah dan anak.
"Assalamualaikum, bunda." Abidzar berucap pelan dengan senyum yang terukir indah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muhasabah Cinta [ On Going ]
SpiritualSpin off cerita "Takdir Sang Ilahi" Bagaimana cara menyampaikan rindu pada seseorang yang raganya sudah tidak ada di dunia? Raga yang bahkan belum pernah ia lihat dan rasakan kasih sayangnya. Ia tidak kekurangan apapun dalam materi dan keluarga yang...