Korban Perang

15 3 0
                                    

-Sythia, 750.
Perang antara Pasukan Sythia dan Pasukan Graz pecah di perbatasan Kota Sythia dengan Graz, ayah ku pergi ke medan perang sebagai pejuang. Dia sangat mencintai kota ini, kota tempat dia dibesarkan dan juga kota dimana dia bertemu dengan ibuku. Dia membawa sebilah pedang milik keluarga kami, dimana pedang itu diturunkan dari generasi ke generasi. Dia berdiri di garis terdepan untuk melindungi Sythia dari serangan, kabar yang terakhir ku dengar saat itu mengatakan kalau pasukan Sythia terdesak di dekat gerbang masuk ke dalam Kota Sythia. Kecemasanku ternyata tidak salah, setelah itu aku mendengar kabar kalau Pasukan Sythia yang bertahan di gerbang masuk berhasil dikalahkan dan semua Pasukannya dinyatakan gugur. Tak lama setelah itu, semua orang berlarian kesana kemari mencari perlindungan. Ibuku menarik tanganku dan membawaku pergi mencari perlindungan, disaat sedang berlari, Pasukan Graz mengejar aku dan ibu. Sampai akhirnya ibu harus terjatuh, "pergilah, selamatkan dirimu. Tumbuhlah sebagai anak yang hebat. Ibu mencintaimu." setidaknya itulah kalimat yang terakhir ku dengar sebelum ibu pergi meninggalkanku untuk selamanya.

-Sythia, 770.
Aku berjalan di sekitar kota bersama Alea, melihat keindahan Sythia. Perang telah usai, Sythia kembali seperti semula. Surga di Analliz. Aku meraih tangan Alea.

"Hey ayo cepat!" Ucapku pada Alea.

"Sabarlah sedikit" Alea membalasku.

"Tak ada waktu lagi, ayo masuk!" Aku menyuruh Alea masuk ke dalam sebuah tempat makan.

"Duduklah!" Aku menyuruh Alea untuk duduk di meja bersamaku.

Di meja lainnya tampak ada sekelompok pria berpakaian rapih sedang beristirahat di tempat makan tersebut.

"Mereka adalah pegawai pemerintah, mereka mengurus pajak dari masyarakat. Namun tidak semua mereka berikan, sebagian untuk kepentingan mereka sendiri." Aku menjelaskan siapa mereka pada Alea.

Aku pergi memesan sebotol minuman, seorang dari para pegawai pajak itu menghampiriku.

"Apa yang kau perhatikan?" Tanya seorang pegawai pajak tersebut.

"Tidak ada." Jawabku dengan cuek.

"Siapa kau sampai berani berbohong padaku?" Tanya pria itu dengan sombong.

"Hm, jika kau ingin tau, lihatlah bagian punggungku." Aku mencoba lebih sombong darinya.

Pria itu kemudian melihat ke bagian punggungku, dia terkejut, melihat lambang tanda anggota keluarga Thrace ada dipunggungku.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"Aku tidak bermaksud apa-apa, aku hanya tidak sengaja melihatmu." Ujar pria itu ketakutan.

Keluarga Thrace adalah keluarga pelaut, dimana mereka paling ditakuti di Negeri ini. Tak ada yang berani menyentuh keluarga Thrace, karena takut untuk berurusan dengan Pasuka Thrace yang sangat kuat. Aku mengenal salah satu dari mereka, Allan Thrace, dia adalah pengagumku. Aku menggunakan dia sebagai alatku untuk melancarkan aksi.

Aku dengan berani menghampiri mereka.

"Berikan sebagian apa yang kalian bawa, atau ku laporkan kepada ketua Thrace jika kalian telah mengambil pajak dari rakyat." Aku mengancam mereka.

"Hey apa maksudmu?!" Salah satu dari mereka marah.

"Sudah berikan saja, daripada kita berurusan dengan Keluarga Thrace." Ucap pria yang tadi menghampiriku.

Mereka pun memberikan harta yang mereka bawa sebagian kepadaku, aku pun pergi dengan membawa harta tersebut. Alea heran dengan apa yang aku lakukan, dia tidak tau kalau aku sudah memasang lambang Keluarga Thrace di punggungku. Karena sebenarnya tanda itu hanya tanda buatan dan aku bukanlah anggota keluarga Thrace.

Kara Si Penipu MahirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang