Pertemuanku dengan Arin

5 2 0
                                    


Kara berjalan-jalan di pasar kota Sythia mencari beberapa bahan makanan untuk keluarganya. Tiba-tiba, dia merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Dia memutar kepalanya dan melihat seorang wanita yang sedang memperhatikannya dengan seksama. Kara merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan wanita tersebut dan segera berjalan menjauh dari tempat itu.

Namun, wanita tersebut mengikutinya dan menarik lengan Kara. "Maafkan saya, tapi saya sudah lama ingin bertemu denganmu," kata wanita tersebut.

Kara kaget dan bertanya, "Maaf, tetapi saya tidak mengenalmu. Siapa namamu?"

Wanita tersebut tersenyum dan mengulurkan tangannya, "Saya Arin. Saya dulu adalah teman ayahmu saat di medan perang."

Kara tersentak dan langsung menggenggam tangan Arin dengan erat. Dia tidak pernah tahu bahwa ayahnya punya teman selama di medan perang. "Apakah kamu tahu apa yang terjadi pada ayahku?" tanya Kara.

Arin mengangguk dan berkata, "Ya, sayangnya, ayahmu gugur di medan perang. Saya melihat semuanya."

Kara menangis, mengingat kembali momen ketika dia kehilangan ayahnya. Arin merangkulnya dan memberikan kekuatan kepadanya.

"Saya tahu ini sulit, tapi ayahmu akan sangat bangga melihatmu sekarang. Kamu adalah anaknya yang tangguh dan penuh potensi," kata Arin sambil mengusap punggung Kara.

Kara tersenyum dan berterima kasih pada Arin atas kata-katanya. Namun, dia penasaran, "Apa yang kamu maksud dengan potensi saya?"

Arin tersenyum lebar dan berkata, "Ayahmu selalu bercerita tentang bagaimana dia berlatih untuk menjadi ksatria yang hebat. Kamu punya bakat yang sama. Kamu perlu berlatih dan mengasah kemampuanmu. Siapa tahu, suatu hari nanti kamu bisa menjadi ksatria seperti ayahmu."

Kara merasa senang dan terinspirasi oleh perkataan Arin. Dia merasa seperti ada yang memberinya tugas baru untuk diselesaikan. Dia berterima kasih pada Arin dan berjanji akan berlatih keras.

Arin tersenyum puas dan memberikan beberapa tips latihan kepada Kara. "Sampai jumpa lagi, Kara. Berlatihlah dengan tekun," kata Arin sambil berlalu pergi.

Kara tersenyum dan merasa bersemangat untuk melanjutkan latihannya. Dia tahu bahwa ayahnya pasti akan sangat bangga melihat putrinya menjadi ksatria hebat seperti dirinya.

Kara Si Penipu MahirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang