Khawatir

22 3 0
                                    

Perutku bergemuruh tanda ingin diberi asupan siomay pak Nanang yang lezat tiada duanya. Suara-suara diperutku terus memberontak mengalahkan rasa malu yang ada di dalam diriku, membuat bu Ani guru matematikaku tertawa saat ia melewati bangkuku dan mendengar suara perutku yang seolah berteriak kelaparan. Aku hanya tertunduk malu dan berharap bel istirahat segera berbunyi.

Syukurlah, tak lama kemudian bel istirahat berbunyi membuat mood makanku bertambah besar. Aku segara memasukkan buku dan alat tulisku ke dalam tas. Akhir-akhir ini aku sering kehilangan alat tulis, baik itu balpoin, tip-ex, penghapus, bahkan penggaris. Entah siapa pencurinya, aku bingung kenapa dia hobi mencuri alat tulis dan kok bisa sih cara mencurinya semulus itu? Intinya, kalau aku tahu siapa pencurinya, ingin sekali aku mencakar-cakar wajahnya.

“Alhamdulillah waktunya istirahat. Anak-anak terimakasih untuk hari ini ya, tetap semangat. Besok ketemu Ibu lagi, jadi jangan bosen ya. Ibu tutup saja pembelajaran kali ini, Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, ” jelas bu Ani sambil tersenyum lebar.

“Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh,” jawabku dan seluruh murid di kelas.

Aku segera berdiri lalu menyalami bu Ani yang masih duduk di meja guru.

“Abyan, besok sarapan dulu ya,” ucap bu Ani sambil tersenyum membuatku kembali merasa malu.

Perutku kembali mengeluarkan suara membuat bu Ani kembali tertawa. Aku hanya tertawa kecil dan aku yakin wajahku merah karena malu.

“Ya udah sana lari ke kantin!” Perintah bu Ani sambil menertawakanku.

Aku mengangguk tanda mengiyakan dan segera berlali keluar kelas.

Alih-alih ke kantin, aku memilih pergi ke kelas Yusuf terlebih dahulu. Karena kalau tidak begitu, dia pasti terus bertanya-tanya, apa ada masalah? apa dia membuat kesalahan yang membuat aku marah? Dan lain sebagainya.

Aku tidak sekelas dengan Yusuf karena kami berbeda jurusan. Aku jarang bersama teman sekelasku ketika istirahat karena aku harus menemani Yusuf yang teman sekelasnya sebagian besar adalah perempuan. Terdapat 3 laki-laki di kelasnya namun 2 laki-laki lainnya bisa dibilang tidak sefrekuensi dengannya. Jika Yusuf bergabung dengan dua teman sekelasnya itu, ia khawatir akan terbawa arus teman-temannya yang dapat dibilang cukup nakal. Yusuf berfikir seperti itu karena perbandingan antara dirinya dan kedua temannya  1 berbanding 2. Dan pada akhirnya Yusuf memintaku untuk selalu menemaninya setiap jam istirahat.

***

“Hai brother!” Ucap Yusuf sambil mengangkat tangan kanannya. Terlihat ada berapa bercak tinta balpoin di tangan kananya itu.

“Ayo ke kantin, aku udah lapar,” ajakku.

Yusuf sudah membuka mulutnya tanda dia akan berbicara panjang lebar. Namun aku membuat Yusuf tidak berhasil mengeluarkan kalimat-kalimat yang sudah ada di pikirannya itu.

“Syut, aku udah gak kuat. Ayo!” ajakku sambil menarik lengan Yusuf dan membawanya menuju kantin.

***

“Alhamdulillah, kenyang juga,” ucap Yusuf.

Anehnya aku, alih-alih kenyang, aku malah merasa mual. Tidak mungkin kan semangkuk siomay yang aku habiskan tadi diracun? Sepertinya aku telat makan karena tadi pagi aku tidak sempat sarapan.

“Mual euy Yus,” jelasku.

“Yus Yus, Yusuf!” Bentak Yusuf.

“Ih biasa we,”

Entah kenapa Yusuf tidak mau dipanggil “Yus”, padahal tidak ada salahnya kan? Suku kata pertama dari namanya kan memang “Yus”.

“Kenapa?” Tanya Yusuf lalu meneguk habis sebotol air putih yang sebelumnya ia beli dari bu Ita.

“Telat makan kayaknya.”

“Euh, kebiasaan.”

“Ke UKS yuk rebahan, mumpung jam istirahat juga masih lumayan lama,” ajakku.

“Hayu!” Seperti dugaanku, Yusuf pasti setuju dengan ajakanku yang satu ini.

Aku segera berdiri lalu berjalan menuju UKS diikuti Yusuf.

***

“Huah, Alhamdulillah,” ucap Yusuf sambil menjatuhkan dirinya ke salah satu ranjang yang ada di UKS.

“Perasaan aku yang sakit,” ucapku sambil mencuci tangan di wastafel yang ada di UKS.

Aku membuatkan teh manis hangat untuk diriku sendiri.

“Bikinin buat aku ya bro!” Perintah Yusuf yang tidak tau diri.

“Ogah,” jawabku singkat.

“Oke,” ucapnya.

“Punya temen gini amat,” gumamku yang ternyata terdengar oleh telinga Yusuf.

“Heh!” Bentaknya, pendengaran Yusuf tajam juga ya.

Betapa terkejutnya aku saat beberapa murid mendobrak pintu UKS sehingga mengeluarkan suara yang amat kencang.

“Tandu tandu!” Ucap salah satu murid yang datang ke UKS.

“Ada yang pingsan?” Tanyaku.

“Iya, kelas AP,” jawabnya.

Jantungku berhenti berdegup beberapa detik, seketika terbayang wajah Zahra dipikiranku.

“Heh! Ayo bantuin!” Ucap Yusuf sambil memukul lenganku.

Aku dan Yusuf segera berlari mengikuti beberapa murid ke tempat kejadian. Benar saja dugaanku, yang pingsan tidak lain dan tidak bukan adalah Zahra. Rasa khawatir terus menerus menghajar pikiranku. Aku takut Zahra kenapa-napa. Pasti dia sakit karena kemarin terkena hujan. Aku berharap Zahra akan segera sadar.

***

Jika hari ini kita memiliki seorang teman yang selalu ada untuk kita. Maka berbahagilah, sebab saat ini sulit ditemukan manusia seperti itu. Lalu jika saat ini kita mempunyai teman yang senantiasa mengajak kepada keataan, menasehati saat kita lalai dan senantiasa memberi motivasi serta dukungan, maka sungguh kita termasuk manusia yang beruntung. Maka genggamlah dia, jangan dilepas. Sebab sulit menemukan manusia seperti itu di jaman yang saat ini penuh dengan fitnah.

Ya Rabb Aku Mencintai DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang