Memancing Kenangan

7 1 0
                                    

Pertemuan terakhir dengan Tania adalah tiga hari lalu, yang rasanya bertahun-tahun lamanya karena Mondi menunggu setiap detik datangnya kabar dari Tania. Terakhir dia bilang, akan langsung mengabari bila cowok yang menggilai Dera itu setuju bertemu Mondi dan Saras. Belum ada satu pun chat di Grup WhatsApp yang dinamakan 'Finding Dera' itu semenjak pertama kali dibuat oleh Mondi. Masih berupa layar kosong yang hanya menampilkan nama-nama anggotanya.

Tiga hari yang harus Mondi lalui dengan gundah gulana. Berkali-kali mengecek grup chat, niat telah urung puluhan kali untuk me-mention Tania di grup, menagih hasil desakannya pada cowok itu. Namun, Ardi meminta Mondi untuk menunggu dulu karena Tania akhir-akhir ini tengah sibuk oleh jam tambahan sepulang sekolah, ditambah ada bimbel. Katanya chat dari Ardi pun dibalas beberapa jam kemudian.

"Kemarin dia sempat nyinggung masalah itu, Mon." Ardi berkata setelah menarik napas berat, seberat informasi yang akan disampaikanya.
Semangkuk bakso yang baru saja diantarkan sedetik kemudian disingkirkan. Dari kemarin, hasrat jajan di kantin bagai tertanam dalam di dasar bumi, harus dia paksa keluar bila tidak ingin pingsan gara-gara kelaparan di sekolah, lalu berakhir diomeli Bunda. Padahal Bunda selalu menawari dibuatkan bekal, yang selalu Mondi tolak.

Semangkuk bakso itu dibiarkan menganggur, kepulan asap yang membawa aroma kaldu tidak ampuh melenakkan Mondi. Pembicaraan yang dibawa Ardi telah mengambil alih.

Ardi melahap sepotong siomay, mengunyahnya agak cepat sebab orang di depannya tengah memelototinya. "Jadi gini ... " Dia menelan dengan susah payah. "Tania belum bisa ngeyakinin cowok itu."

Kedua ujung bibir Mondi mengarah ke bawah. Tanpa diberi tahu pun, Mondi paham betul alasan Tania belum meramaikan grup chat. "Harus cari cara lain." Mangkuk bakso ditarik ke hadapannya, siap disantap demi memenuhi cacing-cacing di perut, terutama untuk perkembangan otaknya agar menghasilkan ide untuk menarik cowok itu ke hadapannya secepatnya.

"Tania jadi nggak enak sama kamu dan Saras. Dia seolah udah ngejanjiin ke kalian berdua."

Mondi buru-buru menggeleng, mulutnya dipadati dua buah baso kecil. Setelahnya dia buru-buru mengunyah, lalu menelan dengan berat dan cepat. "Nggak ko, kami ngerti, pasti sulit ngebujuknya apalagi cowok itu pernah ditolak Dera."

"Kamu bisa ngerti." Ardi menodongkan garpu berjejak bumbu kacang. "Tapi Saras? Tania orangnya nggak enakan, dia paling khawatir sama reaksi Saras, makanya sampai sekarang dia belum mau chat apa-apa dulu di grup, mendingan sekalian bawa info segar."

Mondi menambahkan dua sendok sambal yang mendarat menyelimuti bakso besar berlemak itu. Sendok di tangan kanan, garpu di tangan kiri, saling berkerja sama mengaduk bakso yang ditemani bihun dan potongan sawi. Kuahnya berubah merah, makin pekat oleh sambal. Akhirnya, Mondi menelan ludah, tanda sungguh kelaparan. Baginya, pedas membawa sensasi menyegarkan, menyingkirkan kepenatan, dan menghalau kebuntuan. Hasil akhirnya memang bikin repot, dengan keringat mengucur deras, bibir merah panas yang membuat bicara terbata-bata, syukurnya lambung masih kuat.

Mondi menyinduk kuah, menyeruput dengan perlahan, menaruh harapan besar otaknya jangan kelamaan loyo. Dua seruputan, lalu melahap sohun dan potongan bakso, Mondi baru sadar suara Ardi tengah beredar di sekitarnya. Dia cuma manggut-manggut, membiarkan Ardi mengoceh tentang kesombongan Saras dan menyanjung Tania yang berbaik hati mau membantu.
Dua buah bakso kecil ludes, tinggal setegah bakso besar yang menampakkan isian cincangan daging berlemak yang sangat menggoda. Tinggal beberapa helai sohu mengambang-ngambang di dalam kuah bakso yang cuma butuh lima kali seruputan dari sendok. Bakso campur bihun, terkadang ditambah mi kuning, mengingatkannya pada Bunda. Satu-satunya hal yang dapat mengakrabkannya dengan Bunda adalah semangkuk bakso. Mereka punya selera yang sama, takaran pedasnya pun sama, meski terkadang Bunda mulai mengurangi karena merasa lambungnya sudah tidak muda lagi.

I Caught You!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang