Selamat membaca!!!
Tangan dan matanya masih fokus pada lembaran kertas draft design untuk proyek yang sedang ia kerjakan. Hanya saja kali ini pikirannya cukup terusik dengan tatapan lelaki yang sedang duduk di sofa.
"Hmmmm..." gumamnya penuh arti sembari mengangkat wajah menatap lelaki itu. Andrew mengangkat sebelah alisnya menatap Sarah yang meliriknya penuh arti.
"Kau tidak bekerja?" tanya Sarah sambil melipatkan menyilangkan kedua tangan di dada. Ia menggedikkan dagu berulang kali menuntut jawaban dari Andrew yang menghela napas panjang sebelum berdiri menghampiri Sarah. Ia duduk di kursi hadap yang memang tersedia, menopang rahang tegasnya dengan tangan yang bertumpu di meja.
"Ini sedang bekerja," senyum jahil terbit di bibir tipisnya.
"Kerja apa? Dari tadi kau hanya memandangiku," gerutu Sarah kesal karena Andrew mengganggunya.
"Memang! Aku sedang bekerja untuk meluruhkan hatimu. Dan mencairkan..." godanya sebelum getaran pada saku celananya menginterupsi.
"Huh. Mengganggu saja," keluhnya sembari mengambil ponsel dari dalam saku. Ia menatap layar ponsel untuk sesaat sebelum menjawab panggilan itu.
"Ya, McCraven bicara." Andrew beranjak meninggalkan Sarah menuju dinding kaca yang dipenuhi embun dingin dari salju yang turun. Matanya menatap kosong dengan tangan kirinya seperti sibuk merogoh sesuatu di saku celana. Hingga akhirnya terdengar suara makian yang mengagetkan Sarah.
"Brengsek...!!!" suaranya penuh amarah, membuat Sarah terperanjat dan meletakkan pulpennya.
Kenapa lagi dia? Sarah hanya menggeleng heran dan menatap Andrew yang rahangnya mengeras karena menahan emosi. Entah siapa yang menghubungi, sampai mampu membuat lelaki dingin itu meledak. Karena tidak biasanya Andrew kehilangan kendali seperti sekarang.
"Berani sekali dia menampakkan diri," suara Andrew masih terdengar kasar dan penuh amarah, membuat Sarah merasa tidak nyaman dan menghampiri Andrew. Membelai lembut punggung kokoh lelaki itu, karena dia tahu hanya itu yang mampu menenangkan sahabatnya pada saat-saat seperti ini. Pelak saja perlakuan Sarah itu membuatnya memalingkan wajah walau hanya sebentar untuk menatapnya. Ia menggenggam tangan Sarah posesif, seperti rasa takut mehilangan menyelimuti hari dan pikirannya.
Sarah mulai merasakan emosi Andrew teredam dan ia membimbing tubuh lelaki itu agar duduk di sofa. Sekedar meregangkan otot-otot Andrew yang tegang saat emosi.
"Nanti ku hubungi kembali," ia segera memutus sambungan sebelum menyandarkan kepala di bahu Sarah.
Masih segar dalam ingatannya tadi bagaimana ia harus menguatkan Sarah yang sangat rapuh. Ketika menemui pskiater di Philips Jacob Hospital tadi siang, ia yang selalu menguatkan Sarah.
***
"Kau pasti bisa, Sayang. Percaya padaku!" Andrew menggenggam tangan Sarah ketika turun dari mobil, berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Yang ada di pikirannya saat ini hanya bagaimana agar gadisnya sembuh dari luka yang bahkan tidak dipahaminya. Sarah memiliki trauma dan sebagian ingatannya hilang bahkan sebagian cerita tentang dirinya. Dan sejak saat itu semua prilaku dan kepribadian Sarah seakan berubah. Lenyap tanpa bekas. Sebelumnya ia adalah gadis manis dan ceria, ia juga sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Namun setelah kecelakaan itu, membuatnya benar-benar menjadi orang lain.
Dingin.
Itulah penilaian orang tentang Sarah Dimitrova-Jacob saat ini. Hanya dengan keluarga dan sahabatnya sajalah ia bersikap normal, walau kadang sedikit menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Billionaire's Daughter - Serial the Jacob 1
Mystery / ThrillerNB : Mengandung adegan dewasa dan kekerasan. Harap bijak dalam membaca. Dinginnya salju yang menerpa kulit tak lagi dirasa, saat luka di hati dan tubuh begitu menyakitkan. Perlahan darah dari tiap luka di tubuh Sarah Dimitrova-Jacob membeku, seperti...