Es nya mulai encer

24 3 5
                                    

___________________🙌___________________

Entah kenapa, hari itu Megan sama sekali tak bergairah. Semua terlihat kacau tak bersemangat.

Apa yang mereka pikirkan, itu benar. Mentalnya saat ini sedang diguncang, hanya bisa duduk membungkuk tiada bersuara.

Kehilangan, satu kata itu mampu memberikan dampak buruk bagi kesehatan mentalnya. Ia tak tahu harus sampai kapan ia memendam ini semua sendiri.

Berada di situasi sekarang sangat sulit baginya, tak semua orang mampu mengerti akan situasi itu. ia tak tahu mau apa lagi, kepalanya terasa mau pecah memikirkan semua ini.

Ia butuh sosok yang mampu mendengarkan keluh kesahnya sembari memberi dukungan. Tetapi di sisi lain, ia juga sulit untuk mengungkapkan itu semua.

Ini menjadi awal dari kehidupan yang baru jika ia benar-benar bercerita kepada orang lain tentang masalahnya.
Dulu, ia bisanya cuman bertengkar dengan isi kepalanya sendiri tanpa menceritakan ke orang lain, termasuk kepada keluarganya sendiri.

"Gue ga' tau harus ngapain, pengen curhat tapi susah. Gimana cara gue memulainya?" batin Megan, "coba aja kali ya" lanjutnya lagi.

Sifat introvert yang sudah lama ada di dalam dirinya membuat Megan susah untuk memulai ini semua. Ia lebih dulu bertengkar dengan isi kepalanya sendiri dari pada mengungkapkan masalahnya ke orang lain.

Matanya yang kemudian berkeliling menatap satu persatu tiga remaja yang berada di dekatnya sekarang, tidak lain dan tidak bukan adalah Mario, Maudy, dan Siska.

Ia menatap ketiganya seolah-olah ingin mengungkapkan sesuatu, satu persatu kata ingin ia ungkapkan.

"Aku...mau...--," Ucapnya gugup, "rasanya malu ngomong sama orang yang jelas-jelas marah sama kita" ucap batinnya.

Bukan tak mungkin untuk Maudy bertanya jika ia hanya mendengar sepotong ucapan dari Megan yang tersampaikan. Sudah pasti ia akan bertanya dan bertanya apa yang akan dikatakan Megan.

"Kamu mau apa?, ngomong aja, ga usah malu-malu," tanya Maudy penasaran.

Kata demi kata yang keluar dari mulut gadis tengil itu, belum mampu membuat Megan melanjutkan ucapannya tadi. Ia tetap bingung dan ragu untuk mengucapkannya. Terlebih ini adalah masalah pribadinya. Tetapi di sisi lain, ia juga tidak bisa melewatinya sendirian.

"Santai aja sama kita, sebenarnya lo mau ngomong apa?" tanya lelaki berambut ikal dihadapannya.

"Gua mau ngomong sesuatu," jawab Megan.

"ya ngomong aja," balasnya lagi.

"Emang kalian siap dengar cerita gue?" ujar Megan penuh tanda tanya di wajahnya.

Dia memberi senyum lewat bibirnya yang tipis itu, "ya siap dong, iyakan Mario, Siska," sambut Maudy dengan kedipan matanya.

"Iya," sahutnya kompak.

Megan mengusap wajahnya dengan gusar. Ia mencoba meyakinkan diri untuk bisa mengungkapkannya. Berfikir sejenak lalu berbicara, "gue sebenernya pusing mikirin hidup, makanya nyari ketenangan disini," ungkapnya.

Mereka kemudian duduk berjejeran di tepi danau dan Megan berada di tengah-tengah.

Mereka bertiga siap mendengarkan curahan hati pria itu.

"Orang tua gue meninggal 1 bulan yang lalu, dan sekarang gue bingung mau ngapain. Semangat gue untuk hidup sepertinya udah ga' ada lagi," keluh di wajah pria itu sangat terlihat, bagaimana tidak? lagi dan lagi ia teringat akan kejadian 1 bulan yang lalu.

Mario menghela nafasnya, "Lo yang sabar yah, gue tau ini berat," rintihnya.

Ia memaksakan senyumnya, "makasih," sambut Megan.

Lama tak terdengar suaranya, Siska tiba-tiba saja berbicara.

"Kita siap temani kamu lewatin ini semua," usul Siska menatap sendu Megan.

"Tapi tetap saja gue susah bahagia tanpa orang tua, mereka gak akan kembali," sanggahnya.

Mario menepuk bahunya, "gue yakin lo bisa lewatin ini, gue dulu sama kayak lo, papa gue meninggal dan sekarang gue udah ikhlas terima itu semua," ujarnya.

Mereka bisa saja berbagi cerita dan pengalaman jika Megan mau menurunkan sedikit demi sedikit sisi introvert-nya.

"Kapan-kapan, kalo kamu butuh teman curhat, panggil kita aja,ini nomor telepon aku 08133-- " tawar Maudy yang tiba-tiba saja terhenti berbicara.

"Maudy! Lo tanya dulu sama dia, dia mau gak jadiin kita teman curhatnya. Kalo mau, baru kita kasi nomor telepon," tegas Siska memotong pembicaraan teman gadis satu-satunya itu.

"Kan tadi dia udah curhat, walaupun cuman sepenggal kata," jawab Maudy kekeh.

"Tapi kan--,"

"Iya gue mau kok," balas Megan cepat memotong pembicaraan Siska. Ia tidak mau mendengar perdebatan dari mulut kedua gadis itu. tau kan rasanya cewek kalau lagi debat, tak ada yang mau mengalah.

"Tuh kan dia mau, lo sih susah di bilangin," Maudy masih saja cerewet.

"Iyain aja Sis, apa kata Maudy, nanti juga diam sendiri," tekan Mario pada Siska.

Maudy baik dan juga cantik sih di mata temannya, tapi sayangnya dia tidak bisa jaga omongannya, sekali ngomong langsung ngerocos.

"Kok aku yang dipojokan sih, aku kan cuman mau beri nomor aku ke dia," tantang Maudy tak mau kalah.

"Iya deh kasi aja, emang Megan mau ambil nomor kamu?" ledek Mario sedikit tertawa.

Gadis itu mencoba meyakinkan pria dingin berparas tampan dihadapannya sekarang, "kamu mau kan ambil nomor aku?" tanya Maudy penuh harap padanya.

Pria satu ini berfikir keras untuk menerima nomor telepon Maudy, ia bingung harus menerimanya atau tidak.
Apalagi jika ia harus memberikan nomor teleponnya, takut jika gadis ini menelponnya di lain waktu dan merasa terganggu akan hal itu.

"Gue mau nerima nomor telepon, tapi gue ga' bisa ngasih nomor gue ke lo," ucapnya menatap Maudy dengan pandangan yang tak dapat diutarakan.

"Emang kenapa?" tanya gadis itu serius.

"ya ga' mau aja, nanti lo nelpon terus ke gue," ujarnya.

Dari ribuan pria di muka bumi, cuman pria satu ini yang tak terpesona dengan pesona Maudy, sekalipun sudah ada di depan matanya. Kontak di Handphone-nya aja tidak cukup puluhan, palingan nomor telepon almarhum ayahnya, almarhumah ibunya, tantenya, mantan dosennya, pokoknya bisa dihitung pake jari deh.
Namanya juga anak introvert, ya gitu deh. Susah bergaul.

"aku janji ga' bakal nelpon kamu kalo ga penting, suer deh," kata Maudy tersenyum dan gigi gingsul nya itu terlihat sembari berpose dua jari.

"Serius, kalo boong gue blokir," Megan tetap memastikan jika gadis ini tak akan berulah yang tidak sesuai keinginannya.

"Iya aku janji," ucap Maudy memberi kepastian.

"Nih simpan di handphone lo, 081337813222."

Gadis usia 21 tahun itu baru saja sudah menyimpan nomor telepon dari pria tampan yang belum cukup seminggu bertemu dengannya. Sontak ia tersenyum, "Oke makasih yah," ucap Maudy dengan kedipan matanya.

Senyum lebar terpancar dari wajah gadis yang baru saja menerima nomor telepon dari pria tampan di dekatnya. Ia merasa pria di dekatnya ini sudah mulai tak bersikap dingin seperti sebelumnya.

___________________🤝___________________

***Tunggu cerita selanjutnya yahh🤗👋***







Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia MegantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang