Healing

35 7 0
                                    

___________________💨___________________

Selang beberapa hari, Megan tampak kebingungan. Hidup yang tak jelas kemana arahnya, tak tau harus kemana ia akan mencari ketenangan. Berdiam diri di rumah malah membuatnya selalu teringat akan masa-masa bersama orang tuanya.

Semenjak kehilangan, cowok ini sering uring-uringan, semua serba tidak jelas.

Pintu kamar yang sedang dibuka dengan wajah lesu dan pandangan ke ruang keluarga yang sudah terlihat berubah 180° dibanding beberapa bulan yang lalu. Kini ia tak lagi melihat senyuman dan tawa yang selalu mengisi ruang keluarga itu, saat-saat remaja usia 22 tahun ini masih melihat kedua orang tuanya yang sedang bercanda gurau.

"Andai papa mama masih ada, rumah ga bakal sesepi ini," ucap Megan baru saja keluar dari kamarnya. Tatapannya kosong, menerawang entah kemana.

Ia melangkah sangat lambat bagaikan kura-kura sedang berjalan. Menuju keluar, tampaknya ingin pergi tapi tak jelas ke arah mana ia akan pergi. Sepatu yang sudah ia pakai dengan sempurna dan tas berwarna hitam yang berada di pundaknya menandakan dirinya sudah siap berangkat bersama motor berwarna merah gelap di sudut teras rumahnya.

Kini ia pergi tanpa harus berpamitan dengan orang tuanya, ia seolah-olah dipaksa oleh dunia untuk merubah keadaan.

***

Sudah beberapa jam telah dihabiskan kesana kemari, ia seketika terhenti di sebuah tepi jalan yang kelihatannya minim akan penduduk. Ia melihat sebuah danau yang dikelilingi banyak pepohonan.

Mata yang langsung tertuju pada danau itu, menarik perhatian Megan untuk menenangkan diri di danau tersebut.

Ia dibuat penasaran dengan danau tersebut. Ia melangkahkan kakinya langkah demi langkah sambil matanya yang menyorot kemana-mana, melewati pohon-pohon serta ranting-ranting yang berjatuhan.

Ia yang baru saja tiba di tepi danau tersebut, langsung teriak sejadi-jadinya.

"Aaaaarghhh," teriak Megan sejadi-jadinya.

***

Kini ia telah tiba di tepi danau, segera melepaskan tas di pundaknya kemudian meletakkannya dibawah sebuah pohon tepi danau. Megan Lalu menyandarkan tubuhnya dipohon. Sesekali ia menghembuskan napas dan menghirup udara segar dengan muka yang masih saja murung.

Di danau tersebut, ia mencoba menenangkan diri dan mengungkapkan segala keluh kesahnya pada semesta. Tak ada lagi sosok itu, iya sosok yang selalu mengingatkannya segala hal tentang cara hidup, siapa lagi kalo bukan ibu. Megan kini hanya bisa mengadu pada Tuhan semesta alam.

Suasana hatinya terasa tenang dan damai berada di danau, meskipun sakit itu belum sembuh. Bayangan kedua orang tuanya masih selalu terlewat dalam benak Megan. Susah rasanya melupakan mereka, ibu yang selalu mengajarinya menjadi sosok yang sabar dan ayah yang selalu mengajarinya menjadi sosok yang kuat.

Megan terlihat menoleh ke segala arah tapi tak menemukan seseorang pun di danau itu selain dirinya. Danau yang tampaknya memang sepi, hanya ada pohon dengan daunnya yang berguguran dan suara kicauan burung yang terdengar merdu.

Sepi tak berpenghuni, hal itu malah membuat Megan senang. Jika kebanyakan orang suka dengan keramaian, Megan justru tidak menyukai hal itu. Baginya menyendiri adalah suatu hal yang istimewa. Ia bebas mengekspresikan dirinya tanpa ada tekanan dari orang lain. Ia lebih percaya diri bila sendiri.

Dunia MegantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang