🦋 P r o l o g 🦋

423 36 8
                                    

Terima atau tidak, Jungkook merasa aneh setelah dia keluar dari rumah sakit dan tinggal di dalam rumah seorang diri. Dirinya enggan bertemu seseorang apalagi memesan sesuatu yang bernama paket ekspres. Bungkus cokelat yang dilapisi oleh plastik ber-gelembung kecil yang begitu khas untuk sebuah pengiriman cepat. Tak ada yang tahu apa isinya kecuali Jungkook mau menerima - membuka.

Tukang pos dengan sabar menunggu si penerima yang siapa tahu mau mengulurkan tangannya. Di samping itu juga ada selembar kertas di atas papan yang harus ditandatangani olehnya. Jungkook melihat keadaan si tukang pos yang basah kuyup menerobos hujan demi paket kecil bagi dirinya.

Begitu menyebalkan saat Jungkook melihatnya dalam sebuah kebenaran. Umpatan kecil yang hanya bisa dia katakan di dalam hati di balik wajah datar yang menyimpan duka lebih besar dalam hatinya. Mengatakan pada keadaan kalau setiap orang di sekitarnya tidak tahu akan keadaan dirinya, Jungkook sama sekali tak berharap pada seorang tamu ataupun kiriman.

"Berikan padaku, bagian mana yang aku tanda tangani?"

Perasaan iba karena dia terlalu baik ataukah dia sudah jengah melihat orang asing mengganggu kesendiriannya. Entahlah... yang jelas Jungkook ingin cepat-cepat masuk ke dalam rumah tanpa ada gangguan dari seseorang lagi. Tak ayal jika dia tak membentuk kurva senyum di wajah yang sebenarnya manis jika dia mau melakukannya. Membuat si tukang pos merasa tidak enak hati, berpikir bahwa apa yang dia kerjakan itu salah dan menimbulkan rasa tidak puas dari seorang konsumen yang tak punya hati saat ini.

"Tolong tanda tangani juga di bagian sebaliknya, tuan..." Ucapnya dalam rasa ragu karena dia meminta sedikit lagi, yang mana tatapan mata Jungkook kelewat tajam untuk dirinya yang tak ada semangat di atas kursi roda ini.

Ya... Roda kehidupan berputar seratus delapan puluh derajat sekarang. Biasanya dia selalu bersantai di kamar dengan mp3 kesayangannya. Kini, dia tidak lakukan rutinitas itu juga. Cukup baginya memberi sebuah pena biru dalam administrasi singkatnya, satu paket berukuran tak kecil dalam genggaman. Jungkook mengira kalau benda di tangannya saat ini mungkin tampak tak berat. Namun, dia salah menduga kala si tukang pos sudah kembali menuju motornya demi mengirim beberapa paket lagi.

"Gila..."

Kata itu keluar dari wajah tak bahagianya. Keluar begitu saja sebagai sesuatu yang bisa dianggap emosi saat ini. Pintu dia tutup keras tak bersahabat, melakukan secara sengaja agar takdir menoleh kepadanya dan melihat apa yang dilakukan Tuhan padanya. Dalam hati kecil dia memang tidak berani menyalahkan segala sesuatu pada pencipta. Tetapi, tetap saja dia manusia rapuh yang punya pemikiran dangkal untuk hal sepele ini.

"Siapa yang mengirim benda ini padaku? Apakah ada seseorang peduli dengan ku?" Jungkook tak tahu kenapa dia kesal begini. Hatinya merasa sakit dan dia ingin sekali menangis.

Bicara di dalam ruangan sendiri memang tidak menyenangkan, susah payah untuk dirinya menahan air mata sampai mendongak kepalanya. Harapan itu sudah jauh, kesembuhan baginya supaya bisa berjalan normal juga sia-sia belaka. Lebih parah lagi dia sudah tidak punya keluarga, orang tua juga kakak. Ingin rasanya Jungkook tenggelam di lautan samudera begitu dalam.

"Mana mungkin, semua ini hanya kebohongan!" Jelasnya pada diri sendiri. Mengatakan bahwa hatinya sudah mati rasa dan tak ingin berharap lebih lagi.

Jungkook melempar paket itu tak manusiawi di atas sofa. Dia tahu kalau dia sudah menjadi anak tidak baik. Sekarang dia tidak peduli hal itu lagi, sebab tidak ada yang mengatakan apapun soal dirinya. Maksud hati ingin dia sampaikan pada sofa di sampingnya, sialnya... Paket yang dia buang itu mengenai foto di atas meja dan terjatuh. Penampilan dalam sebuah foto dimana gambar itu tak beraturan akibat kaca yang pecah.

Jungkook tercekat dalam diam, tatapan matanya punya maksud yang lain. Penyesalan selalu datang di akhir, dia lakukan kesalahan secara berjangka. Gambaran dalam setiap momen yang sengaja dia simpan dalam sudut rumah ini malah dia hancurkan meski tidak sengaja.

Jungkook mendekat dengan wajah tertunduk diantara cacat dalam dirinya. Duduk di atas kursi roda dalam keadaan termenung tanpa jawaban juga keadaan yang tak bagus untuknya.

"Semua ini kesalahanku, apa yang aku lakukan selalu berujung celaka," ujar pelan dalam suara parau.

Aura duka masih menyelimuti dirinya. Pemuda itu akhirnya tidak mampu membendung banyaknya tumpahan air mata di kedua kelopak matanya. Lengan kanan sebagai penopang agar air mata tak terlihat oleh mereka (telah tiada). Jungkook tidak tahu kalau rasanya akan lebih sakit dan sangat sulit baginya menerima semua ini. Bukan dirinya saja yang merasa menyedihkan, orang lain mungkin juga akan merasakannya. Dirinya sadar kalau sekarang ini dia tidak punya seorang pun di dekatnya.

Wajah tersenyum orang tuanya malah membuat dia menangis saat ini. Bukan hanya itu saja, benda yang dia buang tadi rupanya mengandung tulisan bawang. Tak mungkin lagi bagi Jungkook pura-pura kuat.

"Kenapa kalian meninggalkan aku, bahkan aku tidak tahu kalau kalian sudah menyiapkan hadiah untukku."

Miris sekali, dia harus menepuk dadanya yang kian sakit. Tanpa ada senyuman hanya raungan tangisan yang tak akan bisa mengembalikan semuanya. Jungkook merasa hancur dunianya karena sudah ditinggalkan. Dirinya memang tidak bisa diandalkan seperti kata kakaknya.

"Taehyung Hyung, kau juga malah... Hikksss.... Hikkssss...."

Jungkook tak bisa mengatakan kalimatnya lagi, dia sudah tumpah atas semua air matanya. Mereka yang meninggal mungkin tak akan bisa kembali, seseorang tak ikhlas atas kepergian mereka? Apa yang mereka bisa lakukan? Jiwa dalam raga juga sudah hilang bersama dengan mobil yang ringsek dalam sebuah jurang.

Jurang yang membawa petaka, saat seseorang sebelumnya telah membuat jembatan kematian bagi mereka. Suara bising motor melesat dan memotong jalan mereka hingga pembatas itu juga ringsek. Jungkook korban dan menyaksikan semua yang terjadi, suara itu akan tetap ada hingga dia merasa sakit lalu menutup kedua telinganya.

Ditahan makin lama makin sakit. Jungkook terus mengontrol dirinya sendiri. Kedua telinganya masih saja berdengung sampai kedua kakinya sakit. Bayang-bayang orang tuanya begitu panik, kakaknya yang langsung memeluk dirinya juga dia rasa. Tubuh itu terasa menggigil di tengah tangisannya. Jungkook merintih memanggil ayah, ibu juga Taehyung kakaknya.

"Aarghhhh!"

Rasa sakit ini, mau sampai kapan akhirnya?

........

TBC?

Aku putuskan menulis cerita ini. Cerita santai yang mengandung bawang, aku harap pilihanku disukai oleh kalian para pembaca setiaku.

Jangan lupa beri dukungan dan juga komentar ya, apapun komentar kalian aku tetap terima sebagai masukan.

Berharap kita berjumpa, tetap semangat dan jangan lupa jaga kesehatan.

Gomawo and saranghae ♥️

#ell

23.03.2022

Haru-Haru for (Hope) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang