🦋 Part 2 : Just 🦋

163 17 6
                                    

"Bisakah kau gunakan otakmu untuk berpikir?"

.

Berpikir untuk mati itu terlalu cepat. Jungkook dia membuka mata saat tahu bahwa tubuhnya diam di tempat, keadaan tubuh lemas dengan kursi roda. Kaki lumpuhnya juga tak bisa digerakkan, tidak terima dianggap cacat. Namun perkara soal kebenaran seseorang di depan nya ialah fakta. Seseorang mempertahankan posisinya, berdiri di depannya menggunakan kedua tangannya yang siap menahan Jungkook agar tidak terlindas truk di belakang pria itu. Pemuda bermata sipit juga rambut berantakan lantaran angin dari sebelah Utara menerjangnya.

"Apakah aku akan mati?" Gumam pelan dalam lirih. Jungkook sadar kalau suaranya bisa di dengar juga nantinya.

Siap atau tidak, kemungkinan besar dia akan dihina atau disalahkan lantaran teledor. Terlalu parah hidup berkepanjangan dalam keadaan demikian, Jungkook sudah nafas. Kedua tangan gemetar memegang kanan-kiri bagian pegangan kursi.

Suara truk dan klakson bersama. Memekik jalanan tanpa mau berhenti dan menoleh ke belakang sana, si supir tidak tahu bahwa dia hampir membunuh satu manusia yang bergerak melesat tanpa kendali. Hati seseorang berkata kasar bangsat karena dia punya kewarasan dan kemanusiaan dalam hati.

"Buka matamu, kau sudah teledor dan bodoh."

Pedas juga dia mengatakan itu, Jungkook merasa sakit hati dan terasa bahwa dia beban berat bagi mereka yang sekedar lewat dan menolong. Kenal saja tidak, apakah harus Jungkook kesal mendengar nya. Lalu, dia harus lupa akan kata terima kasih. Orang tuanya mengajarkan semua, baik buruk tidak manusia kata terima kasih atau maaf saat mereka mengalami hal baik atau juga penyesalan.

"Terima kasih, kau sudah menolongku." Jungkook katakan itu, mampu membuat Yoongi diam dalam pandangan sedikit tertohok. Parah memang, dia adalah pahlawan bagi seseorang yang cacat justru mulutnya cacat. Cacat etika lebih tepatnya. Yoongi sadar, kalau dia sudah salah dan melirik ke bawah melihat keganjilan di depan matanya. Seseorang tidak bisa berjalan lantaran keadaan.

"Oh, ya tentu."

Goblok memang, dia sangat sombong. Cara bicara dari logat tak menyenangkan yang diyakini Jungkook kalau manusia di depannya tidak akan mampu mendapatkan teman atau sahabat dekat dengannya.

"Jika kau tidak menolongku, aku mungkin tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan juga lainnya." Ungkap Jungkook berbanding terbalik dengan kenyataan yang sebenarnya dia saja minta agar Tuhan mencabut nyawanya. Agar Jungkook bisa menyusul kedua orang tuanya penuh harapan. Lalu, kenapa saat dia bertemu dengan orang di depannya tanpa tahu siapa dia. Jungkook malah mengatakan hal lain?

Anehnya, Jungkook mengatakan itu tanpa rasa ragu. Yoongi mengangkat sebelah mata alisnya. "Ya, sebaiknya kau hati-hati jika tidak mau mati," lagi suara yang datang dari belakang sana. Suara motor besar, knalpot bergemuruh cukup mengganggu. Yoongi kenal suara ini dan dia menoleh ke belakang sana saat beberapa motor malah bergerak dengan ramai mempermainkan suasana.

Yoongi benci suara ini, suara motor yang telah membuat masa lalu kelam akan pembunuhan adiknya kembali. Padahal dia sendiri adalah pecinta roda dua tersebut juga. Si anak berandal yang biasa dalam kehidupan geng motor.

"Bisa kau lepaskan kursi rodaku? Aku tidak bisa melihat anda di depan mataku dalam keadaan marah.... Emmm, apakah aku membuat anda marah. Jika ya, tolong lepaskan agar kau tidak kerepotan." Ucap Jungkook kemudian.

Haru-Haru for (Hope) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang