Selamat membaca🌞
Saluna dan Riri telah sampai di kantin, berjalan menyusuri deretan kedai makanan dan mereka berhenti salah satu penjual bakso, makanan yang menjadi kegemaran mereka.
"Mau mie ayam atau bakso Sal?" Tanya Riri.
"Gue bakso aja kaya biasa ya, beningan sama es teh nya Ri."
"Ok, pakde bakso dua ya, yang satu beningan yang satunya lagi campur, sama es teh nya dua pakde." Ujar Riri. "Saus sambal pisah pakde."
"Siap neng."
Saluna melihat ke seliling penjuru kantin memastikan tempat duduk yang masih tersisa. Kebetulan suasana siang hari ini kantin cukup ramai dikunjungi oleh mahasiswa dari seluruh penjuru fakultas di universitas nya. Kantin yang berada di halaman belakang gedung universitas ini cukup pas untuk tongkrongan para mahasiswa, ada yang membicarakan tugas atau membahas yang yang trendi di sosmed atau kampus mereka, serta menjadi tempat istirahat bagi mahasiswa telah menyelesaikan kelas hari ini atau menjadi tempat tunggunya para mahasiswa yang sedang menunggu jam kelas berikutnya. Selain suasana yang nyaman serta bersih, makanan disini pun cukup enak dan harga sangat murah untuk kantong para mahasiswa, apalagi bagi mahasiswa perantau.
"Duduk dimana ya?" Saluna bergumam. "Rame banget." Sambungnya.
Riri yang mendengar pun bertanya. "Kenapa Sal?"
"Kita duduk diman Ri, rame banget."
"Di sono aja, pojokan tuh," Riri menunjuk ke arah bangku kayu panjang di pojok sebelah kanan.
"Ya sudah yuk," Saluna menarik tangan Riri.
"Bentar, gue bilang sama pakde dulu ya," ucap Riri, "Pakde kita duduk di sana ya," Riri menunjuk arah bangku tadi.
"Sip neng Riri, entar saya antar kesana."
"Makasih ya pakde," ucap mereka berdua dengan kompak.
"Sama-sama neng."
Mereka duduk di bangku yang tadi Riri tunjuk, dan membicarakan hal yang sedang trend saat ini. tak lama pesanan mereka pun datang.
"Ri, Lo udah kerjain tugas dari pak Toto belum?" Tanya Saluna, di sela-sela obrolan absurd mereka.
"Udah dong, lo sendiri udah?"
"Udah, pusing gue, pak Toto kalau kasih tugas nggak nanggung-nanggung, kaya kasih ibu tak berkesudahan, banyak banget, bisa botak kepala gue kaya dia," curhat Saluna yang merasa kesal pada dosen kelasnya.
"Lo pikir lo doang yang begitu, gue juga sama Sal rasanya mau pecah kepala gue. Gak ada abis-abisnya tuh tugas," keluh Riri.
Tak berselang lama rombongan Aksa dan teman-teman datang Ke kantin tempat di mana Saluna dan mahasiswa lainnya tengah mengisi perut mereka. Aksa dan ke tiga sahabatnya tengah berdiri di pelataran kantin melihat kondisi kantin yang ramai di kunjungi oleh mahasiswa.
"Rame banget Sa, kita duduk di mana ya?" Tanya Viola yang melihat ke arah sekitar.
"Kita duduk di sana," tunjuk Aksa yang mengarah ke tempat duduk Saluna dan Riri.
"Yakin lo?" Tanya Saga. "Nanti yang ada Lo berantem lagi sama Saluna," Lanjutnya.
"Tau Lo, mana mau dia mau berbagi tempat sama kita, secara Salu enek banget liat muka Lo," Ucap Bima.
"Sama kita mah berbagi kalau sama Aksa gak bakalan," Ujar Saga.
"Tenang, dia bakalan mau berbagi tempat kok. Percaya sama gue," ucap Aksa dengan percaya diri.
Aksa dan teman-teman nya berjalan ke arah bangku kayu panjang yang sedang di tempati oleh Saluna dan Riri. Tanpa basa basi Aksa menduduki bangku panjang itu.
Saluna yang melihat itu tentu tidak suka, bagi ia Aksa adalah hama pengganggu hidupnya.Dengan nada sinis Saluna bertanya. "Ngapain lo duduk sini?"
"Masalah buat lo? Ini tempat umum terserah gue mau duduk dimana." Ujar Aksa.
Viola menghela napas, dan berusaha membujuk Aksa, "Udah lah Sa jangan berantem disini, kita cari tempat duduk yang lain aja."
"Kenapa jadi kita yang pindah? Kenapa bukan manusia si halu ini."
"Jangan mulai deh Sa," ucap Viola.
Saluna yang mendengan ucapan yang di lontarkan dari Aksa kucup membuat dirinya kesal, "Lo bilang apa? Kenapa bukan gue aja yang pindah? Eh, sedari tadi gue duluan yang disini. Seharusnya lo aja yang pindah."
"Lah, kenapa gue?" Tanya Aksa tak terima.
"Masih tanya lo kenapa? Nggak ngaca lo atau gak punya kaca?" Ejek Saluna. "Nggak malu lo datang-datang ngusir orang suruh pindah," sambungnya.
Aksa yang ingin membalas ucapan Saluna terpotong oleh Saga. "Udahlah Sa, ngalah aja, nggak mau lo di lihat sama mahasiswa yang lain lo berdebat sama cewek."
"Mana bisa malu muka toxic bin sange temen lo ini."
"Ngalah bray sama cewek," bujuk Saga "tuh ada bangku kosong kita pindah kesana aja," sambungnya dan menunjuk kearah bangku di di depannya.
"Temen lo yang merasa ganteng mana bisa malu. Mendingan lo dengerin petuah temen lo, pindah sana."
"Udah yuk Sa kita pindah, malu di liat yang lainnya," ajak Viola.
"Rese lo," umpatannya kepada Saga. "Eh, halu kalau bukan karena temen-temen gue ngajak pindah, nggak Bakan gue mau pindah dari sini," lanjutnya.
"Ya udah sana buruan pindah. Dasar manusia gak jelas."
*****
Matahari mulai bergeser kearah barat, panas yang semula di atas kepala kini mulai meredup dan mulai berganti warna, walau belum menenggelamkan diri tapi waktu ini cukup terbilang sore untuk Saluna datang ke pemakaman. Kakinya yang tadi melangkah di bawa rerumputan kini berhenti tepat berhenti di tengah dua rumah peristirahatan terakhir sang ayahnya dan kakak, batu nisan hitam yang bertuliskan nama JANUAR WITAMA serata KALANDRA PRATAMA, dua orang yang begitu Saluna cintai.
"Assalamualaikum ayah, Abang Sali datang, maaf ya Salu telat datangnya, tugas kuliah aku banyak banget," sapa Saluna dengan menaburkan bunga pada kedua makam itu, "maaf juga aku kesini nggak ajak bunda, soalnya bunda bisa galau seharian yah, bang," sambungnya.
Sepuluh tahun lalu, mereka mengalami kecelakaan. Mobil yang mereka tumpangi di tabrak oleh kendaraan lain yang melaju kencang dari lawan arah, Januar yang duduk di kursi pengemudi tak dapat menghindar membuat dirinya serta Kalandra yang saat itu tepat berusia tujuh belas tahun dan duduk di kursi penumpang di samping sang ayah meninggal di tempat, sedangkan Salunda dan sang bunda duduk di kursi belakang hanya mengalami luka ringan saja.
Berat bagi Saluna dan sang bunda mengingat kembali bagaimana kronologi kejadian itu.
"Ayang, Abang Salu kangen," lihirnya, dengan air mata telah berlinang.
"Ayah, abang, Salu mau cerita, Aksa anaknya om Adit temen ayah, dia gangguin Salu terus kemarin ban motor Salu dikempesin Sam Aksa, tadi dia mau rebut bangku Salu, dia jahil banget sama Salu, kalau ada ayah sama Abang pasti Aksa udah di pentung kepalanya."
Selalu seperti ini Saluna mencurahkan isi hatinya, menceritakan semua hal yang ia alami.
Tak terasa sudah hampir satu jam ia berada disini, Saluna melihat jam tangan yang ia kenakan ternyata sudah setengah enam sore, waktunya ia pulang.
"Ayah Abang Salu pulang dulu ya, nanti Salu kesini lagi."
TBC.
Maap ya para hadirin sampai disi dulu. Maaf juga kalau bab ini bahkan ngebosenin. Lope lope sekebon..
KAMU SEDANG MEMBACA
Pasangan VS
General FictionMenikah sama musuh bebuyutan tak pernah terpikirkan oleh Saluna apa lagi untuk ia semoga 'kan. Tapi garis hidup berkata lain, ia harus menikah dengan Aksara Naraja, hidup bertetanggaan tak membuat mereka akur, bermusuhan sedari kecil membuat mereka...