T u j u h b e l a s

372 24 17
                                    

"Ujian hidup itu layaknya mendung, semakin
pekat ia, semakin gelap ia, semakin menunjukkan kabar gembira bahwa sebentar lagi hujan akan segera turun."

-Syaikh Mutawalli Assya'rawi-

•••

    Hidup akan terus berlanjut. Bahkan  setelah lelah yang teramat panjang, dan juga kecewa yang tak kunjung menghilang. Maafkan dan ikhlaskan. Sebab dengan mengikhlaskan akan membuat hatimu benar-benar lepas dari keterikatan.

Mulai sekarang, rawatlah ikhlas dalam dirimu. Karena dengan begitu kamu akan terbiasa untuk lebih banyak mengizinkan takdir memainkan perannya tanpa perlu khawatir dengan keadaan dan perasaanmu.

Bu Shofiyah menatap dalam manik mata putranya yang tengah menerawang jauh --kosong. Hati ibu mana yang tidak teriris, jiwanya menangis pedih akan takdir yang harus dijalani putranya. Namun apa mau dikata, jangankan mengusap air matanya, bahkan untuk menggerakkan jemarinya pun ia tak lagi mampu. Tubuhnya kini semakin mati rasa.

  "Ya Rabb, jika tiba saatnya nanti kau memintaku kembali. Tolong jadikan putraku seseorang yang senantiasa berbahagia, meski tanpa pengawasanku Ya Rabb. Hamba ikhlas. Hamba rela."

Farras memandangi wajah teduh ibunya. Ia menggenggam erat jari-jemarinya yang renta. Manik mata keduanya bertemu dalam sendu. Entah mengapa ia rasa wajah teduh ibunya nampak lebih damai dari hari-hari biasanya.

Ia memijat-mijat lembut kaki ibunya yang entah mengapa terasa--dingin. Sangat dingin. Kemudian ia menyentuh ujung-ujung jari ibunya yang semakin dingin.

Pandangannya beralih ke wajah ibunya. Farras bangkit.

"Ya Allah, ibuk."

Farras celingak-celinguk mencari keberadaan bapaknya.

"Pak." Suaranya gugup. Ia bergegas menuju ruangan yang biasa digunakan keluarganya untuk sholat atau sekadar muthola'ah kitab. Bapaknya menoleh menyadari kehadirannya.

"Pak, ibuk..."

Kedua lelaki itu berjalan cepat menuju kamar Bu Shofiyah.

Yai Muayyad bergegas menyentuh ujung-ujung jari kaki istrinya. Dingin.

"Astagfirullah."

Yai Muayyad bersimpuh di samping tubuh istrinya, bersamaan dengan itu ia mengecup lembut kening istrinya yang tak berdaya.

"Laa ila haillallah."

"Laa ila haillallah." Bibir istrinya bergerak pelan mengikutinya.

Farras membeku. Tak ada suara atapun percakapan yang terjadi di ruangan itu. Baik Yai Muayyad dan Farras sama-sama menggenggam tangan renta wanita dihadapannya.

Yai Muayyad terus membisikan kalimat Laa ila haillallah disamping istrinya. Sementara Farras mengambil buku Yaa Sin, membacakannya. Belum usai membaca, bapaknya memeriksa napas ibunya. Tidak ada lagi napas. Tidak ada lagi denyut nadi. Sudah berhenti.

"Inna lillahi wa Inna ilaihi Raji'un." Istrinya telah kembali.

Farras melanjutkan Yaa Sin yang sempat terhenti, ditutup dengan Fatihah sampai akhirnya air mata keduanya tumpah. Bu Shofiyah telah kembali kepada-Nya. Senyum manis menghiasi bibirnya. Segala kesakitannya didunia telah tiada. Ia menjelma keabadian yang kekal.

TheShouq : (Mahabbah Rindu)Where stories live. Discover now