-o0o-
Asha terduduk lemas didekat sofa. Telepon rumah yang menggantung dengan suara seseorang yang masih terus memanggilnya. Dunia Asha serasa runtuh, sekitar beberapa menit yang lalu Asha terbangun ketika telepon rumah berdering. Arsa kecelakaan. Dua kata yang langsung membuat Asha terduduk saking lemasnya.
Asha melirik jam dinding, sekarang sudah jam satu malam. Tadi Asha berencana ingin menunggu Arsa pulang. Tapi mungkin lupa atau kelelahan Asha malah tertidur sehabis membantu Arta memakan buburnya.
Melewatkan beberapa menit Asha tersadar, dia bangun dengan degub jantung yang menggila. Asha berlari menuju kamar Arta, persetanan dengan jantungnya karna sekarang dia amat khawatir dengan Arsa yang entah bagaimana keadaannya. Lalu mengetuk pintu Arta kelewat keras dengan air mata yang sudah berjatuhan.
🪐🪐🪐
Arta sedikit terjingkit dari tidurnya ketika mendengar ketukan kuat dari pintu kamarnya. Dengan langkah gontai karna masih lemas kendati sudah merasa jauh lebih baik Arta berjalan membuka pintu kamar.
"Hey kenapa?!" Arta terkejut ketika membuka pintu disuguhi langsung dengan pelukan kuat Asha juga keadaan adiknya yang kacau.
Asha mendongak menatap Arta yang lebih tinggi darinya, "K-ka Arsa."
"Arsa kenapa?" Tanya Arta.
"Ka Arsa kecelakaan," katanya dengan tangis yang semakin kencang.
"H-hey untuk apa menangis, kalau begitu kita lebih baik segera berangkat ke rumah sakit."
🪐🪐🪐
Arta dan Asha termengu, menuggu didepan ruang IGD dengan gusar. Sudah sekitar sejam yang lalu mereka sampai dirumah sakit tapi pintu kaca didepan mereka belum juga terbuka.
Asha bersandar kebahu Arta yang ada disampingnya, kalau saja dalam keadaan normal pasti Arta sudah mendorongnya menjauh.
Hati Asha gusar, dia sangat khawatir pada kakanya, Asha tidak ingin ditinggalkan untuk kesekian kalinya.
"Ka Anta?"
Arta yang tadinya melamun menengok,
"Hm?""Ka Arsa akan baik-baik saja 'kan?" Tanyanya dengan suara serak habis menangis.
"Berdoa yang terbaik saja."
Arta tak ingin memberi harapan tentang keadaan sang kembaran yang bahkan dirinya pun tak tau. Arta pun sebenarnya tak kalah gusar dengan Asha, dirinya sungguh tak ingin juga merasakan kehilangan untuk kesekian.
🪐🪐🪐
Mati otak.
Asha langsung terduduk lemas, Arta pun tak kalah terkejut bahkan Arta sudah tak bisa lagi membendung air matanya.
Kata Dokter, mungkin saja saat kecelakaan kepala Arsa terbentur benda tumpul dengan kuat sehingga kepalanya mengalami cedera berat.
Mati otak merupakan kondisi ketika seluruh aktivitas otak terhenti secara permanen. Dan sampai sekarang belum ada obat atau apapun untuk memulihkan juga mengobatinya.
"T-tidak mungkin, Ka Arsa ... Ka A-arsa pasti b-ha-ik bha-ik shah-ja." Asha merasa dada kirinya panas serasa terbakar, ditambah saluran pernafasannya yang tercekat.
Arta bangkit menghampiri sang adik, lalu berusaha meminta tolong pada suster yang berlalu lalang.
"Sha jangan seperti ini. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan." Ucapnya Isak tangis.
"Jangan seperti ini." Lirih Arta pelan ketika beberapa suster membawa adiknya kedalam IGD.
Arta sekarang sadar. Dirinya dulu terlalu egois dan munafik. Arta menyayangi Arsa begitupun dengan Asha. Dirinya tak ingin ditingal pergi oleh kembaran ataupun adik bungsunya.
Yaa ... Arsa baru sadar. Rasa aneh yang kadang timbul dihatinya adalah rasa sayang, rasa takut ditinggalkan.
Arta benar-benar tak tahu, kalau nanti Arsa meninggalkan nya bagaimana? Atau bahkan nanti Asha akan pergi juga?
Arta rasa dirinya tak akan sanggup, sungguh.
-o0o-
photo bonus:
Artaa
Arsa
Asha
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa. [End]
RandomRasa adalah tanggapan indra terhadap rangsangan saraf, seperti manis, pahit, masam terhadap indra pengecap, atau panas dan dingin. Tapi dikisah ini Rasa yang kita bahas berbeda. Yaitu rasa dalam artian kekuatan halus yang menyelimuti atau citraan, b...