"On Rainy day."◉‿◉
Di sebuah emperan toko, terlihat sepasang kekasih yang sedang berteduh dari derasnya hujan yang mengguyur kota sore ini. Mereka terlihat sangat serasi.
Sang perempuan yang mengenakan dress putih, dengan motif bunga Krisan berwarna kuning, dan sang laki-laki yang nampak cool dengan kaus putih serta jeans hitamnya.
Perempuan itu tengah memotret kakinya dan juga sang kekasih, dengan sebuah kamera yang ada di tangannya.
Tiba-tiba sneaker putihnya diinjak oleh sepatu sneaker milik kekasihnya, hingga kejadian itu terbidik oleh kamera.
Sambil berkacak pinggang, perempuan itu menatap sang kekasih marah. "Kotor, ih!"
"Kenalan, sepatu baru kan?" tanya laki-laki itu memastikan.
"Kan bisa baik-baik, kenapa kaya gitu?!"
Laki-laki itu menghadap sempurna pada sang kekasih, lalu bersedekap dada. "Ya gimana. Akunya harus berlutut terus ngajak ngobrol gitu?" Laki-laki itu membungkukkan tubuhnya kearah bawah. "'Hai, kamu sepatu baru ya? Kenalin aku pacar majikan kamu.' gitu?" lanjutnya.
Sang perempuan terkekeh geli, saat sang kekasih berucap dengan suara menirukan anak kecil. "Iya kaya gitu. Sepatunya gak kotor, aku seneng!"
Laki-laki itu berkomat-kamit menirukan ucapan sang kekasih. Sedangkan sang perempuan kembali tertawa, sambil memukul lengan kekasihnya.
"Kebiasaan. Dipukul balik, marah."
Perempuan itu berhenti tertawa. "Ya kamu, mukulnya pake tenaga!" kesalnya.
Laki-laki itu menatap kekasihnya, dengan alis tertaut. "Emang kamu enggak?"
Dengan yakin, perempuan itu mengangguk. "Enggak lah. Buktinya kamu gak kesakitan."
"Aku tahan, sayang," rengek laki-laki itu dengan tangan terkepal di samping tubuhnya, serta kaki yang ia hentak-hentakkan.
"Oh, sakit ya?" Perempuan itu maju perlahan, mengikis jarak di antara mereka.
Dengan gerakan kilat, perempuan itu melayangkan cubitan di pinggang kekasihnya. Laki-laki itu tak mampu mengelak, karena kecepatan tangan gadisnya.
Laki-laki itu hanya mampu meringis dengan sesekali menghindar. Walaupun ukuran tubuh kekasihnya ini relatif kecil, tetapi tenaganya tidak bisa diremehkan.
"Udah, udah. Liat tuh!" Laki-laki itu menunjuk wajah kekasihnya.
"Apa? Jangan ngalihin pembicaraan ya, kamu!"
"Serius ih! Liat, eyeliner kamu luntur!"
Perempuan itu menghentikan aksinya, lalu bercermin pada ponsel. Dan benar, eyeliner nya luntur. Matanya kini terlihat menghitam.
Adu mulut demi adu mulut kian menjadi, sesekali terlihat akur. Namun, tak lama kembali berselisih.
Kegiatan dua sejoli yang tengah memadu kasih itu, tak luput dari perhatian seorang perempuan yang berdiri di sebrang toko. Perempuan itu sesekali ikut tertawa, melihat keharmonisan mereka.
Setelah puas memandangi mereka, perempuan itu beralih menatap seorang laki-laki yang berdiri di sampingnya.
Laki-laki itu terlihat fokus pada ponselnya. Jika bisa, perempuan itu ingin seperti dua sejoli tadi yang terlihat sangat romantis baginya.
Perempuan itu mengulurkan tangannya, membiarkan air hujan membasahinya. Pikirannya kembali dipenuhi rasa bimbang, hubungannya dengan laki-laki di sampingnya sudah memasuki waktu dua bulan.
Namun, selama itu tidak banyak momen indah yang mereka ukir. Laki-laki itu terlalu sulit untuk ia taklukan.
Tiba-tiba sebuah ide gila muncul dalam benak perempuan itu. Dia semakin membasahi tangannya dengan air, lalu menyipratkan air pada wajah kekasihnya.
"Avan!"
Sepertinya laki-laki yang dipanggil Avan itu terkejut, terlihat dari respon tubuhnya sampai menjatuhkan ponsel ditangannya.
"Apaan si lo?!" bentaknya marah.
"A-avan, S-sasa minta maaf." Sasa berucap dengan terbata.
"Gue udah cukup kesel jalan sama lo, dan sekarang ...." Laki-laki itu menjeda kalimatnya, lalu menunjuk ponselnya. "Lo rusak hp gue!"
Setelah mengatakan itu Avan beranjak pergi. Namun, tak lama dia kembali menghentikan langkahnya.
"Mau gue kasih tau satu fakta?" Avan mengangkat tangannya, yang sedang menggenggam ponsel. "Kehadiran lo di hidup gue, gak lebih penting dari hp ini!"
Setelah mengatakan itu Avan melemparkan ponselnya kehadapan Sasa, sampai ponsel itu terbelah dua.
Sasa yang terkejut hanya mampu memundurkan langkahnya, dengan tangan yang saling bertaut dan tubuh yang bergetar.
Bertepatan dengan kepergian Avan, Sasa mengangkat wajahnya. Air mata tiba-tiba saja turun, membanjiri pipinya. Satu fakta yang Avan utarakan, benar-benar mempertegas ketidak sukaan laki-laki itu padanya.
Sebelumnya Sasa tidak tahu, bahwa Avan begitu membencinya. Atau mungkin dia tahu, hanya saja dia ingin menyangkalnya.
Hujan yang semula mereda kini kembali deras. Angin yang bergemuruh, serta suara petir yang menyambar, semakin mendukung suasana hati Sasa.
Sasa tersadar, bahwa ia terlalu berimajinasi tinggi pada hubungannya dan Avan.
Gimana lanjut or no?
KAMU SEDANG MEMBACA
AVANSA ✔️
Teen Fiction"Pertama, hidup. Kedua, pergi. Ketiga mati," ucapnya dalam hati. "Avan. Sasa ada pertanyaan, Avan jawab ya!" Sasa menyandarkan kepalanya, di atas pundak laki-laki itu. "Avan pilih yang mana, satu, dua, atau tiga?" "Tiga," jawab Avan asal. Sasa mena...