Frühlingsstimmen

16 2 0
                                    

Seember air bekas pel mengguyur kepala seorang gadis berambut pendek dengan pakaian yang sudah tak dapat disebut layak. Pelaku serta beberapa orang disekitar nya memiliki tatapan berbeda. Tatapan senang milik pelaku serta beberapa tatapan lainnya seperti jijik, iba hingga tatapan tak peduli. Andala si korban bully di sekolahnya sudah terbiasa mendapatkan hal tersebut. Hanya saja si pelaku tak pernah merasa puas dengan tindakan nya yang sungguh sangat tidak manusiawi .

"Bangun dong ala, lo bilang suka sama Saga kan? Jangan diem aja dong" bentak Bendina atau Dina sebagai pelaku utama dalam kasus pembullyan yang di dapatkan Andala selama hampir 2 tahun dia di SMA. Kata siapa kehidupan SMA itu indah dan selalu mulus saja? Pada kenyataannya kehidupan di SMA lah yang paling menyakitkan jika bisa Andala ingat.

Andala mencoba bertahan walau sebenarnya ia sangat ingin menangis dan berteriak di hadapan wajah Bendina lalu memukul nya dengan keras. Namun semuanya hanya ada dalam imajinasi Andala. Jangankan berteriak, mendongak pun ia tak berani. Takut? Andala tidak takut, permasalahan sebenarnya dari Andala yang tak ingin melawan Bendina adalah agar ia tak dikeluarkan dari sekolah dan mendapat surat rekomendasi untuk kuliah di tempat yang bagus karena pada dasarnya Andala adalah murid berprestasi. Sama layaknya dengan Bendina, Deswina serta Arawinda.

Namun kali ini Andala sudah tidak tahan lagi, Dina dan kedua temannya benar-benar sudah sangat keterlaluan. Selain memukul, menjambak, mendorong serta menendang perut Andala mereka juga merusak seragam dan buku buku Andala. "Udah deh, capek gue sama ini orang. Yok Wina, Ara kita pergi dari sini. Biarin si Ala menikmati wangi nya air bekas pel" ucap Dina dengan girang memeluk lengan kedua sahabatnya dan berbalik meninggalkan Andala yang mencoba berdiri dengan tertatih.

"Jadi setelah Nara mati, kalian ngebully gue cuma karena suka sama kakaknya Ara?" Suara berat itu milik Andala. Dina serta kedua temannya berhenti berjalan dan berbalik dengan tatapan tidak percaya. Andala pun melanjutkan ucapannya sambil menepuk nepuk bajunya yang berbekas tepung, telur, kecap ikan serta air hitam bekas pel. "Kalian mau gue juga menyerah dan bunuh diri seperti Fanara? Bener? Kalian gak belajar dari kesalahan gimana kehilangan nya Sagara?" Andala tersenyum miring dan menyingkirkan rambut lepek yang menutupi wajah pucatnya.

"Bendina, lo iri karena gue lebih pinter atau lo iri karena gue pinter dan dapat perhatian dari Sagara? Kasian, lo bener-bener menyedihkan Bendina". Wajah bendina merah padam mendengar ucapan dari Andala yang memang benar adanya, siswa lain yang tadinya hanya melihat kini mulai fokus pada keempat siswi di lorong belakang musholla.

Bendina berdecih dan berjalan mendekati Andala.
"Apa? Iri sama lo? Andala, look at me and now look at you. Dunia kita itu berbeda Andala, dan lo gak akan pernah gue ijinin buat ada di dunia gue" seperti biasa, Bendina membandingkan dirinya dengan Andala dengan segala kelebihan yang ia miliki dan seperti biasa juga Andala tidak peduli. "Gue gak tau lo tolol atau emang dungu, tapi lo dan gue ada di dunia yang sama. Hanya saja beberapa keberuntungan di pihak lo."

Andala diam lalu mengangkat dan membereskan barangnya kemudia menepuk bahu Bendina dan berbisik. "Ini terakhir kalinya lo bully gue, selama ini gue diem karena masih berduka ditinggal Nara. Selanjutnya, lo gak bakal bisa jadiin gue mainan lo lagi. Hari kemenangan lo berakhir sekarang Bendina" Andala meninggalkan Bendina yang pikirannya sedang berkecamuk. Benci, marah, ego, luka, sakit, sedih, kecewa. Seluruh emosi itu meluap di dadanya, memejamkan mata berusah menetralkan emosi serta sakit di dadanya. Bendina kembali teringat kilas balik seorang Fanara.














Coba tebak Fanara ini siapa nya Bendina dan Andala. Dan kok bisa Arawinda juga Sagara itu kakak adek? Ya bisa aja si namanya juga cerita. Seeya!

Andala - ketika dunia kelam menjadi jelitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang