"Deket banget?" Tanya seseorang yg nyaris membuatku menyemburkan minuman dari mulutku ke wajahnya. Bikin kaget aja.
Si tomboy, jessica. "Deket banget kayanya sama mark," Ulangnya karna aku hanya menatapnya datar.
Aku hanya mendengus sebal, mengingat pagi tadi jessica kan ngegas banget. Padahal cuma ketabrak dikit ga bikin lecet kok.
"Jawab dong, nungguin nih." Lagi, seolah emang beneran nungguin jawabanku.
"Ga kenal ko,"
"Ko bisa ngobrol cuma berdua?" Tanyanya seperti mengintrogasiku. Aku mendengus kesal lalu menatap jessica dengan wajah malas.
"Emang gaboleh, kamu pacarnya atau kamu suka sama mark?" Tanyaku balik, jessica langsung gelagapan oleh pertanyaan to the point yg langsung aku lontarkan dengan lancar.
"Bukan urusanmu lah, gausah tanya-tanya." Jawabnya dengan mata yg enggan menatapku balik. Menghindari kontak mata denganku.
Ck, sudah ku pastikan jessica ini adalah salah satu orang yg menyukai mark.
Oke. Mark lee selain friendly ternyata lumayan di gandrumin banyak kaum hawa. Ga heran sih prestasinya emang di atas rata-rata.
Aku memutar bola malas, dan jessica sepertinya masih menunggu jawaban antara hubungan aku dengan mark.
"Jawab dong lama amat pegel nih kaki."
"Jangan tanya-tanyalah kita ga kenal."
Jessica tertohok dan langsung diam ia menatapku tak percaya, aku hanya tersenyum remeh lalu pergi meninggalkan dia di depan drink machine yg di adakan di sekolah ini.
"Hey! Anak baru SIALAN!" Jessica berteriak karna merasa di acuhkan olehku. Toh, aku tetap tidak peduli meskipun suaranya habis akibat berteriak-teriak tidak karuan disitu.
Oh, fakta baru yg bahkan hari ini aku sadari bahwa orang-orang mungkin menyukai mark karna sisi cerahnya saja, sisi gelapnya siapa yg tahu?
Manusia kan sifatnya cenderung menyukai karna sebuah kelebihan dan jarang menerima sebuah kekurangan.
Itulah sifat asli manusia.
"Cuaca kurang bagus, usahain selalu bawa payung buat jaga-jaga." Aku pun menoleh ke sisi kiriku, lelaki dengan payung hitam berdiri di sampingku.
Mark lee. Tidak di undang ke hadirannya tiba-tiba saja datang. Hujan turun deras di jam empat sore. Sesekali ada petir menyambar, angin yg bergemuruh dan derasnya hujan berjatuhan.
"Gaada yg jemput?" Tanyanya lagi, karna emang aku hanya diam membisu daritadi.
Aku menggeleng, "Gaada, mungkin lagi sibuk."
"Sesibuk apasih mereka sampe belum jemput anak perempuannya?"
Aku menatap mark, dan lelaki dengan hidung mancung itu menatapku kembali. Entah mengapa lelaki yg di gosipkan memiliki masa depan secerah matahari ini justru selalu terlihat menyedihkan jika di hadapanku—atau, karna emang aku tau sisi lain dari seorang mark lee?
"Bukan prioritas, gausah berharap dapat perlakuan spesial."
Mark diam. Dan akupun juga. Hingga beberapa menit mark hanya diam mematung di sisiku. Kita akhirnya sama-sama diam menyaksikan semesta seolah sedang mengamuk, kilatan petir terasa seperti paparazzi dan dua anak manusia ini hanya diam seolah memang tidak kaget dengan keadaan seperti ini.
"Bagaimana rasanya memenuhi ekspetasi keluarga, mark?"
Pertanyaan spontan yg aku keluarkan dengan penasaran yg semakin menjadi. Aku bukan anak secemerlang mark, tidak memiliki frestasi apapun dan karna hal itu aku bahkan tidak pernah mendapat sebuah apresiasi dari siapapun.
Rasanya memang menyakitkan di awal, hingga akhirnya aku terbiasa tidak pernah di anggap ada.
"Lagi lagi soal ekspetasi," Mark menjeda ucapannya lalu tersenyum lembut sambil menatapku.
"Karna tau aku bisa melalukannya, kerap kali aku harus bisa jadi seseorang yg lebih."
Akhirnya aku tau jawaban yg selama ini aku ingin dengar. Perihal ekspetasi keluarga memang tidak pernah ada habisnya. Mungkin mereka lupa bahwa kita tetaplah anak-anak tidak peduli berapapun usia kita.
Kenyataan ini membuatku tersadar, bahwa anak ambisi seperti mark, jenius seperti mark, dan bahkan sudah lebih dari cukup untuk menjadi anak yg menjanjikan—harus menjadi sosok lebih untuk kesekian kalinya.
Dan, untuk kesekian kalinya aku mendengar sebuah kalimat yg menyakitkan dari mulut mark lee.
Aku tidak tau siapa itu mark lee, yg ku tau dia hanyalah seorang ketos populer yg banyak di sukai banyak wanita. Dan, yg ku tau ia hanyalah anak lelaki yg selalu berusaha terlihat perfect ya meskipun faktanya—ia terlihat tidak baik-baik saja.
Aku menatapnya sebentar lalu terdiam beberapa saat. Ia menghela napas berat lalu melemaskan tubuhnya, ia menatap langit yg mengamuk semakin jadi.
Aku kembali melihat kehampaan dari bola matanya, ia terlihat sangat lelah akan hidupnya.
Tanpa sadar, aku merasa bahwa aku dan mark berada di jalan yg sama—meskipun aku rasa caranya bertahan itu berbeda.
"Mark," Panggilku, karna aku merasa bahwa lelaki di sisiku terlihat semakin kalut.
"Are you okey?" Tanyaku meyakinkan.
Mark menoleh dan menatapku, "Aku selalu keliatan menyedihkan ya kalo di samping kamu?"
"Hah?"
Mark tertawa kecil, mulutku terkatup rapat seolah tidak bisa berkata apapun lagi.
"Aku menyedihkan ya, serena?"
"Kenapa aku gabisa seperti biasanya kalo di samping kamu?" Ucapnya lalu menghentak-hentakan kaki ke lantai. "Kenapa kamu gabisa ngeliat aku baik-baik aja sih?"
"Mark. Aku ga buta. Oranglain bukan gabisa ngeliat kamu kaya gini—mereka cuma ga pengen." Aku menghela napas berat merasa sesak di dadaku semakin menjadi.
Entah bagaimana aku bisa menenangkan oranglain, sedangkan aku sendiri butuh di tenangkan.
"Tepat sekali."
Mark mengangguk-anggukan kepala, lalu memberiku payung hitamnya. "Pulang sana pake payungnya."
"Lho, kamu sendiri gimana?"
"Mau ujan-ujanan udah lama ga ngerasain air hujan. Bye hati-hati."
Mark melambai lalu berlari di tengah-tengah hujan deras dan beberapa kilatan petir menyambar.Kupastikan, ini bukan kali pertama mark melakukan hal tersebut. Mark hanya ingin menangis kupastikan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another life
Fanfiction"Kehidupan ini akan terus berjalan meskipun tidak ada kamu di dunia ini." ©makeuland2O22