1. Peringatan

529 56 2
                                    

🎼 Mount Everest - Labirinth

TIDAK ada satupun yang menyangka jika bangunan megah penghasil penyihir-penyihir hebat di dunia itu akan hancur. Tembok-tembok kebanggaan yang semula menjulang kini sebagian menyisakan reruntuhan, dan aroma gosong dari sisa kebakaran menguar ke atmosfer udara. Demi Merlin, jika dia masih hidup ia pasti akan mengutuk siapa saja yang menghancurkan keajaiban itu. Tetapi perang tidak dapat mencegahnya termasuk kemarahan alam sekalipun.

Perang sihir yang sangat hebat antar dua kubu berlangsung selama tiga tahun. Yaitu ketika salah satu penyihir hitam yang paling ditakuti membentuk pengikut untuk melangsungkan kudeta, dan mereka menyebutnya sebagai Pelahap Maut. Mereka merupakan kumpulan darah murni yang haus akan kekuasaan dan superioritas, serta memiliki tujuan menyapu bersih kaum muggle-born atau darah lumpur yang mereka anggap sebagai hama dunia sihir.

Langit menggelap, semakin memberikan kesan suram di antara lolongan kesakitan. Langkah kaki itu bergema seiring satu pijakan. Kabut tebal yang menutupi pandangannya kian menipis ketika dia sampai di ruangan yang sangat luas. Perpaduan aroma anyir dan apak seketika menusuk indra penciumannya. Dia hampir terpeleset kala sepatunya menyentuh cairan kental berwarna merah gelap. Darah. Darah pengkhianat dan darah lumpur. Draco meringis ketika menyadarinya. Rupa darah-darah itu sama dengan darah murni yang dia agung-agungkan. Darah murni miliknya tentu tidak mengandung emas yang berharga. Tetapi status yang mengalir dalam tubuhnya patut untuk dibanggakan.

Tatapan mata Draco mengedar ke setiap penjuru ruangan tersebut. Dia dengan mudah mengenalnya meskipun telah mengalami kerusakan yang parah dan ditutupi pemandangan mengerikan. Ruangan itu adalah saksi bisu ketika dia pertama kali menginjakkan kaki sebagai murid Hogwarts. Tempat dimana dia dapat menampilkan wajah angkuh ketika topi seleksi asrama menyebutnya Slytherin. Namun bekas Great Hall itu kini telah beralih fungsi menjadi tempat penyiksaan. Penyiksaan bagi para penyihir yang menentang kekuasaan Voldemort.

Perang telah usai sejak satu tahun yang lalu. Kematian Potter— sosok yang digadang-gadang sebagai pahlawan dunia sihir— menjadi tanda pengikutnya untuk menjatuhkan lutut. Jasad musuh bebuyutan Voldemort itu tidak ditemukan secara utuh karena hangus dilahap api. Dia merenggangkan nyawa ketika terjun bersama Pangeran Kegelapan dari Menara Astronomi.

Nasib kedua sahabatnya pun tak kalah mengenaskan. Salah satu darah pengkhianat Weasley mati di tangan Antonin Dolohov. Kemudian jasad penyihir berambut merah itu menjadi santapan Nagini— ular peliharaan Voldemort yang juga mati ditebas oleh Neville Longbottom. Selanjutnya adalah Hermione Granger. Dia adalah gadis terpintar di Hogwarts pada masanya. Kelahiran muggle itu mati tenggelam di Danau Hitam ketika melakukan pertarungan dengan Fenrir Greyback. Jasadnya tidak ditemukan, dan semua orang mengira  monster-monster yang hidup di danau itu telah menghabisinya.

Draco bergerak semakin dalam ruangan itu. Semua figur yang mendapat penyiksaan sontak melayangkan pandangan ke arahnya. Bukan tatapan takut yang dia dapatkan, melainkan tatapan penuh kebencian dan skeptis seolah dia tidak pantas tetap hidup. Tetapi Draco tidak peduli. Dia sudah terbiasa dengan hal tersebut sejak dituduh membunuh Dumbledore.

Tangannya merogoh saku jubah untuk mengambil tongkat. Dia berhenti di depan sesosok pemilik tubuh yang terbelenggu rantai. Draco mengamatinya cukup lama sebelum berjongkok. Seorang gadis— dia terus menunduk hingga rambut hitam kusutnya menutupi wajah yang hampir tak dikenal. Gadis itu juga kehilangan tiga jari. Pakaian yang dikenakan-pun jauh dari kata layak. Karena banyak robekan yang tak cukup untuk menutupi tubuhnya, bernodakan darah dan debu, serta basah akibat keringat.

SwitchedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang