Kehilangan seorang yang sangat berarti dalam hidup pasti akan terasa berat. Begitu pun dengan Meli, dia baru saja mendapat kabar bahwa ayahnya sudah pergi ke nirwana.
Meli bahkan merasa belum berbakti secara benar pada sang ayah. Pria itu adalah satu-satu penopangnya, ada pun hubungan dengan sang ibu seperti makin menjarak.
Sebelum sang ayah benar-benar pergi, ia sempat mewasiatkan untuk kelola dengan baik tempat penitipan anak miliknya. Sungguh itu berat sebenarnya bagi Meli, apalagi ia tidak begitu bisa dekat dengan anak kecil.
“Kakak, aku mau pelmen.” Sebuah suara cadel membuyarkan lamunan Meli. Seorang gadis kecil yang begitu imut menarik-narik baju Meli.
“Aku tidak punya permen,” jawab Meli begitu lugas. Dia berkata seadanya, tanpa membujuk dulu gadis kecil itu.
Tidak bersahabat dengan anak kecil memang. Sedikit tidak ramah, meski maksud Meli bukanlah demikian.
Gadis kecil itu mulai berkaca-kaca, sebentar lagi pasti menangis.
“Baiklah, baiklah. Kamu tunggu sini, biar Kakak beli dulu permennya,” kata Meli.
Gadis kecil itu mengangguk lalu kembali ke tempat teman-temannya yang sudah tertidur duluan. Karena sekarang memang jadwal tidur siang mereka.
~[][][]~
Dalam perjalanan membeli permen, Meli harap-harap cemas dengan keadaan daycare. Dia terlupa kalau hari ini hanyalah ia yang menjaga tempat berisikan anak-anak kecil itu dan mengunci terlebih dulu sebelum ditinggal.
Kekhawatiran Meli semakin menjadi ketika Khalisa— gadis kecil yang tadi pinta permen —tidak berada di tempat.
‘Dia hilang kemana pula? Perasaan tadi dia masih anteng sama mainannya pas aku tinggal,’ batin Meli kelimpungan. Setelah memastikan telah mengunci dulu ruangan tempat tidur anak-anak supaya tidak ada yang kabur lagi, bergegaslah ia mencari Khalisa.
“Icha! Icha! Kamu di mana? Ini Kakak sudah ada permennya,” panggil Meli di sepanjang lorong daycare.
Entah apa jadi jika Khalisa yang terbiasa dipanggil Icha itu benar-benar hilang.
“Kak Meli!”
Itu jelas suara Khalisa. Gadis kecil itu dalam gendongan seorang pemuda asing, sambil menggenggam permen di tangannya ia melambai senang pada Meli.
Meli langsung menatap berang sang pemuda. “Serahkan Khalisa padaku. Kau pasti ingin menculiknya, 'kan?!” tuduhnya.
Manik safir milik pemuda itu menatap kaget sang gadis. Cukup tertegun karena sudah dituduh sembarangan.
‘Apa benar manusia ini yang harus kujaga? Mana galak lagi,’ batin sang pemuda.
Khalisa mengisyaratkan pemuda itu menurunkannya. Dengan perlahan ia lun diturunkan.
“Kak Meli, jangan malah-malah. Kakak ini tadi beliin pelmen, loh,” kata Khalisa.
Pemuda itu mendengkus pelan. “Aku tadi ketemu dia ada di pinggir jalan sendirian. Kebetulan aku ada di sana jadi langsung aku samperin, takutnya ketabrak,” jelasnya, “lagi pula kok bisa anak kecil keliaran di luar sendirian.”
Bodo amat dengan penjelasan pemuda itu, Meli mengangkat Khalisa ke gendongannya lalu berbalik pergi. Namun, sebelum itu ia berucap sebentar. “Terima kasih sudah mengantarkan Khalisa ke sini.”
“Tunggu!” seru pemuda itu. Meli otomatis menoleh. “Boleh minta waktunya sebentar, ada yang harus kubicarakan padamu.”
“Tidak bisa, aku harus kembali ke daycare. Anak-anak tidak ada yang jaga.”
Kesal lagi-lagi yang didapatkan hanya keketusan, secara mengejutkan pemuda itu menampakkan sepasang sayap di balik punggungnya dan laksana kecepatan angin, dia membawa terbang Meli serta Khalisa.
“K-kau ini sebenarnya siapa? Mana mungkin manusia punya sayap!”
“Perkenalkan aku Taufan, seorang malaikat penjaga. Singkatnya aku ditugaskan untuk menjagamu,” Taufan mengulaskan sebuah senyuman teduh, “akan kujelaskan selebihnya jika kita sudah mendarat.”
Bersambung …
.
.
Di sudut pandang Taufan:
Galak amat nih orang? Rapuh dari mananya coba?Sudut pandang Meli:
Dasar penculik!Khalisa:
Yey, jadi bulung!Gak tahu ngetik apaan. Semoga gak cringe hahaha
______________
05 April 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
SeLaRas: Selalu Larut dalam Rasa
FanfictionMalaikat dan manusia itu ditakdirkan untuk tidak bersama. Dipaksa sampai langit terbelah sekali pun tetap tidak akan bersatu. Tapi bagaimana jika larangan itu dilanggar? Apakah semuanya akan berakhir bahagia? Hukuman menanti Taufan ketika ia sadar s...