“Kelamaan kalau jalan, jadi kita akan terbang.”Tanpa peringatan Taufan langsung menarik Meli dalam dekapannya plus Khalisa. Jarak di antara mereka kian terkikis. Sentuhan Taufan yang tiba-tiba membuat jantung Meli berdetak lebih kencang. Detik berikutnya Taufan mengeluarkan sayapnya.
Mereka bertiga pun naik ke atas langit. Rasa takut menguasai Meli, ia pejamkan matanya dengan erat.
“Kenapa tutup mata? Kamu takut?” Bisikan Taufan yang menggelitik telinga. “Kamu enggak usah takut. Langitnya indah, loh, sayang untuk dilewatkan. Percaya padaku dan buka matamu.”
Perkataan Taufan seakan memantik keberanian dalam diri Meli. Gadis itu pun lalu menampilkan iris cokelat miliknya dengan perlahan. Hal pertama yang tertangkap adalah mata sebiru safir yang mengkilat. Rambut hitamnya dengan beberapa helai putih di bagian depan menari-nari bersama tiupan angin.
Meli yang ketakutan sampai harus dibujuk dulu untuk membuka mata saja kontras dengan Khalisa yang sedari tadi tampak antusias. Matanya berbinar memandangi pemandangan di atas awan ini. “Icha jadi bulung!”
Mereka bertiga mengarungi barisan awan yang tak berujung. Di bawah sana panorama kota terlihat seperti lukisan. Meli tidak bisa untuk berdecak kagum.
“Gimana? Terbang enggak semenakutkan itu, 'kan?”
“Iya ….”
[][][]
Tidak masuk di akal. Ada seorang yang mengaku sebagai malaikat pelindung atau penjaga dan terbang. Sayapnya mirip dengan burung hanya saja lebih lebar dan tampak kokoh. Setiap ia berkepak, angin berembus kencang.
“Sip, sudah sampai. Betul bukan ini tempat yang kamu tuju?” Taufan menurunkan Meli serta Khalisa tepat di depan daycare.
“Icha, kamu masuk duluan. Kak Meli mau bicara dulu sama orang ini.” Secara halus Meli mengusir Khalisa, membiarkan ia dengan Taufan berdua saja. Untungnya Khalisa menurut, lalu gadis kecil itu masuk menemui teman-temannya dengan langkah riang. Tidak sabar menceritakan bagaimana ia tadi terbang dengan pengasuh mereka.
Setelah memastikan Khalisa benar-benar masuk Meli pun menoleh pada Taufan. “Jadi bisa kamu jelaskan apa yang barusan terjadi? Malaikat penjaga, malaikat pelindung, terbang, sayap, semua itu hanya di dunia fantasi. Apa ini sebuah tipuan?”
Sudah Taufan duga mana ada manusia biasa langsung percaya terhadap hal tabu seperti ini. Dirinya menuntun Meli untuk duduk di kursi lorong, tidak enak bicara panjang lebar sambil berdiri.
“Aku mendapatkan tugas, katakanlah dari yang kausebut Tuhan, Dia memerintahku untuk menjagamu setelah melihat apa yang sudah dialami selama hidup,” jelas Taufan, “keberadaanku ini sebagai pelindung. Asal hidupmu berjalan dengan baik, maka tugasku pun berarti berhasil.”
“Aku tidak perlu dijaga. Hidupku juga baik-baik saja.”
Taufan menghela napas. “Kalau hidupmu baik-baik saja … terus kenapa aku ada di depanmu sekarang? Mau kamu menolak kehadiranku pun, aku tetap mengawasimu meski dari jauh.”
Bukan maksud Meli ingin menyangkal fakta yang ada, ia hanya sedikit butuh peyakinan. “Baiklah, baiklah, terserahmu saja. Aku pusing memikirkan ini semua.” Meli bangkit dari duduknya. Merapikan roknya lalu berjalan pergi meninggalkan Taufan sendirian.
‘Ya ampun, keras kepala sekali, sih.’
[][][]
“Taufan, Aku tugaskan kamu untuk melindungi manusia ini,” titah Sang Maha pada makhluk-Nya, “jaga dia segenap jiwamu. Namun, ingat jangan sampai kamu terlena sehingga lupa pada aturan yang sudah Aku buat.”
“Baik, akan saya laksanakan.”
Taufan hafal apa yang dimaksud aturan itu. Dia sudah lama menjadi guardian angel, tidak asing lagi dengan aturan tersebut.
Jangan pernah libatkan perasaan saat bertugas.
.
.
.
_____________
17 April 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
SeLaRas: Selalu Larut dalam Rasa
FanfictionMalaikat dan manusia itu ditakdirkan untuk tidak bersama. Dipaksa sampai langit terbelah sekali pun tetap tidak akan bersatu. Tapi bagaimana jika larangan itu dilanggar? Apakah semuanya akan berakhir bahagia? Hukuman menanti Taufan ketika ia sadar s...