PROLOG

27 6 2
                                    

Gadis bersurai hitam legam dengan panjang sebahu itu tengah menyesap kopi espresso nya. Maniknya terpejam rapat saat lidahnya dengan khidmat menyecap rasa dari kopi itu. Pahit.

Bukan. Sangat pahit.

Namun anehnya, rasa itu sudah menjadi candu dikala dirinya tengah merasakan sembilu.

Setidaknya, ia sudah menemukan semangatnya. Ah, jika kedua sahabatnya tahu dirinya sedang meminum kopi ini, dapat dipastikan mereka akan mengomel tiada henti.

Feyra tersenyum kecil mengingat kembali hal itu. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain membuat kedua sahabatnya frustasi setengah mati menghadapi dirinya.

Seperti inilah Feyra yang sesungguhnya, bukan yang banyak tertawa, tapi yang banyak menyembunyikan luka.

Satu-satunya orang yang mengetahui hanyalah sahabat lelakinya, Aru. Bukan Feyra menyembunyikan dari sahabat perempuannya, namun dia tidak mau jika sampai kedua orang yang disayanginya itu terbawa ke dalam masalahnya yang sangat rumit.

Ia tidak mau sampai menyusahkan orang lain, termasuk Aru sebenarnya. Sudah banyak ia membebani Aru.

Ponselnya berdering menampilkan nama Aru di sana, sesegera mungkin dia mengangkatnya.

"Ra, besok udah sekolah. Lo di rumah mana? Gue jemput, kita beli perlengkapan sekolah bareng."

Feyra tersenyum tipis, sangat tipis. Aru memang yang terbaik, definisi sempurna hampir Aru dapatkan sebagai manusia di bumi.

"Aru, harusnya lo nggak ketemu manusia kayak gue."

ECCEDENTESIASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang