BAB 1

45 3 0
                                    


semua Bangunan merupakan kehaluan author. Jadi jangan disangkutin ke dunia nyata yaa.. Just for fun, bestie. Happy enjoy 🥰

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Karpet putih membentang sepanjang pintu utama hingga podium depan di sebuah gereja kota Palembang. Sebentar lagi tempat tersebut menjadi tempat bersejarah bagi Tiger dan Jihan untuk menempuh hidup baru.

Tepat satu bulan setelah pengakuan Tiger ingin menikahi Jihan, acara pun akhirnya digelar dengan sederhana saja. Hanya dihadiri beberapa kerabat saja. Jihan sebenarnya menolak keras permintaan pria itu, namun mengingat aib yang akan ditanggung keluarga Isvara membuatnya terpaksa menyetujuinya.

Pagi yang begitu cerah, namun begitu kelam bagi Jihan. Di kediaman Isvara, Jihan terus menitikkan air mata di kamarnya. Bibi Fida yang menemaninya, hanya bisa membelai punggung perempuan itu dengan lembut.

Khansa -- adik tiri Jihan yang memaksanya pulang ke Kediaman Isvara sejak tahu kehamilan Jihan, sudah mendengar kabar tersebut. Namun ia tidak bisa datang karena bertepatan dengan hari pertama masuk kuliah di luar negeri. Ditambah kesibukan Leon, suaminya yang tidak bisa ditinggalkan.

"Non, sudah ya. Jangan menangis terus. Bibi yakin ini jalan terbaik untuk Non Jihan dan keluarga," ucapnya pelan berusaha menenangkan.

Jihan mengangguk sembari menyeka air matanya. Meski isakannya masih terdengar. Bukannya bahagia di hari pernikahan, Jihan justru merasa tertekan.

Ketakutan melingkupi hatinya mengingat sikap frontal dan kasar calon suaminya. Hatinya berdenyut nyeri tatkala mengingat pelecehan seksual yang dialaminya hingga saat ini tertanam benih di rahimnya.

Jika bukan karena Khansa, Jihan mungkin sudah mengakhiri hidupnya karena tak kuasa menanggung aib yang hanya membuat malu dirinya dan keluarga.

"Iya, Bi. Semua demi ayah dan Khansa. Aku sudah banyak berhutang budi pada mereka. Aku nggak mau membuat keluarga ini malu," aku Jihan memejamkan mata sembari menghela napas panjang. Menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan sesak di dadanya.

"Yang sabar ya, Non. Semoga setelah ini Non Jihan mendapat kebahagiaan," sambung Bibi Fida membelai rambut panjangnya. Jihan mengangguk pelan.

Setelah beberapa saat, Jihan mulai tenang. Ia bergegas mencuci mukanya lalu segera dimake over oleh MUA yang menunggu sedari tadi. Mereka segera melaksanakan tugasnya masing-masing. Ada yang merias wajah, menyiapkan gaun, lalu ada yang bertugas menata rambut Jihan. Wajah sembabnya mampu tersamarkan dengan make up yang mengukir wajah cantiknya.

"Tok! Tok!"

"Jihan, sudah siap belum? Kita harus segera berangkat," ucap Fauzan--sang ayah tiri setelah mengetuk pintu.

"Sudah, Yah!" sahut Jihan yang memang sudah siap, ia duduk dengan tegang di depan cermin yang memperlihatkan keanggunannya dalam pantulan cermin tersebut. Gaun indah tanpa lengan berwarna putih bersih, dengan veil transparan menutup wajahnya.

Fauzan membuka pintu kamar tersebut, lalu mengajaknya segera berangkat karena acara akan segera dimulai.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Tepat pukul 10 pagi, rombongan pengantin pria sudah datang terlebih dahulu. Tiger didampingi Milano Sebastian, sang ayah angkat kini berdiri gagah di pintu masuk. Napasnya dibuang dengan kasar saat melihat rangkaian bunga yang ditata sedemikian rupa di ruangan tersebut.

Tubuh kekarnya berbalut tuxedo berwarna putih, dengan celana bahan berwarna senada. Tidak ada senyum sedikitpun yang tersungging dari bibirnya. Tatapannya dingin hingga bisa membekukan orang-orang di sekelilingnya.

The Devil HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang