To Spend the Night, Lanterns Lit All Night

27 3 2
                                    

Setelah berhenti menjelajah, keempat remaja itu baru menyadari bahwa mereka sudah kelelahan karena berbagai hal yang terjadi. Tampaknya juga tidak ada tempat untuk bermalam sama sekali di gua bawah laut tersebut. Namun, sudah terlambat untuk kembali naik ke daratan dengan kondisi fisik saat ini.

Bebatuan yang tidak tersentuh air memiliki permukaan yang cenderung kasar dan tidak beraturan. Jangankan untuk bermalam, untuk duduk di atasnya saja sudah tidak memungkinkan. Setelah meraba-raba dalam kegelapan, akhirnya masing-masing menemukan posisi nyaman untuk berpegangan dan mengistirahatkan kaki yang lelah.

Suasana hening untuk waktu yang lama. Minerva menimang-nimang hal yang harus dia ucapkan pada situasi seperti ini kepada anggota timnya. “Apa ada di antara kalian yang memiliki senter atau sumber cahaya lainnya?” Jika salah satu dari mereka memilikinya, berarti sudah masuk dalam tas mini Chiquithe.

“Ada senter biasa di tasku, tapi tidak kedap air.” Suara lembut itu menjawab dengan pelan, nyaris tidak terdengar. Meskipun begitu, gua bawah laut sangat sepi dengan hanya mereka berempat dan mereka semua berada di sana jadi semuanya masih dapat mendengar dengan jelas.

Chiquithe merogoh ke dalam tas punggungnya untuk mengambil dan menyalakan senter tersebut. Barulah Minerva meningkatkan cahaya dari senter tersebut untuk menyinari seluruh ruang. Kali ini dia sudah memperingatkan sehingga mereka tidak dikejutkan oleh cahaya yang masuk secara tiba-tiba.

Gua bawah laut masih indah seperti pertama mereka masuk. Air laut jernih menjadi berkilauan karena adanya sumber cahaya terang. Lumut dan rumput posidonia yang tumbuh subur, serta bebatuan tidak beraturan yang mengisi gua bawah laut tersebut. Sayangnya tidak ada yang berminat untuk mengaguminya lagi.

“Kalau terang akan lebih baik, kan? Sekarang, mari kita pikirkan langkah kita selanjutnya!” Minerva tersenyum kepada anggota timnya. Sikap positifnya meredakan keluhan anggota tim dan pikiran mereka menjadi lebih jernih. “Apa kita kembali atau tetap di sini? Lalu apa yang kita lakukan jika tetap di sini sampai kita menemukan The Garden of Exiled Flowers?”

“Sebenarnya lebih praktis untuk tetap berada di dalam sini sampai kita sudah membuka pintunya. Masalahnya, tidak ada tempat bermalam dan kita kekurangan sumber pencahayaan.” Lin Yun tidak tahu apakah dia harus bersikap pro atau kontra. “Xiǎo Yú, ada barang-barang yang berguna dari tasmu?”

Chiquithe berdecak kesal, menampar air agar terciprat ke arah Lin Yun. Meskipun hal itu tidak berdampak apa pun pada pemuda itu. “Mana aku tahu, mana yang berguna atau tidak, ah! Semuanya barang-barang yang aku beli dari lama, bukan hari ini, ah!”

Kedua siswa tingkat satu yang berenang bersebelahan itu terdiam setelahnya. Kemudiaan Lin Yun bertanya, “Tali tambang?”

“Aku punya yang panjang, ah.”

“Pelampung atau papan selancar?”

“Cuma papan selancar, ah.”

“Tikar?”

“Bukannya kita semua bawa? Kenapa hanya aku, ah?” Gadis Elf itu semakin kesal. Dia kemudian mengacungkan tinju kepada Lin Yun. Jika Chiquithe tidak tahu bahwa pemuda itu koyak dalam satu pukulan, tentu saja dia tidak akan melakukan perbuatan semacam itu. “Lagipula kenapa kamu menanyakan barang-barangku, ah?!”

Lin Yun membiarkan si gadis memukulnya sampai puas sebagai bahan pelampiasan emosi, sekalipun dia harus dipukuli di perut sambil menahan napas dalam air. Setelah dapat kesempatan untuk mengambil napas, barulah dia menyatakan niat aslinya. “Sebelumnya, kamu harus mendengarkan dulu. Kalau kamu rasa tidak masuk akal, maka kamu boleh memukul sepuasnya.”

Di sisi lain, kedua senior hanya bisa berdiam diri sampai Chiquithe dan Lin Yun selesai. Jika bukan karena beberapa hari terakhir ini mereka memahami seberapa terkendali kedua adik kelas mereka, pasti akan terjadi kerusuhan besar. Namun, tidak ada yang berpikir bahwa Chiquithe dan Lin Yun akan menyebabkan masalah, paling hanya pelampiasan emosi.

Deep Under the Ocean PressureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang