W.A.R.N.I.NG : Any bad fucking scenes and characters here are not to be imitated or followed.
Multimedia : Eyes Open by Taylor Swift (Hunger Games' Soundtrack)
Chapter X — And Now, We've Stepped into a Cruel World
River merasakan tubuhnya terhempas dalam hitungan detik yang terlalu cepat, sebelum kepalanya membentur sesuatu yang keras, dan mematahkan tiap-tiap tulang yang dia miliki.
River mengerang dan membuka mata.
Cahaya putih sialan itu melesak masuk lewat bulu matanya, dan memaksa River mengerjap beberapa kali sebelum bisa melihat dengan benar.
Kepalanya pening bukan main, dan ada sengatan rasa sakit di samping matanya. River meraba pelipis, dan merasakan permukaan kasar perban di sana.
Oh, pelipis. Benar sekali, tembakan itu bukan mimpi ternyata.
River menoleh, memandangi langit-langit kamarnya beberapa saat sebelum beralih. Dan, di sana Sunshine, duduk di meja rias dengan kapas-kapas, alkohol, perban, dan hal lain yang selalu familiar dalam kotak pertolongan pertama.
"Sunshine?" River mengernyit begitu mendengar betapa serak suaranya.
Gadis berambut pirang madu itu menoleh, menampakkan mata biru kelabunya yang berkilat senang. "Ah, River! Kau sudah bangun ya, padahal kan aku belum mengambil foto tidurmu yang jelek tadi."
"Jangan berani-berani melakukan itu. Jam berapa sekarang?" River bangkit, menyandarkan punggung pada kepala ranjang.
Sunshine mendekat, masih dengan kapas dan perban yang berantakan di tangannya. "Kau tenang saja, aku jadi tidak tertarik lagi melakukannya karena kau memelototiku begitu. Dan untuk informasi, ini nyaris tengah malam."
Sunshine duduk di samping kasur, Ratu Kampus itu lagi-lagi menautkan alis begitu memandangi benda-benda di tangannya. Dia kembali berdiri, mendekati meja rias, dan kali ini mengambil botol alkohol pembersih luka.
Mata River menyipit. "Sedang apa kau dengan alkohol dan kapas-kapas itu? Jangan bilang kau nekad mabuk dengan cairan antiseptik karena Dad menyita seluruh minuman kerasmu."
River nyaris berteriak, bahkan kakinya yang terasa sakit bukan main sudah siap berlari dan menerjang kakak perempuan tak warasnya itu.
Untuk orang lain, mungkin akan konyol sekali mabuk dengan alkohol pembersih luka. Tapi untuk kasus Sunshine, dia bisa jadi sangat bodoh dan sinting kalau dia memang mau.
Percayalah, Sunshine itu sungguh benar-benar bodoh dan sinting.
Sunshine berbalik dan berdecak kesal, satu tangannya bertolak di pinggang. Rambutnya yang diikat satu ke belakang bergoyang ketika dia menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. "Ampun deh Riv, aku kan nggak seputus asa itu!"
River mendengus. "Lalu, beritahu aku apa yang sedang coba kau lakukan?"
Sunshine mengangkat perban di tangannya. "Aku hanya ingin mengganti perbanmu, tapi semua benda payah ini bentuknya aneh." Gadis itu melemparkan perbannya ke lantai. "Aku jadi ingat kalau aku memang nggak pernah cocok dengan kedokteran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous
TeenfikceSetidaknya, dalam kasus ini kalimat ‘Good Girl always falls for the Bad Boy’ tidak akan pernah berlaku satu milidetik pun. [P.G. 13- for the violence, extensive language, and hundred bunches of swearing and spelling mistakes.]