10. Legitimasi Hegel

50K 1.4K 88
                                    

Siang hari datang dengan cepat, dan setelah lelah menangis aku memutuskan untuk mengikuti apa yang disarankan oleh Hegel tadi pagi dengan pergi ke butik elit langganan demi mencari sehelai gaun yang pantas untuk kupakai ke pesta koktail nanti malam.

Setidaknya seperti itu sampai...

 “Wah..wah..wah.. Seruni!”

Seruan menjijikkan itu membuatku seketika terjengkit kaget.
“Dasar sial!” aku menggerutu sendiri, mimpi apa sih aku semalam? Kenapa hari ini setelah  bertemu dengan Julian aku masih harus melihat calon istrinya pula, Arrggg…

Kupejamkan mata sekilas sebelum berbalik dan memasang ekspresi formal terbaikku.

“Hai! Lena” sapaku “Jangan bilang kalau kau sedang memborong banyak pakaian sekarang, kau benar-benar tidak bisa hemat.”

Elena tersenyum membalasku, sudut bibirnya tertarik membentuk senyum mencemooh yang kerap kali dia keluarkan saat memerankan tokoh antagonis di sinetron-sinetron yang dia bintangi.

“Hemat!” serunya dengan nada jijik “perlukah aku sekarang melakukannya, Runi sayang? Kurasa tunanganku, ah iya … aku belum bilang secara resmi padamu kalau aku sudah bertunangan dengan Julian.”

Shit! Dasar pencuri kecil, tidakkah dia sadar kalau tunangan yang dia banggakan adalah hasil dari mencuri milikku. Ah! Sepertinya aku tahu alasan kenapa dia tidak merasa bersalah, dia pasti berpikir telah membarter Julian dengan ginjalnya.

Aku benar-benar tidak tahan, mungkin aku memang harus melakukan sesuatu. Tidak apa-apa aku memang tidak bisa menguliti kulit wajahnya yang setebal badak itu, tapi kurasa aku masih bisa menguliti  egonya.

Aku kembali tersenyum, “Kau memang belum tapi Julian sudah!”
Wajahnya berubah kaku sekarang, tampak terganggu saat aku menyebut-nyebut nama Julian

“Sudah!” serunya ragu “kapan?”
“Tadi pagi?” sahutku datar mencoba untuk terdengar atau terlihat tidak peduli.

Dagunya yang runcing terangkat angkuh “Ah!” desahnya “Lalu bagaimana menurutmu?”

Dia minta pendapatku! Ah, ini bagus sekali. Aku tersenyum licik seraya mengangkat bahu “Entahlah, kurasa tidak terlalu istimewa.”

Tawa Elena pecah seketika, jari telunjuk tangan kanannya bergerak membelai bagian bawah hidung mancungnya “Lalu kemana saja kau selama ini sayang?.”

Nada suaranya terang-terangan mengejekku, dan inilah yang aku tunggu-tunggu “Well! Lena, kadang-kadang kita butuh semacam tipuan kecil untuk mendapatkan sesuatu yang besar” aku balas menatapnya sambil tersenyum bijak, hatiku bangga dengan kecerdasan yang dianugerahkan tuhan pada otakku.

“Apa maksudmu?” dia bertanya curiga.

“Tidakkah kau pikir William Ng sangat keren?” itu jelas pertanyaan bodoh, Elena sudah sejak lama memiliki keinginan terpendam untuk mendapatkan perhatian Hegel, sayangnya Hegel selalu dingin dihadapannya.

Aku mendengar suara dengusan binatang keluar dari kerongkongan mantan sahabatku itu, “Fakta apa yang ingin kau sampaikan padaku tentang bosmu, sayang?”

“Kau tahu? William baru saja dinobatkan sebagai CEO bujangan terkaya se Indonesia.”

Elena memutar bola matanya dengan kesal.   

Aku tersenyum lebar dan memutuskan untuk tetap melanjutkan siksaan verbalku pada Elena “Dan sekarang dia jadi milikku, sayang.” Aku mengembangkan senyuman puas saat melihat mata  dan bibir Elena melebar tak percaya.

“Ah! Ha ha ha... kebohongan yang bagus sekali Runi.”
Sial! Dia berpikir aku tengah berbohong sekarang “Ah! Sulit dipercaya bukan” aku berusaha untuk tetap merendah didepannya “Aku sedikit malu untuk mengatakan ini padamu, tapi tadi pagi bahkan Julian memergoki kami bersama-sama di Apartemen.”

Badless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang