15. (b) Night of Thousand lanterns

37.8K 1.7K 171
                                    

Aku mengernyit menatap Reizen yang masih menatapku menunggu. Dari sisi manapun, kalimat itu lebih menyerupai lamaran ketimbang persyaratan yang harus kupenuhi untuk dapat bersamanya.

                Aku menggeleng perlahan, “Tidak! Eh … maksudku, kenapa itu yang jadi syaratnya? Tidakkah itu terlalu …” sesaat aku kebingungan mencari padanan kata yang tepat, “Normal.” Padahal jenis hubungan kami tentu saja mana bisa di katakan normal, karena Zen jelas saja berbeda dari pria kebanyakan.

                “Itulah intinya, aku mau kita menjalani hubungan yang normal Runee-chan … “ dia menatapku dengan cara yang membuatku kehilangan kata-kata. “Aku sudah tidak melihat lagi kemungkinan untuk tidak melakukannya, kita saling mencintai, dan sekarang aku bahkan tidak mampu memikirkan yang lain selain menikah denganmu,”

                “Jadi, sayang …” dia kembali bicara setelah sukses membuatku terpaku  malam ini bertepatan dengan festival Loy Krathong, malam yang indah dan sakral bagi sepasang kekasih, ini Valentine ala Thai kau tahu.”

 Mataku membulat, kemudian aku mengangguk. “Tentu saja aku tahu apa yang kau maksud, Zen,” sela-ku, “Loy Krathong adalah festival terindah di Thailand, akan ada banyak lantera mengangkasa, juga rangkaian bunga berhias lilin yang di lepas wanita ke sungai dengan harapan nyala lilin akan membuat cintanya abadi. Bukan begitu?”

Reizen Ashida, mengangguk perlahan. “Jadi tidakkah ini tepat untuk dijadikan momen penyatuan kita?”

“Zen …,” aku menatapnya dalam kebingungan. “aku tidak percaya jika yang kau minta adalah kenormalan dalam duniamu, katakan saja kebenarannya, kehidupan seperti apa yang harus kujalani sebagai konsekuensinya.” Kutatap matanya dalam-dalam, “aku sudah siap hidup seperti yang dijalani oleh Rajini,” kutatap dia serius untuk menunjukkan aku sedang tidak bercanda dengan pilihanku.

Sepasang alis tebalnya tertaut, menunjukkan ekspresi bingung di wajah dewa seks-ku, “Apa yang membuatmu berpikir jika kau ingin hidup seperti Rajini, bersamaku sayang? Demi Tuhan Runee-chan, kau kekasihku bukan wanita yang berusaha menghilangkan nyawaku?”

Aku syok mendengar kenyataan yang ia sampaikan. “Apa maksudmu Zen? Rajini, apa?”

“Rajini,” Zen memulai pilihan katanya dengan kaku, “Dia tunangan Tien yang mengalami pencucian otak oleh musuh kami, entah bagaimana ceritanya tapi salah satu pelayan gadis itu yang membesarkannya adalah anggota—kau tahu apa—yang menyusup pada keluarga kerajaan.”

“Oh Tuhan!” kubekap mulutku tak percaya.

“Pada malam penyatuan Tien dan Rajini, gadis itu berusaha membunuh Tien.”

Kugelengkan kepala tidak percaya dengan apa yang baru saja diceritakan oleh Zen.

“Dan kau berkata ingin ada disampingku seperti Rajini ada disamping Tien?” Ironi dalam nada suara Zen berbaur dengan rasa geli. Dengan cepat kugelengkan kepalaku.

“Tidak,” bantahku. “Tidak lagi, aku tidak mau seperti Rajini.”

“Itu pilihan bagus.” Ninjaku mengangguk setuju seraya menarikku dalam dekapanya bibirnya bergerak menciumi daun telingaku dengan penuh kelembutan. “Jadi kau mau kan menikah denganku Runee-chan?” dia kembali mengulangi maksudnya. Alih-alih kebingungan kali ini aku justru tersenyum malu-malu sebelum mengangguk setuju. Ninjaku balas tersenyum, ia menempelkan dahinya pada dahiku, kami berbagi nafas sambil menatap satu sama lain dengan binar-binar pemujaan yang sulit untuk diabaikan. Tak ada kata-kata tapi kami tahu isi hati kami satu sama lain.

………. 

Cuc datang tak lama setelah aku kembali ke kamar untuk membiarkan Zen kembali mengurusi bisnisnya. Dia datang membawa banyak sekali kantung belanja ditangan. Aku belum sempat bertanya ia dari mana ketika ia dengan terburu-buru bertanya.

Badless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang