Arya >< Arka

310 19 24
                                    

Masa lalu dan kenangan...

Kau masa laluku... Kau kenanganku... Tak bisakah kau ada di masa depanku?? Tak bisakah kau terus ada di sisiku??? Dan tak hanya menjadi sebuah kenangan...


"Hai sayang... Kamu tau gak, hari ini aku bete banget di sekolah! Well,sebenarnya aku memang selalu bete di sekolah semenjak kepergian kamu..." Gadis itu memutar bola matanya, ia terus saja berceloteh panjang lebar. Awalnya wajahnya terlihat kemerahan karena bersemangat. Namun ekspresi itu berangsur-angsur muram nan kelabu. Matanya yang kecoklatan menatap sedih.

Tak ada siapa pun di dekatnya. Ia hanya di temani oleh rerumputan dan semilir angin sore yang nakal memainkan rambut panjangnya kesana kemari. Gadis itu tak gila. Tapi ia memang sedang tidak berbicara pada seseorang. Ia sedang berbicara pada sebuah pusara. Iya, paling tidak pusara itu memang telah di anggapnya sebagai pengganti kepergian orang itu. Pusara tempatnya untuk menceritakan kesehariannya. Pusara yang menampung senyum bahagia dan air matanya.

Tangan gadis itu mengusap lembut batu nisan itu. Menyingkirkan debu dan segala kotoran yang menempel di sana. Hatinya selalu sakit setiap membaca nama yang terukir di batu nisan itu, seolah ada sesuatu yang diam-diam meremas jantungnya, melemparkannya ke dunia nyata, pada kenyataan yang pahit.

Aryandara Eza Subagio. Ia adalah kekasihnya.

"Arya.." suara gadis itu bergetar memanggil nama tersebut. Perlahan air matanya mulai turun dan membasahi kedua pipinya. "Aku kangen kamu..." bibirnya semakin bergetar dan mulai memucat.

Namun tiba-tiba deringan handphone memecahkan keheningan. Ia mengusap air mata di pipinya. Lalu mulai merogoh saku dan mengambil telepon genggamnya.

Sebuah nama tertera di layar ponselnya. 'Gina'. Lalu ia mengangkat panggilan tersebut.

"Tiiishaaa!!!" Teriak sahabatnya itu dari seberang sana. Gadis yang bernama Tisha itu segera menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya. Ia mendesah pelan. Sahabatnya yang sangat cerewet itu memang selalu mampu membuat kegemparan di setiap kehadirannya. Dan tentu juga menjadi salah satu penghibur kesedihannya.

"Tak bisakah kau lebih tenang sedikit saat muncul?!" tanya Tisha geram. Sementara sahabatnya hanya terkekeh di seberang. Ia tersenyum dan menggeleng pelan. "Ada apa?"

"Aku hanya ingin mengingatkanmu tentang pesta malam ini di rumahku." Jelasnya.

"Pesta?" ia menaikkan sebelah alisnya.

Terdengar desahan pelan dari sana. "Kau benar-benar lupa ya?"

Tisha hanya berdehem pelan. "Entahlah, aku tak janji akan datang ke sana." Ujarnya lesu.

"Pokoknya kau harus datang!" Tegas Gina. Tisha diam. Jujur saja, ia memang tak menyukai keramaian, ia pasti akan lebih memilih berdiam diri di dalam kamarnya. "Oh ayolah, kau juga manusia dan butuh hiburan, bukan? Aku tidak mau tau, aku harus melihatmu malam ini di pestaku! Kalau tidak..." Ancamnya.

"Baiklah! Baiklah!" Tisha menyerah. Akan gawat urusannya apabila Gina telah marah.

"Oke! Jangan lupa jam delapan malam ya.. Dan berdandanlah yang cantik." Nasihatnya bersemangat.

"Baiklah bunda ratu.." ujar Tisha pasrah.

Kalau saja bukan karena sahabatnya itu, pasti ia tidak akan mau mengahadiri acara semacam itu. Sahabat yang dikenalnya saat duduk di bangku menengah pertama. Sahabat yang entah mengapa dapat mengerti dirinya meskipun sifat mereka yang jauh berbeda. Sahabat yang suka akan keramaian dan pesta. Sahabat yang punya sifat hura-hura, namun di balik itu ia adalah orang yang pandai menyimpan rahasia-bagian terbaik dari Gina yang Tisha sukai. Ya, itulah Gina.

We're with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang