Chapter 4.2

1.1K 161 18
                                    

“Kepala sekolah memanggilmu di ruangannya. Ayo, ikut aku kesana,” kata mantan ketua osis itu, ia bahkan tidak memedulikan pertanyaan Iva.

Semua yang ada disitu kecuali Layta dan si mantan ketua osis itu seketika penasaran dengan hal apa yang membuat gadis itu di panggil oleh seseorang yang penting di Smarta itu.

Meyra melepas tongkat golfnya dan berjalan mendekati Rafli si mantan ketua osis, “kenapa Layta harus dipanggil oleh kepala sekolah? Apa ia melakukan sesuatu?” tanya Meyra penasaran.

“Atau mungkin saja Layta ditunjuk untuk mengikuti lomba?” kata Iva sedikit tak percaya.

“Tapi kita kan sudah kelas 12, kita tidak akan di izinkan untuk mengikuti lomba apapun,” timpal Putra.

Rafli tersenyum, “aku tidak tau urusan antara kepala sekolah dan Layta. Aku hanya disuruh untuk memanggilnya saja. Kalian bisa tanyakan nanti pada Layta. Ayo Layta, ikut aku,” kata Rafli lalu menatap Layta.

Layta melepas sarung tangannya dan langsung mengikuti langkah Rafli. Teman-temannya terus menatap punggung Layta sampai sedikit jauh. Ada satu hal yang mereka lupakan, sepatu khusus pemain golf masih Layta gunakan.

***

Ruangan itu kini lebih terang dari biasanya. Layta melihat kepala dan wakil kepala sekolah serta beberapa Profesor disana. Meskipun sedikit bingung, ia tetap melangkahkan kaki masuk semakin ke dalam. Rafli sudah pergi sedari tadi.

Layta dipersilahkan duduk oleh kepala sekolah. Menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali, Layta pun bertanya, “ada apa bapak memanggil saya kesini? Apa ada sesuatu mengenai ujian akselerasi saya kemarin?” tanya Layta mengungkapkan tebakannya. Sudah sedari awal Layta menebak bahwa ini pasti berhubungan dengan ujiannya waktu itu.

Dia bisa menebaknya, ya?” kata Rony dalam hati lalu tersenyum kecil. “Benar-benar anak yang jenius,” lanjutnya.

“Iya, kamu benar. Bapak hanya ingin bertanya. Apa kamu benar-benar menjawab soal ujian itu dengan jujur?” tanya Amryn dengan mencoba untuk mengintimidasi Layta.

Layta yang tau bahwa ia sedang di curigai langsung menjawab, “iya, Pak. Saya menjawabnya dengan jujur. Bapak bisa bertanya pada guru-guru yang mengawas dan satu Pak Polisi yang ikut mengawas,” kata Layta dengan tenang.

Amryn yang menyadari bahwa Layta tidak terintimidasi lantas memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegak. Ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sofa yang super nyaman itu.

“Kalau begitu, kamu harus membuktikannya pada kami,” kata Amryn lagi.

Tiba-tiba saja, ruangan itu menjadi gelap. Semua jendela di tutup dengan otomatis menggunakan remote. Layta mengernyitkan dahi melihat ruangan yang tiba-tiba menjadi kehilangan sinar cahayanya.

Alih-alih menyebutnya gelap, Layta lebih suka menyebut ruangan itu tidak memiliki pencahayaan yang cukup atau tidak disinari sama sekali.

Di sebelah kanan Layta, tiba-tiba sebuah layar menyala terang. Sempat silau sebentar, Layta melihat sebuah televisi yang cukup besar menyala. Ia memiringkan kepalanya melihat apa yang ada di layar televisi itu.

Layta menatap kepala sekolah dengan pandangan bertanya. Amryn terkekeh melihat itu dan Layta hanya bisa melihat itu tidak terlalu jelas karena cahaya yang minim.

“Bapak dan para Profesor disini akan menanyakan tentang soal-soal ujian akselerasimu. Jika kamu tidak bisa menjawab barang satu soal saja, kamu kami anggap gagal dan akan kami keluarkan dari Smarta karena ketahuan menyontek. Ah... bapak lupa, kamu akan masuk penjara karena menyontek,” kata Amryn. Ia tersenyum miring sedangkan profesor-profesor disana juga ikut tersenyum meremehkan, walau tidak semua.

AKSELERASI: KELAS 12 (NEW VERSION)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang