Chapter 22

782 143 13
                                    

Sambil mengenakan sepatu untuk ke sekolah, Layta mendengarkan berita dari televisi.

“Menteri pendidikan telah menetapkan bahwa ujian nasional telah dihapus. Maka dari itu dari tahun ini hingga tahun-tahun berikutnya mulai dari jenjang SD hingga sampai ke jenjang SMA, para murid tidak perlu lagi harus mempersiapkan diri untuk ujian itu.”

Layta menatap tidak percaya di televisi itu. Mulutnya terbuka dan matanya fokus ke benda datar itu. Tak lama terdengar suara yang cukup keras dari kamar itu yang untungnya kedap suara.

Itu suara Layta. Gadis jenius itu sangat mensyukuri ujian yang telah ditiadakan itu. Ya gadis itu tidak menyukai ujian nasional itu. Merepotkan menurutnya.

***

Layta masuk ke dalam gerbang sekolah dengan tersenyum-senyum. Mengingat ujian yang telah ditiadakan. Gadis itu tidak sabar untuk membicarakan hal itu dengan teman-temannya.

Selama diperjalanan menuju kelasnya, Layta diperhatikan oleh siswa-siswi Smarta. Beberapa dari mereka bahkan sampai berbisik-bisik pada yang lainnya. Layta cukup risih dengan itu namun memilih mengabaikan mereka.

Tiba-tiba Layta dicegat oleh Diva di jalan. Gadis itu menatap dengan pandangan kagum dan mata yang berbinar-binar. Ia lalu segera menerjang Layta dengan pelukan. Layta yang terkejut hanya bisa pasrah dipeluk Diva.

Diva berteriak dengan suara cemprengnya sebentar, “kak Layta hebat banget,” seru Diva. Ia lalu melepaskan pelukannya.

Layta memandang gadis itu pandangan penuh tanya.

“Kakak memang pantas menjadi murid akselerasi. Aku bangga sekali dengan kakak,” kata Diva lagi.

“Kamu ini kenapa? Maksudmu apa mengatakan itu?” tanya Layta.

Diva terdiam sebentar mendengar respon itu, “kakak... aku ingin memberikan selamat untuk kakak. Kakak adalah pemilik iq tertinggi di Smarta,” kata Diva setelah melepas pelukannya.

Layta terdiam mendengar itu. Ia tidak menyangka dengan itu. Namun alih-alih merasa bangga, Layta justru penasaran siapakah orang kedua dengan IQ tertinggi dan yang paling penting...

Berapa sebenarnya IQ Layta?

Gadis itu tertegun ketika mengetahui itu. Dalam hati ia menggerutu karena tidak sempat melihatnya kemarin.

Layta tersenyum, “terima kasih untuk ucapan selamatnya. Apa aku harus mentraktirmu untuk itu?” tanya Layta.

Diva terkekeh, “ya, kalau kakak mau membelikanku mobil tesla mungkin aku mau,” candanya.

Layta mengangguk-angguk, “tesla, ya?” lirihnya.

Layta tersenyum menatap adik kelasnya itu, “baiklah. Aku ke kelas dulu, ya. Bel masuk tidak lama lagi akan berbunyi.”

Dan keduanya pun langsung ke kelasnya masing-masing.

***

Sesampainya Layta di kelas, Layta melihat teman-teman kelasnya yang menatap ke arahnya. Gadis itu menghela nafas lalu mendorong kursinya ke belakang untuk ia duduki. Layta melihat Iva yang sedang memakan buah anggur dengan tenangnya. Ia lalu menatap ke arah Layta,

“Hai, Layta. Bagaimana rasanya menjadi pemilik IQ tertinggi? Kamu pasti bangga kan?” tanya Iva lalu tersenyum sinis.

Layta menggeleng, “tidak juga. Karena menurutku buat apa memiliki IQ yang tinggi jika tidak bisa memiliki sikap yang baik.”

Iva tertohok mendengar itu. Ia menghadap ke depan lalu memutar matanya jengah.

***

 Layta sedang berjalan ke perpustakaan sambil memikirkan beberapa hal. Mulai dari ujian sekolah yang entah kapan akan di laksanakan, hasil tes IQ nya dan Diva yang mengetahui bahwa ia adalah pemilik IQ tertinggi di Smarta.

Mungkinkah Smarta yang memberitahukannya? Tapi kapan?

Ah... sepertinya Layta melupakan bahwa Smarta memiliki media sosial milik mereka. Dari sanalah pihak Smarta memberitahukannya. Untuk urusan yang seperti ini, sekolah elite itu tentu akan memamerkannya pada orang-orang.

Layta terus berjalan hingga ia sampai di perpustakaan Smarta. Layta memilih untuk masuk di ruangan VIP. Gadis itu berjalan lagi menuju ruangannya yang ternyata terletak di paling akhir dari ruangan VIP.

Berjalan dengan santai, mata gadis itu tidak sengaja melihat Profesor Vina yang sedang bersama dengan seorang murid di salah satu ruangan VIP yang kebetulan pintunya sedikit terbuka. Tingkat penasaran Layta meningkat. Ia mencoba mengintip keduanya.

Dan mendengar percakapan mereka.

***

Beberapa hari berlalu sejak saat itu. Layta datang ke sekolah seorang diri tanpa Alfred yang biasanya mengantarnya.

Meyra, Iva dan Peter sedikit terkejut ketika Layta yang memilih untuk duduk di bangku belakang di bandingkan duduk sebangku dengan Iva. Ketiganya saling menoleh bertanya-tanya namun tidak bisa mendapatkan jawaban.

Jacob sendiri yang melihat orang yang ia sukai duduk di dekatnya hanya bisa terdiam gugup.

“Hai Layta. Kenapa tiba-tiba mau duduk di sini? Apa kamu bertengkar dengan mereka?” tanya Jacob. Maksud dari kata 'mereka' adalah Meyra, Iva, dan Peter.

Layta hanya tersenyum manis pada Jacob, “apa tidak boleh aku duduk di sini?” tanya Layta balik.

Jacob tidak bisa menahan senyumnya. Laki-laki itu menutup mulutnya lalu tersenyum. Meskipun Jacob bersaing dengan Layta, Jacob tetap saja menyukai gadis itu.

"Boleh kok. Kamu boleh duduk disini kapanpun kamu mau," kata Jacob.

(*)
A/N: Hai saya update lagi. Terima kasih sudah membaca dan kasih dukungan ke saya. Itu sangat memberikan semangat bagi saya dan bikin saya mau up terus^^ saya juga senang banget karena tau cerita ini semakin banyak yang baca. Sekali lagi terima kasih dan sampai jumpa chapter selanjutnya.

AuliaDzikry

AKSELERASI: KELAS 12 (NEW VERSION)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang