Intro: Ale

8 3 0
                                    

Ini minggu pagi.

Normalnya, ini adalah hari dimana Aleron mengembara bersama pujaan hati 5 jamnya melewati gunung dan lembah demi mencapai asmara paling menakjubkan.

Tapi sayangnya, hari ini nampaknya Aleron harus memendam kuat-kuat keinginan itu ketika netranya menangkap sesosok perempuan yang sedang berjongkok di depan minimarket.

"... Ata?" Aleron, atau Ale, kontan bergumam demikian. Dia saat ini tengah berada didalam mobil yang ngejogrok karena lampu merah. Di kursi sebelahnya, ada sang pacar baru, yang sedang main hape.

Pacarnya menoleh, "Apa, Yang?"

"Hm?"

"Kamu tadi ngomong apa?"

Ale mengerjap, berdehem. "Nggak. Bukan siapa-siapa."

"Kok siapa?" cewek itu mengerutkan kening sembari memajukan badan, berupaya melihat objek yang menjadi perhatian Ale sebelumnya.

Dia kontan mengatupkan bibir, "Itu...."

"Alata."

"..."

"Kembaran gue." lanjut Ale.

"Iya." si pacar mengangguk. Keningnya mengerut, "... dia kayaknya nangis deh, Le."

"Tau."

"Gimana, nih?"

Ale diam sejenak. Dia sebenarnya tidak rela mengorbankan waktu bersenang-senang hanya demi saudari kembarnya, tapi begitu mengingat uang saku, ketidakrelaan itu kontan lenyap.

Ale bergumam, "Sori, Cel--"

"--namaku Kintan."

"Iya, maksud gue Kintan." Ale mengangguk saja, meski dia agak bingung kenapa cewek itu tiba-tiba ganti nama. "Gue boleh minta sesuatu, nggak?"

"Apa?"

"Gue minta maaf, tapi kencan kita batal. Kalo lo tetep mau nonton, gue bisa beliin tiketnya sekarang. Lo bisa ajak siapapun,"

"Kamu mau nyamperin Alata?"

"Iya." Ale tercenung sejenak sebelum melanjutkan, "Karena dia kembaran gue. Nggak ada alasan lain,"

Walau playboy, Ale itu nggak ada kesan romantisnya sama sekali. Tapi dia sendiri juga nggak ngerti kenapa tetep ada banyak cewek yang ngantri jadi pacarnya. Mereka tetap berharap pada Ale dan nggak peduli meski Ale nggak pernah ingat namanya.

Fyi, cewek seumuran yang Ale ingat namanya itu cuma 4, dan salah satunya adalah Alata.

Cewek itu terkekeh. Wajah piasnya memudar, berganti dengan ekspresi lega. "Kirain apaan. Yaudah, nggak masalah sih, Le. Kita bisa jalan di lain waktu. Kamu samperin Alata buruan, gih. Kasian dia,"

"... maksud gue bukan gitu."

"Terus? Kamu mau aku yang nyamperin?"

"Nggak. Maksud gue, kita putus mulai detik ini. Alata lagi butuh gue,"

"..."

"Masih lama nggak mikirnya?"

"... kamu putusin aku cuma karena alasan itu?" kata cewek itu dengan suara tercekat, nampak akan menangis.

Ale berdecak, terpaksa mengangguk meski ia merasa kalau tidak perlu menjelaskan apapun. "Nggak ada yang lebih penting dari Alata."

"Tapi ini nggak ada hubungannya sama dia."

"Ada. Gara-gara gue jalan sama lo, Alata nangis sendirian disana." Sahut Ale dengan nada tegas. Dia tidak berbohong, atau menjadikan Alata sebagai alasan. Pada kenyataannya, Ale rela menyingkirkan apapun yang membuat saudari kembarnya itu bersedih——meski hal tersebut tidak memiliki efek langsung pada Alata.

KometTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang