Don't forget where you belong

10 2 3
                                    

P.S. Part ini akan menjadi part terakhir. Terima kasih ya sudah baca sampai selesai! Semoga kalian suka endingnya, hehe

***

Louis mengambil jalan tercepat, yaitu dengan mengiyakan permintaan Harry. "Nah gitu dong, bosen juga kan jahil terus-terusan!" sambut Harry.

"Ayo, pada mau nanya apa? Cepetan," balas Louis malas-malasan. "Nanya apa ya? Yang bikin kita semua bakalan tercengang-cengang," kata Niall jahil.

"Menurut lu, karir solo siapa yang ga berkembang dan mediocre sampe sekarang?"

Sedetik kemudian, Zayn menyambar dengan pertanyaan. Semua orang di ruangan tersebut menatap Zayn, kemudian tak lupa juga memeriksa mimik wajah Louis. Pertanyaan tersebut tidak dikeluarkan dengan nada yang dingin. Nada bicara Zayn terlihat santai. Namun wajah Louis menggambarkan bahwa ia tidak menyangka kalau Zayn yang akan berbicara dan bertanya.

"Kalau lu cuma pengen nyindir musik-musik gue kayak di Twitter dulu, mending jangan sekarang deh. Gue lagi ga pengen marah," balas Louis sarkastik. "Nggak, kok. Pertanyaan nya kan untuk lu, berarti karya musik lu ga termasuk. Gue cuma minta pendapat lu aja sama karya kita semua," kata Zayn singkat. Zayn sama sekali tidak marah, namun Louis nampaknya cukup risih dengan pertanyaan tersebut.

Ada sunyi beberapa saat yang terjadi di ruangan tersebut.

"Hmmm, mendingan ganti pertanyaan, gak sih? Yang lebih fun, ya kan, Ni?" kata Liam memecah keheningan. Liam menyikut Niall yang duduk disebelahnya, meminta tanggapan Niall. "Eh, yoi! Lagian bosen juga gak, sih? Ngomongin musik mulu? Mending ngobrolin golf aja, ye?" celetuk Niall kikuk.

"Nggak, gue lagi mikir," balas Louis cepat. "Gue bisa jawabnya kok, dan lu tau gue ga punya interest sama golf kayak lu, Ni," lanjutnya.

Ruangan tersebut hening lagi. Harry menyeruput minumannya, Liam memutar sendok di gelas nya, dan Niall hanya menatap Louis. Menunggu jawabannya. Sementara itu, Zayn menatap Louis. Tatapan Zayn yang terlalu intens itu jujur saja membuat Louis cukup risih. Louis bahkan dari tadi tidak berani menatap mata Zayn.

"No offense, tapi Harry ada di posisi pertama. Kita semua tau Harry, dia sibuk tour, lagunya top stream di Spotify, YouTube. Album dia laris banget, fandom dia juga kuat banget. Di nomer dua, I would say, Niall. Gue suka banget album Heartbreak Weather lu. Liam, jangan benci gue, gue tetep suka musik lu. But, I'm not into EDM that much. Dan ya, terakhir adalah karya lu sendiri, Z," ujar Louis membuka mulut. Louis kemudian berhasil menatap Zayn untuk memeriksa reaksinya.

Tidak ada reaksi apa-apa. Bahkan termasuk dari Harry, Louis, dan Niall. Sepertinya mereka bertiga bahkan lebih takut bahwa dua manusia itu akan baku hantam di tempat dibanding mendengarkan opini temannya terkait karir musik mereka.

Sementara itu, Zayn membesarkan matanya dan mengangkat alisnya. Ia menekuk tangannya dan menyilangkan kakinya. "Ga papa guys, ga masalah," kata Zayn berusaha memberikan tanda kepada Harry, Liam, dan Niall yang sudah siaga akan kejadian buruk yang mungkin saja terjadi.

"But, perhaps, may I know the reasons why?" lanjut Zayn.

Barangkali sekarang yang ada di otak teman-teman Zayn dan Louis adalah bagaimana cara mengakhiri percakapan ini secepat mungkin. Kenapa pula Zayn mau tau alasan Louis? Bukannya selama ini dia tidak pernah peduli dengan Louis?

"Musik lu ga sejelek itu sih sebenernya. Tapi ada satu hal, lu gak mau tampil. Lu menciptakan album tapi seolah-olah tidak membiarkan seluruh dunia tau kalau lu sudah membuat sesuatu. Lu gak pergi ke show untuk mempromosikan lagu lu, apalagi bikin tur. Gak perlu tur dunia deh, di US aja, misalnya. Lu hanya mengandalkan fans lama lu untuk mendengarkan lagu lu. Kenyataannya? Fans lu bahkan menunggu lu buat tampil lagi. Fans lu punya selera musik baru, idola baru. Jiwa entertainer dan kualitas itu hilang selepas lu memutuskan buat ninggalin kita semua di 1D" kata Louis.

Meet Me in the HallwayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang